Papua, Integrasi dan Cakrawala NKRI

  • 03 Oktober 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 4794 Pengunjung
ilustrasi/istimewa

Opini, suaradewata.com – Papua merupakan wilayah di NKRI yang memiliki kekayaan dan sumber daya alam melimpah, emas adalah salah satunya. Tak khayal jika aktivitas pihak-pihak asing di wilayah ini semata-mata hanya ingin mendapatkan keuntungan kekayaan alam yang sangat besar. Ditambah lagi dengan potensi keanekaragaman flora dan fauna yang menjadi ciri khas wilayah paling timur dari Republik Indonesia ini. Papua juga menyuguhkan potensi wisata alam yang sangat eksotis dan telah mendunia, seperti Raja Ampat, Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Danau Sentani, dan masih banyak lagi.

Saat ini Papua menjadi polemik yang sering diperbincangkan, baik di dunia internasional maupun media sosial. Isu Papua merdeka menjadi sangat viral karena adanya pergerakan-pergerakan yang menuntut bebasnya Papua dari Republik Indonesia. Meningkatnya propaganda dari kelompok separatis Papua Merdeka untuk memisahkan diri dari tanah pusaka Indonesia, menjadi polemik baru bagi kedaulatan NKRI.

Mari kita melihat ke belakang sejenak, mengapa isu dan propaganda Papua merdeka masih saja berhembus sampai saat ini. Salah satu hal yang melatarbelakangi timbulnya sikap saling curiga antara Papua dan Jakarta, yakni adanya perbedaan pemahaman tentang sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia. Faktanya, PBB telah mendokumentasikan secara tertulis, resmi dan jelas tentang sejarah integrasi tersebut. Dan ironisnya kelompok-kelompok kepentingan baik dari luar maupun dalam negeri sengaja menciptakan dan memelihara kondisi tersebut (sikap saling curiga) untuk mendeklarasikan Papua lepas dari NKRI.

Berdasarkan Azas Uti Possedetis Juris bahwa jauh sebelum Pepera tahun  1969, Papua sudah menjadi bagian yang sah dari NKRI. Azas ini mengatur bahwa batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka. Pada tahun 1866 Pulau Papua berada dalam jajahan Belanda, Jerman dan Inggris. Wilayah timur Papua yang dikuasai oleh Jerman dan Inggris dikenal dengan nama Papua New Guinea. Sedangkan wilayah barat Papua yang dikuasai oleh Belanda diberi nama Papua Barat (Netherland New Guinea). Logisnya, semenjak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dari Hindia Belanda, otomatis status Papua Barat berubah menjadi wilayah Republik Indonesia. Artinya, secara de jure, (mengacu pada azas Uti Possedetis Juris) sejak 17 Agustus 1945 wilayah bagian barat Pulau Papua (West Papua atau Nederland Nieuw Guinea) resmi menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, Belanda berat melepaskan Papua Barat ke dalam NKRI dengan alasan adanya perbedaan etnis dan Jayapura memiliki kesamaan topografi dengan pantai utara Belanda. Kondisi politik tersebut membawa Papua ke dalam berbagai perjanjian, seperti Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Perjanjian New York (1962), Pepera (1969), dan finalisasinya dalam Sidang Majelis Umum PBB tanggal 19 November 1969.

Adanya pergerakan-pergarakan dari kelompok separatis Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia, sebenarnya adalah tindakan yang sia-sia. Perjuangan yang mereka lakukan semata-semata hanyalah dimanfaatkan oleh pihak kepentingan, baik dari dalam maupun luar untuk menjual nama Papua. Salah satunya adalah organisasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Organisasi tersebut mendukung sepenuhnya kemerdekaan Papua serta mendukung United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) menjadi anggota penuh di MSG. Namun dukungan tersebut rasanya hanya menjadi sia-sia juga. Faktanya, masyarakat Papua serta para mantan anggota OPM tidak menyetujui adanya gerakan KNPB dan bergabungnya ULMWP ke dalam MSG. Alasan penolakan yang mereka lakukan adalah bahwa perjuangan yang dilakukan KNPB hanya untuk kepentingan separatisme dan bukan untuk masyarakat Papua. Hal tersebut berdasar karena perjuangan yang dilakukan oleh organisasi tersebut mendapatkan dukungan dana dari pihak asing, sehingga secara tidak langsung terdapat kepentingan asing dari organisasi tersebut untuk memerdekakan Papua.

Penjelasan di atas dipertegas dengan adanya pengakuan dari mantan anggota OPM. Menurutnya, KNPB memiliki keanggotan yang tidak jelas dan hanya bisa membuat resah serta menipu generasi muda dan masyarakat Papua. Selanjutnya, isu kemerdekaan selama ini dimanfaatkan oleh salah satu anggota ULMWP hanya untuk membohongi orang Papua. Pada kenyataannya, isu Papua Merdeka adalah sebagai batu loncatan untuk memperkaya diri dari bantuan beberapa sponsor luar negeri. Selain itu, adanya maklumat yang mengatakan masyarakat Papua 100 persen mendukung organisasi sayap ULMWP, hanyalah isu yang dihembuskan organisasi KNPB  yang tidak paham sejarah Papua.

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, sudah sangat jelas bahwa perjuangan Papua merdeka hanya sisa-sisa kamuflase dari penjajah Belanda di tanah Papua. Perbedaan etnis serta warna kulit bukan alasan bagi masyarakat Papua Barat untuk melepaskan diri dari wilayah kedaulatan NKRI. Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk, heterogen, yang mampu membuat iri negara-negara lain. Bagaimana bisa keanekaragaman yang ada di Indonesia berkumpul menjadi satu dengan konflik yang sangat minim.

Sungguh berat tugas pemerintah dan generasi muda saat ini untuk tetap mengajak saudara kita yang berada di Papua tetap bergabung ke dalam NKRI. Pemerintah perlu terus melakukan pemerataan pembangunan di tanah Papua agar semua fasilitas dapat terintegrasi dengan baik dan efisien. Generasi muda Papua merupakan bagian dari NKRI, bagaimana mereka merasa manjadi bagian dari NKRI jika masih ada ketidakadilan dan ketidakmerataan. Oleh sebab itu, menjadi perhatian bagi pemerintah untuk meratakan pendidikan, pembangunan, serta kesejahteraan di tanah Papua. Selain itu, generasi muda saat ini perlu terus menanamkan semangat Pancasila di dalam hati sanubari masing-masinng. Dengan semangat Pancasila dan nilai-nilai luhurnya, perbedaan bukanlah hambatan untuk mencapai persatuan. “Bhinneka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetapi tetap satu juga, itulah semboyan agar kita selalu ingat dan sadar bahwa kita adalah saudara, bahwa kita adalah satu bagian dari Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Ade Maulana

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER