Puluhan Warga Kayubihi Ikuti Sapuh Leger Massal

  • 12 April 2015
  • 00:00 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 4170 Pengunjung

Bangli, Suaradewata.com  –Bertepatan dengan Tumpek Wayang yang jatuh pada hari Sabtu (11/04/2015), puluhan warga desa Kayubihi, Bangli melaksanakan upacara Pabayuhan khususnya Pabayuhan Sapuh Leger. Menariknya, upacara ini dilakukan secara massal dan diikuti puluhan warga baik anak-anak hingga kaum lansia.

Bendesa Adat Kayubihi, I Wayan Sadia menjelaskan upacara Pabayuhan Sapuh Leger ini dilaskanakan bagi warga yang lahir khusus pada wuku wayang. “Sesuai keyakinan kami, sapuh leger dilakukan untuk menghindari pengaruh negative bagi warga yang lahir pada wuku wayang,” ungkapnya. Sebab, lanjutnya, jika tidak diruwat, diyakini anak yang lahir pada wuku wayang akan menemui malapetaka dalam hidupnya. 

Dikatakan lebih lanjut, pelaksanaan  ritual Pabayuhan Sapuh Leger kali ini diikuti sebanyak 27 warga baik anaik-anak hingga lansia. Karena banyaknya warga yang lahir pada tumpek wayang sehingga dilakukan secara massal. Hal ini juga untuk meringankan beban pengeluaran warga. "Dengan upacara masal, pengeluaran warga jadi lebih ringan, dananya jauh lebih sedikit," jelasnya. Hal ini, lanjut dia, juga bertujuan untuk meningkatkan tali persaudaraan antarwarga dan menumbuhkan budaya gotong royong. Sebab, dalam persiapan upacara ini, seluruh warga ikut terlibat.

Acara yang berlangsung satu hari itu diawali dengan pementasan wayang kulit dari Jro Dalang Sudirma dan dilanjutkan dengan pemercikan tirta kemulan kepada peserta dan berlanjut ke  Palukatan Tirta Wayang yang dilakukan di depan tempat pementasan wayang. Tidak hanya diberikan tirta, namun peserta juga sambil menginjak satu ikat padi Bali. Prosesi dilanjutkan dengan Pabayuh oton, kemudian beranjak ke upacara majaya-jaya dan diakhiri dengan persembahyangan bersama.

Salah satu warga peserta dari warga setempat, I Nengah Santika mengatakan dirinya sangat terbantu dengan adanya ritual massal ini. Selama bertahun-tahun ia belum bisa melaksanakan secara mandiri, lantaran terbentur biaya. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 30 juta. Berbeda dengan ritual massal yang hanya mengeluarkan biaya Rp 1 juta. “Kalau melaksanakan sendiri biayanya sampai puluhan juta, sedangkaan massal biayanya lebih terjangkau,” ujarnya. Sebab, lanjutnya, jika ritual ini dilaksanakan secara mandiri, banyak hal yang harus dipersiapkan. Disamping upakara, harus mengeluarkan biaya untuk keperluan lain, seperti konsumsi dan tenda. ard


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER