Hoax Sudah Overdosis Pemilu Jadi Kritis

  • 04 Maret 2019
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1761 Pengunjung
google

Oleh : Hidayatullah

Opini, suaradewata.com - Pemilihan umum (pemilu) merupakan pesta demokrasi bagi masyarakat, karena masyarakat bebas menentukan hak suaranya sendiri dan pemilu merupakan salah satu hak asasi warga negara yang prinsipil, karena dalam pelaksanaan hak asasi adalah keharusan pemerintah dalam melakukan pemilu. Sesuai azas demokrasi bahwa rakyat yang berdaulat kembalikan semua kepada rakyat (Kusnardi dan Harmily Ibrahim, 1985). Karenanya pada tanggal 17 April 2019 masyarakat dihadapkan dengan sebuah bilik suara untuk memilih calon wakil rakyat, 5 jenis surat suara yaitu mulai dari memilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/kota, Dewan Perakilan Rakyat Daerah  (DPRD) provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan memilih Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Dalam memilih kriteria visi dan misi haruslah tepat atau sesuai apa yang kita butuhkan sebagai masyarakat, karena sehari menentukan 5 tahun. Masyarakat janganlah memilih pemimpin yang memberikan imbalan uang atau money politic karena dapat mencederai demokrasi namun pilihlah berdasarkan hati nurani agar dapat mensejahterakan rakyat pada masa akan datang.

Pada zaman modern ini sebenarnya masyarakat lebih mudah untuk menentukan kriteria calon pemimpin, karena segala informasi dapat diperoleh dimedia sosial, sebab berita diperoleh sangatlah cepat dan transparan. Berbeda seperti dahulu, apabila membutuhkan berita mesti cari koran atau majalah, sekarang tidak karena berita online sudah sangat instan dan dapat di akses oleh setiap penguna internet dimanapun dan kapanpun baik berita lokal, nasional maupun berita mancanegara serta hampir semua yang kita butuhkan dapat ada. Dan sekarang  terbukti negara indonesia sebagai salah satu negara penikmat internet terbesar didunia. Namun cukup disayangkan tidak semua berita yang dikabarkan semua benar namun ada juga berita bohong atau hoax. Dimasa yang sangat panasnya pemilu, hoax menjadi kendaraan bagi elit politik dalam memperoleh jabatan. Karena dengan berita hoax mereka dapat melakukan kampanye hitam atau black campaign dengan memfitnah lawannya agar dia dapat mendulang suara serta menjadi sumber penghasilan uang yang banyak bagi oknum pembuat hoax karena masyarakat kurang kritis yang terlalu sering mengakses berita tersebut, menurut kementrian informasi dan komunikasi (Kominfo) mengatakan pada tahun 2019 terindentifikasi 62 berita hoax yang terkait pemilu terjadi selama bulan Agustus-Desember 2018 banyaknya berita hoax berdampak terhadap kerukunan masyarakat yang mengharapkan terlaksananya pemilu damai. Politik kotor seperti ini dapat merusak makna politik sebenarnya yaitu “Good Life” kata seorang filsuf yunani Aristoteles.

Terkait berita hoax yang terjadi beberapa pekan ini dan ditayangkan hampir seluruh stasiun televisi Indonesia dan jadi pemberitaan pada surat kabar, ialah berita masuknya 7 konteiner yang berasal dari luar negeri yang berisikan 70 juta surat suara yang sudah dicoblos untuk salah satu pasangan capres, penemuan ini di salah satu pelabuhan daerah tanjung priuk dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyita satu konteiner serta kabarnya bahwa ada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menemukan konteiner tersebut. Akibat kabar tersebut Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) dan polisi segera menghampiri tempat tersebut, untuk memastikan apakah benar terkait informasi kabar berita tersebut. Namun setelah Banwaslu dan aparat Kepolisan memeriksanya tidak ada satupun konteiner dan bahwa bea cukai tanjung priuk tidak menerima laporan terkait masuknya konteiner dan TNI AL pun tidak menemukan konteiner tersebut, Jadi Arief Budiman selaku ketua banwaslu Indonesia akan segera melaporkan terkait berita tersebut kepada pihak kepolisian agar mereka dapat melacak dan menangkap pelaku penyebar hoax.

Mengenai berita hoax sangat besar dampaknya bagi pemilu, tidak hanya pemilu saja namun berita hoax dapat menimbulkan perpecahan atau disintegrasi bangsa karena adanya ujaran kebencian“Hate spaceech” dan berita adu domba yang berusaha mengkacaukan pemilu.Perihal penyebar berita hoax pemerintah menjerat hukuman bagi pembuat berita hoax tersebut dengan pasal 28 ayat (2) ITE bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebar kan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan ras kebencian atau permusuhan individu  dan/atau kelompok masyarakat ditujukan untuk tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Mengenai hal yang tertera tersebut bagi pelaku yang melakukan atau meneyebarkan ujaran kebencian atau hoax maka akan dihukum 6 tahun penjara dan denda 1 milyar. Agar pemilu damai diharapkan bagi seluruh masyarakat dapat lebih teliti dalam membaca berita terkait pemilu atau berita lain salah satu hal yang mesti diperhatiakan ialah seperti melihat sumber dan isi berita yang jelas, agar dapat ciptanya pemilu damai, jujur dan adil seperti yang kita harapkan.

*Mahasiswa Universitas Teuku Umar


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER