Kearifan Lokal Salah Satu Kunci Entaskan Kemiskinan

  • 14 November 2014
  • 00:00 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 1300 Pengunjung

Tabanan, suaradewata.com – Pelibatan masyarakat dan penguatan nilai-nilai lokal (local genius) menjadi kunci penting guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam upaya untuk memutus rantai kemiskinan di Tanah Air. Karena tidak mungkin, bangsa ini berdiri sendiri, mencapai kemandirian, sehingga harus saling bahu membahu antar masyarakat dan itu menjadi kunci dalam pemberdayaan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Hal itu terungkap dalam jumpa pers Indonesia Poverty & Empowerment Conference 2014 ( IPEC) 2014 di Puri Tamansari, Tabanan, Jumat (15/11).

 

Ketua Dewan Pembina Sinergi yang juga mantan pendiri Menteri Pertambangan era Orde Baru dan Ketua Umum Organisasi Negara Pengekspor Minyak OPEC, Prof. DR Subroto mengatakan kegagalan pembangunan selama ini lantaran tidak mampu mensejahterakan masyarakat. “Sejak tahun 1945, sampai sekarang banyak rakyat kita belum bisa menikmati kemajuan yang dicapai dalam pembangunan,” katanya. Faktanya 69 tahun merdeka, negara belum bisa menghilangkan kemiskinan yang banyak dijumpai di jalanan , desa hingga perkotaan. Demikian pula, masyarakat belum banyak mengakses kesehatan dan pendidikan sehingga mereka hidupnya makin terhimpit. Dengan demikian Subroto menyimpulkan kegagalan pembangunan selama ini tak lain karena yang dibangun selama ini bertumpu pada fisik dan bukan manusianya. Pembangunan nasional telah dipersempit menjadi pembangunan ekonomi dengan bertumbuhnya infrastruktur, jalan, toko hingga bangunan. Pihaknya juga menekankan kepada pemerintah sekarang bagaimana kearifan lokal seperti semangat bekerjasama atau gotong royong harus dilakukan. “Tidak mungkin, bangsa ini berdiri sendiri, mencapai kemandirian. Harus saling bahu membahu antar masyarakat dan itu menjadi kunci dalam pemberdayaan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan,” ucapnya.

 

Sementara  pelaku pariwisata yang juga pemilik Puri Tamansari, Belayu, Marga, Tabanan, I Gusti Agung Prana mengatakan untuk mengembangkan desa tertinggal , seperti yang dilakukan di Desa Pemuteran Kabupaten Bulelng tak bisa dilepaskan dari dua faktor di atas. Kala itu, kondisi desa itu sangat memprihatinkan di mana masyarakatnya dihimpit kemiskinan. Demikian juga, kekeringan menjadi pemandangan biasa dan nyaris mengubur impian masyarakat.

Padahal, banyak potensi sumber daya alam di wilayah tersebut seperti perairan dan panorama bukit dan pegunungan yang indah. Mulailah, dia mengenalkan konsep pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada kearifan lokal dan otensitas yang dimiliki. Selama beberapa tahun dia akhirnya bisa mengajak masyaakat untuk memiliki dan membangun kepariwisataan yang berbasis masyarakat. “Untuk melindungi masyarakat kecil maka dibuatlah awig-awig yang mengatur bahwa pembanguann akomodasi pondok wisata hanya boleh dilakukan oleh warga setempat,” sambung mantan Ketua ASITA Bali itu.

Selain Subroto dan Agung Prana Hadir pula Dewi Hutabarat selaku Direktur Eksekutif Sinergi Indonesia. Dewi mengatakan harus ada soluasi yang dihasilkan dalam mengatasi kendala yang ada.  “Saya punya keyakinan bahwa kehancuran pariwisata itu bisa dicegah mengembangkan kearifan lokal dan memberdayakan masyarakat, kita harus dorong kesadaran dan partisipaasi rakyat, karena itu kunci keberhasilan pembangunan pariwisata kita,” tandas Dewi Hutabarat. gin


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER