Bendesa Desak Audit LP LPD

  • 19 Januari 2016
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2415 Pengunjung

Denpasarsuaradewata.com - Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD), berikut aturan turunannya, menjadi landasan pembentukkan Lembaga Pembinaan (LP) LPD. Kini, lembaga ini terancam bubar, menyusul rencana revisi Perda LPD.

Selain itu, keberadaan LP LPD yang bertugas untuk mendampingi dan membina LPD, belakangan banyak dipertanyakan. Tidak saja terkait perannya dalam mengayomi dan membina LPD, namun juga menyangkut iuran sebesar 5 persen dari keuntungan LPD ke LP LPD, yang konon tak jelas peruntukkannya.

Bahkan, ada usulan yang menggelinding di masyarakat, agar LP LPD ini diaudit, khususnya terkait pemanfaatan iuran 5 persen dimaksud. Menariknya, keinginan untuk mengaudit LP LPD ini justru disampaikan oleh Bendesa Adat/ Pakraman, sebagaimana terekam dalam diskusi Forum Peduli Ekonomi Adat Bali (FPEAB) dengan Bendesa dan Kepala LPD se-Badung Selatan, di Kedonganan, Selasa (19/1).

Dalam diskusi itu juga terekam jelas dukungan dari para Bendesa serta Kepala LPD untuk merevisi Perda LPD sekaligus menghapus iuran 5 persen yang disetorkan ke LP LPD. "Itu (iuran 5 persen) tidak jelas peruntukkannya. Dana itu harus dipertanggungjawabkan," kata Bendesa Adat Pecatu, Ketut Murdana, usai diskusi tersebut.

Ia bahkan mendorong, agar iuran 5 persen ke LP LPD itu dihapus, sebagaimana usulan Gubernur Bali Made Mangku Pastika. "Lebih baik dana itu untuk Desa Pakraman. Itu akan jauh lebih bermanfaat. Bisa untuk kepentingan pembangunan di Desa Pakraman," ujar Murdana.

Hal senada juga disampaikan Ketua LPD Kedonganan, Ketut Madra. Ia bahkan menilai, adanya penolakan terhadap revisi Perda LPD dipicu karena kepentingan pihak-pihak tertentu mengenai iuran sebesar 5 persen tersebut.

Karena itu, ia berharap agar semua pihak tak mengorbankan LPD hanya karena kepentingan soal iuran 5 persen tersebut. "Harapan saya, jangan berpikir LPD hanya soal kepentingan (iuran) 5 persen itu. Mari kita amankan LPD sebagai milik Desa Pakraman. Jangan pikirkan kepentingan sesaat dan untuk segelintir orang saja," tegas Madra.

Koordinator Badan Kerjasama (BKS) LPD Kabupaten Badung ini bahkan sepakat dengan usulan agar ada baiknya iuran sebesar 5 persen ini disetor ke Desa Pakraman. Dana itu akan sangat bermanfaat untuk pembangunan Desa Pakraman.

"Sebaiknya dana itu disetor kembali ke Desa Pakraman. Urusan pembinaan LPD, itu jadi tanggungjawab pemerintah, dan dananya bisa dianggarkan di APBD," kata Madra, yang juga Wakil Bendahara Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali.

Pendapat tak jauh berbeda juga disampaikan mantan anggota DPD RI, Nengah Wirata. Menurut dia, akan lebih baik jika urusan pengayoman, pembinaan dan pendampingan LPD, dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian, maka anggarannya pun dapat dialokasikan di APBD.

"Fungsi pemerintah adalah memberikan pengayoman, pembinaan, pendampingan. Dan baik BKS maupun LP LPD, karena itu produk pemerintah, semestinya dibiayai APBD. Apa sih artinya kalau anggarkan di APBD Rp10 miliar dan dana itu yang dikelola oleh BKS dan LP LPD? Dengan begitu, maka iuran yang 5 persen itu bisa kembali ke Desa Pakraman," kata Wirata.

Menurut dia, dana 5 persen itu sangat penting artinya bagi Desa Pakraman. Sebab dana itu dapat dimanfaatkan untuk pembangunan atau pelestarian adat dan budaya. "Dana itu akan memperkuat Desa Pakraman. Selain itu, dana 5 persen itu tak akan lagi diributkan seperti saat ini," pungkasnya.san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER