Melasti, Nunas Tirta Kamandalu Di Tengah

  • 13 Juni 2015
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 11677 Pengunjung

Bangli, suaradewata.com- Serangkaian Karya Memungkah, Ngenteg Linggih, Labuh Gentuh dan Nubung Pedagingan di Pura Penataran Agung Bangli, berbagai ritual menarik dan sakral dilaksanakan. Salah satunya, saat pelaksanaan melasti yang dilaksanakan ke pantai Watuklotok, Klungkung. Pada saat itu, rangkaian melasti  disertai prosesi umat nunas tirta kamandalu. Menariknya, tirta kamandalu yang diyakini sebagai air suci kehidupan ini, ditunas dari tengah lautan.

Prosesi nunas tirta kamandalu ini, dilakukan sejumlah krama pasemetonan Puri Agung Bangli  setelah melaksanakan berbagai ritual termasuk pakelem berupa kambing hitam dan berbagai hewan kurban ke tengah laut.  Karena dilakukan di tengah laut, pelaksanaannya sendiri dengan menggunakan perahu dan tali sepanjang 50 meter . Tali tersebut dipergunakan untul mengikatkan bokoran diisi pemberat yang dipergunakan guna mendapatkan tirta kamandalu di kedalaman laut tersebut. Sebab sesuai keyakinan, semakin dalam air air laut, itu semakin murni air yang didapat.   

Ida Pedanda Sidemen Tembuku dari Griya Jaksa Manuaba Bangli yang muput prosesi melasti tersebut menjelaskan,  sejatinya setiap karya besar  yang dilakukan umat hindu, diawali dengan prosesi pecaruan atau tawur dan dilanjutkan upacara melasti. Kata Ida Peranda, sesuai sumber sastra lontar Sundarigama, melasti bertujuan untu menghanyutkan semua kekotoran/ keletehan yang ada di desa pakraman, maupun yang ada di buana agung dan buana alit dalam diri sendiri untuk di hanyut ke tengah samudra. Setelah itu, baru memohon ke Sanghyang Baruna, nunas tirta kamandalu untuk dipergunakan di prahyangan atau di Pura dan akhirnya ditunas oleh semua umat. “Tirta kamandalu adalah tirta amerta atau tirta kehidupan. Tujuannya, agar umat mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah pelaksanaan karya ini,” tegasnya.

 Disebutkan, prosesi pengambilan tirta kamandalu, dilakukan setelah pemujaan Ida Pedanda, Pecaruan, membersihkan samudra dengan puja dan upakara. Baru dilakukan nunas dari tengah lautan atau telengin samudera untuk dibawa ke prahyangan. “Kedalamannya tidak bisa ditentukan dan tidak terbatas. Semakin dalam bisa dilakukan, semakin murnilah air itu. Semakin tenanglah lautan itu. Seperti manusia, semakin dalam ilmunya semakin tenang hidupnya. Makin dalam, makin tenang, makin murni air itu didapat,” ungkapnya.

Nantinya tirta ini lah, yang dipergunakan juga untuk mensucikan prahyangan dan pratime atau benda sacral di dalam pura, setelah itu baru ditunas seluruh umat. Tujuannya, ngamet sarining kehidupan.Yakni mendapatkan sari-sari kehidupan agar menjadi lebih baik.  Hal ini ditegaskan kembali, tertuang dalam Lontar Sunarigama yang dinyatakan dalam bahasa Jawa Kuno ”Melasti ngaran amet sarining amertha kamandalu ring telenging segara. ” Maksudnya: Dengan Melasti mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudra. ard

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER