Hikmah Kisruh KPK VS Polri, Modal Melahirkan Orang Suci

  • 05 Februari 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 6902 Pengunjung

Opini, suaradewata.com- Beberapa hari ini, masyarakat terus disibukkan dengan pemberitaan tentang konflik antara KPK VS Polri. Banyak asumsi yang mengatakan bahwa konflik tersebut bukan murni proses hukum, namun terdapat muatan politis di dalamnya.

Kisruh antara KPK VS Polri tersebut bermula dari penetapan Kompol Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka sehari sebelum di lakukannya fiet and propertest oleh DPR RI. Meskipun, menurut Pakar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita bahwa penetapan tersebut cacat hukum dimana terkesan buru-buru dan penetapan tersangka BG hanya dilakukan oleh empat komisioner KPK tak sesuai dengan asas kolektif yang tercantum  dalam Undang Undang KPK Nomor 30 tahun 2002.

Kisruh tersebut semakin memanas setelah pihak kepolisian menangkap Bambang Widjojanto (BW). Terkait hal tersebut Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Saur Siagian mengatakan penetapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka telah mencederai profesi advokat. Menurutnya penetapan BW sebagai tersangka adalah ketika dia praktik sebagai advokat. Dalam UU Advokat, advokat sebagai penegak hukum, mestinya BW dilaporkan kepada organisasinya.

Terlepas dari itu semua, konflik tersebut kini telah menjadi konsumsi publik dan biarkan publik yang menilai sendiri siapa yang salah dan siapa yang benar. Namun Demikian, proses hukum harus tetap berjalan dan dilakukan secara bertanggung jawab.Artinya setiap lembaga peradilan tetap harus melakukan proses hukum terhadap oknum yang disangkakan.

Hal ini sangat diperlukan karena korupsi merupakan tindak kejahatan yang menghancurkan hak ekonomi dan hak sosial masyarakat. Untuk itu, penanganan masalah korupsi harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Agar tercipta rasa keadilan, hukum harus independen dari pengaruh apapun, terutama politik. Hukum harus kembali pada koridornya, adil, tidak pandang bulu dan bersifat mengikat serta tidak pandang buku pada siapapun.

Setidaknya ada tiga faktor yang berperan penting dalam penuntasan kasus korupsi. seperti, pemberitaan Media Massa, pengaduan masyarakat dan temuan pihak institusi penegak hukum sendiri. Apabila diantara tiga sumber ini mampu berjalan maksimal, maka penuntasan kasus korupsi akan berjalan dengan baik. Dalam upaya penuntasan kasus korupsi, informasi media dan masyarakat sangat berpengaruh dan membantu pihak lembaga peradilan. Meski pihak peradilan tidak gegabah dalam menindak lanjuti informasi yang di dapat. Namun setidaknya lembaga peradilan memiliki sumber yang baik untuk bertindak menuntaskan kasus korupsi di Indonesia.

Seperti yang dikatakan oleh pengamat hukum Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar bahwa semua warga negara Indonesia baik sipil maupun aparatur pemerintah, termasuk anggota Polri maupun TNI, sudah saatnya harus taat dan patuh terhadap hukum negara. Begitu pula dengan anggota KPK, apabila terbukti berhsalah tentu harus dihukum sesuai UU yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, setidaknya kasus yang menimpa BG dan BW tersebut juga memberikan gambaran bahwa tidak ada orang yang kebal hukum. Semua orang yang berkaitan dengan uang negara dapat terpengaruh untuk melakukan tindak korupsi. Meskipun orang tersebut adalah seseorang yang berkewajiban menuntaskan tindak korupsi di negara kita tercinta ini.

Mengacu pada hal tersebut, sudah saatnya pemerintah melakukan bersih-bersih di tubuh aparatur negara, tanpa pandang bulu, terutama di tubuh aparatur penegak hukum. Apabila terdapat anggota KPK, Polri ataupun kejaksaan yang tersangkut kasus korupsi tidak serta merta melunturkan semangat pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus yang menimpa BG dan BW ini seharusnya justru menjadi motivasi guna pendewasaan cara berfikir untuk melahirkan orang suci, orang-orang yang berjiwa kenegarawanan. Orang-orang yang tidak mudah terbujuk melakukan korupsi, namun justru melahirkan orang-orang yang berani mengatakan tidak pada korupsi.

Dharma Sastra Aji : Penulis adalah pemerhati masalah hukum, aktif pada Lembaga Hukum Persada Bangsa.

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER