PHDI "Masuk Angin" ?

  • 25 Oktober 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3999 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Pesamuhan Agung Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sedang berlangsung di Jakarta (24-25 Oktober 2015) setelah sehari sebelumnya digelar Pesamuhan Sabha Pandita pada 23-24 Oktober 2015. Pesamuhan ini dilakukan ditengah-tengah kencangnya tarik menarik pendapat dan kepentingan terkait issue reklamasi Teluk Benoa. Beberapa organisasi Hindu telah secara tegas menyatakan menolak reklamasi, sementara belum ada organisasi Hindu yang secara resmi menyatakan mendukung. Bagaimanapun sikap Parisadha ditunggu oleh banyak pihak, sebagai pandangan lembaga tertinggi umat Hindu. Melihat struktur organisasi PHDI dimana posisi tertinggi ada pada Sabha Pandita, sesungguhnya sangat diharapkan keputusan Parisadha terbebas dari kepentingan pemodal melainkan murni mempertimbangkan masadepan Bali dan umat Hindu semata. Dan karena Parisadha secara moral diakui dan diberikan legitimasi untuk menjadi pengayom seluruh komponen umat Hindu, seharusnya Parisadha juga mendengarkan suara-suara organisasi-organisasi resmi umat Hindu.

Sangat disayangkan, hingga saat ini sikap resmi Sabha Pandita mengenai issue reklamasi masih "pending". Dari hasil-hasil rapat yang beredar, Sabha Pandita baru akan membentuk tim kecil untuk menggali informasi dari pihak-pihak terkait dan membahasnya sebelum mengambil keputusan. Dari sini muncul pertanyaan, apakah Sabha Walaka tidak memberi infomasi dan masukan yang cukup kepada Sabha Pandita ? Ataukah sudah dilakukan tetapi Sabha Pandita merasa masukan Sabha Walaka belum memadai ? Entahlah. Ada informasi bahwa Parisadha khawatir bila mengeluarkan bhisama tetapi tidak dijalankan oleh pihak2 yang memiliki kekuasaan, maka dikhawatirkan akan menurunkan wibawa Parisadha. Come on, apakah Parisadha lebih menentingkan wibawa organisasi dibanding kepentingan umat ? Parisadha justru kehilangan wibawa bila tidak berani menyuarakan apa yang mereka anggap benar. Mereka harus membaca lagi Bhagavadgita, saat Krisna meminta Arjuna tidak berfikir kalah atau menang, tetapi fokus melaksanakan kewajiban. Tidakkah pesan Krisna sangat jelas ? Bagaimana Parisadha bisa menjadi pembimbing dan suluh umat bila dihantui keraguan ?

Kegamangan sikap Parisadha itu juga terbukti dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan subversif dan inkonstitusional dalam tubuh organisasi PHDI. Oknum ini bahkan menggunakan kata "fitnah" dan "kepentingan asing" pada pihak-pihak yang menolak reklamasi. Pemilihan kata "fitnah" dan "antek asing" ini justru mengingatkan kita pada gaya kelompok tertentu yang sering menyerang Ahok dan Jokowi. Dan anehnya oknum ini berbicara seolah-olah mengatasnamakan PHDI. Dengan gagah oknum ini juga menari mengikuti genderang investor. Sebuah media mengutip statementnya "...Ada pihak yang kerap memfitnah bahwa akan dilakukan reklamasi yang bisa merusak lingkungan di Teluk Benoa. Mereka yang fitnah ini tidak ahli soal lingkungan. Sebetulnya bukan reklamasi tapi revitalisasi. Revitalisasi ini bukan merusak, tapi memperbaiki lingkungan". Sementara di media yang lain dikutip "Kemungkinan adanya penolakan terhadap revitalisasi Teluk Benoa ini datangnya dari luar negeri, meraka takut disaingi, terutama Singapura dan Malaysia. Mereka ingin revitalisasi di Teluk Benoa batal, biar tidak ada saingan..". Tuduhan seperti ini dikhawatirkan akan merusak hubungan PHDI dengan organisasi-organisasi Hindu yang sudah secara tegas menyatakan menolak reklamasi. Apakah oknum PHDI ini hendak mengatakan bahwa organisasi- organisasi Hindu yang menolak reklamasi sedang mewakili dan menjadi juru bicara Malaysia dan Singapura ? Ini tuduhan yang berat dan berbahaya.
Dari statement tersebut juga ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan kepada sang oknum dan juga kepada PHDI :

1. Apakah layak seorang oknum Parisadha menggunakan kata "fitnah" kepada komponen-komponen umat Hindu yang menolak reklamasi ? Mereka yang menolak jelas tidak (atau belum) bisa dibeli sikapnya. Bagaimana dengan yang mendukung ?

2. Coba dibaca ijin yang diberikan kepada investor. Ijinnya reklamasi atau revitalisasi ? Tentu sangat nista bila oknum Parisadha sengaja membohongi masyarakat. Kalau tujuannya untuk revitalisasi semata yaitu untuk memperbaiki lingkungan, tidak usah dikerjakan investor. Orang Bali dan Pemerintah Daerah Bali harusnya masih mampu menjaga wilayahnya. Terimakasih atas kebaikan hati investor, tapi kami Orang Bali masih mampu. Kalau hanya menawarkan kebaikan hati, rasanya tidak perlu ngotot. Kalau anda mengetuk pintu rumah tetangga untuk menawarkan bantuan memperbaiki gentengnya yang bocor, dan ternyata tawaran anda menimbulkan konflik silang pendapat diantara anggota keluarga itu, tentu anda akan membatalkan atau menunda bantuan anda. Toh anda tidak rugi apa-apa. Niat baik akan menjadi buruk bila dipaksakan. Jadi bila argumennya benar-benar hanya revitalisasi untuk mewujudkan kebaikan hati, terimakasih. Tapi pergilah karena kami belum satu kata menerima bantuan anda. Sekali lagi, niat baik untuk membantu tak baik bila dipaksakan.

3. PHDI sebagaimana disebutkan diatas, melalui organ tertingginya (Sabha Pandita) belum mengambil sikap apapun alias pending. Tapi mengapa ada oknum Parisadha yang sudah mendahului melakukan "psy war" seolah olah menjadi juru bicara investor bahwa Teluk Benoa bukan reklamasi tetapi revitalisasi ? Mengapa pula sejauh ini belum ada bantahan dari Parisadha ? Sikap diam parisadha dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan seolah-olah Parisadha benar-benar menyetujui reklamasi. Atau jangan-jangan Parisadha sudah "masuk angin" ?Mudah-mudahan saja tidak. Meskipun ini Jaman Kaliyuga, kita hendaknya tetap percaya bahwa para wikan yang tergabung dalam forum Sabha Pandita tidak tergoyahkan oleh iming-iming materi sehingga sikap beliau-beliau akan semata-mata untuk menjaga kesucian dan taksu Bali.

Mari berdoa demi kesehatan dan kejernihan bathin beliau-beliau yang tergabung dalam Sabha Pandita. Kita layak khawatir mengingat beberapa waktu yang lalu puluhan pinandita digambarkan seolah-olah melakukan demonstrasi mendukung reklamasi. Padahal konon para pinandita polos itu hanya diinformasikan berkumpul untuk acara persembahyangan bersama. Bila itu benar, maka uang memang sudah menjadi raja diraja. Demi uang bahkan pinanditapun dipermainkan. Maka mari berdoa demi masadepan Bali dan umat Hindu khususnya dan masa depan seluruh umat manusia pada umumnya. Om lokha samastha sukhino bhavantu.

IK. Budiasa, ST. MM, penulis adalah Sekretaris Jendral DPP ICHI


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER