Jimmy Usfunan Raih Gelar Doktor Termuda di Unud

  • 26 Mei 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 5562 Pengunjung

Denpasar, suaradewata.com - Dr. Jimmy Z Usfunan, S.H., M.H., menahbiskan dirinya sebagai doktor termuda pada usia 29 tahun, yang dicetak Universitas Udayana (Unud). Ini dipastikan, dalam Ujian Terbuka Promotor Doktor di Kampus Unud, Senin (25/5).


Pada kesempatan tersebut, Jimmy sukses mempertahankan disertasinya berjudul "Konsep Kepastian Hukum dalam Penyelenggaraan Pemerintahan". Kesuksesan ini menempatkan pria kelahiran Denpasar 12 Oktober 1985 ini, menjadi doktor kedua yang lahir pada Progam Studi  Ilmu Hukum dan doktor ke-449 Program Pasca Sarjana Unud.

‪Putra pertama guru besar Unud Prof. Dr. Drs. Yohanes Usfunan, S.H., M.H., itu sangat berbahagia dengan raihannya ini. Sebab selain menabiskan diri sebagai doktor termuda, Jimmy juga berhasil meraih predikat Cumlaude.

Jimmy berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan Pimpinan Sidang Ujian Terbuka, Direktur Program Pascasarjana Unud Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, Sp.S(K), Kopromotor Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., M.S., Kopromotor I Prof. Dr. I Wayan Parsa, S.H., M.H., dan Kopromotor II Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H.

Beberapa Penyanggah dalam Ujian Terbuka ini, di antaranya Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S., Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, Dr. I Nyoman Suyatna, S.H., M.H., Dr. I Gede Marhaendra Wija Atmadja, S.H., M.H., dan Dr. I Putu Gede Arya Sumertayasa, S.H., M.H. 

Kepada wartawan usai sidang terbuka tersebut, Jimmy menjelaskan latarbelakang disertasi yang diangkatnya untuk meraih gelar doktor tersebut. Mantan aktivis PMKRI ini menyebut, konsep kepastian hukum yang diangkatnya ini berkaca dari banyaknya Undang-Undang dan Peraturan Daerah (Perda) yang dibatalkan.

Menurut ayah satu anak ini, dalam kurun waktu tahun 2003-2015 terdapat 159 UU yang dibatalkan Makamah Konstitusi dan ribuan Perda yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri. 

"Hal ini menunjukan UU yang dihasilkan oleh badan eksekutif maupun legislatif tidak memiliki kepastian hukum," paparnya.

Padahal, demikian Jimmy,  dalam konstitusi sudah dijelaskan bahwa UU harus menjamin kepastian hukum. "Tetapi ketika dibatalkan, di sini menunjukkan adanya ketidakpastian hukum,” tegasnya.

Jimmy menambahkan, dalam kontitusi, UU yang dihasilkan harus mempunyai kepastian hukum. Untuk itu, dengan metode yang dibangun dalam disertasi ini, bisa menghasilkan UU dan Perda yang menjamin kepastian hukum sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi.

Konsep kepastian hukum dalam pembentukan UU dan Perda yang dipaparkan dalam disertasinya, mencoba membangun argumentasi dari antitesis ketidakpastian hukum. Seperti mengenai kelemahan hukum tertulis, yang tidak dapat menjangkau kasus-kasus yang kompleks atau generalisasi terhadap semua orang dengan kasus yang sama, padahal memiliki fakta yang berbeda.

"Akibatnya, hukum sebagai suatu aturan yang mengabaikan nilai keadilan," ungkap Jimmy.

Ketidakpastian hukum, imbuhnya, juga bisa ditunjukkan dengan adanya kekosongan hukum terhadap kasus-kasus lain, ketidakjelasan aturan serta konflik norma dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. "Kasus semacam ini yang menjadi kelemahan hukum tertulis itu sendiri," ujarnya.

‪Dalam hal peraturan perundang-undangan tidak dapat menjangkau kasus-kasus berat, memang perlu disadari keterbatasan manusia membuat aturan yang kompleks. Ini mengingat setiap aturan akan berkembang ketika berhadapan dengan masalah pada realita. 

Namun, kata Jimmy, bukan berarti bahwa perancang undang-undang dan peraturan daerah terpaku dengan stigma ini. Di sini, perancang atau drafter undang-undang dan perda harus berpikir secara mendalam mengenai kasus-kasus yang didapatkan dalam fakta yang ada maupun memprediksi kasus-kasus yang terjadi ke depan.

"Caranya, melalui upaya mencari kelemahan-kelemahan dari aturan yang dibuatnya itu dengan pengujian publik," urainya.

‪Ia berpandangan, dengan semakin banyaknya publik dilibatkan untuk berpartisipasi, maka akan semakin memperkaya kajian-kajian normatif maupun empirik dari aturan tersebut. san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER