Papua Lebih Penting Dari Benny Wenda

  • 15 Januari 2016
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3134 Pengunjung

Opini, suaradewata.com- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso mengemukakan niatnya untuk melakukan pendekatan lunak terhadap Benny Wenda seperti yang juga diterapkan kepada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka Din Minimi yang kini mengakhiri pemberontakannya dan bersedia bekerjasama dengan pemerintah RI. Namun, pemimpin Gerakan Pembebasan Papua dan Juru Bicara United Liberation Movement for West Papua, Benny Wenda, menyatakan tidak takut dengan Badan Intelijen Negara Republik Indonesia. Bahkan dengan sarkartis, Tapol/Napool yang kini tinggal di London, Inggris, sejak 2003 setelah setahun sebelumnya kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura menyebut Kepala BIN Sutiyoso bersikap kekanak-kanakan, abai, dan tidak bijak dalam menghadapi persoalan Papua.

“Saya tidak takut dengan metode apapun yang akan digunakan intelijen Indonesia terhadap saya. Mereka tak dapat menghentikan saya memperjuangkan hak-hak fundamental rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri,” kata Benny yang  melarikan diri saat proses persidangan terkait dakwaan terhadap dirinya telah melakukan penyerangan ke kantor polisi di Abepura belum usai, dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.

Benny juga mengkritik jawaban Sutiyoso saat ditanya wartawan tentang metode apa yang bakal digunakan BIN untuk mendekatinya jika pendekatan lunak ditolak oleh dia.

Benny Wenda bukan figur tunggal

Sebenarnya berbicara tentang integrasi Papua ke Indonesia sudah tuntas baik secara hukum nasional ataupun hukum internasional. Marak dan berlanjutnya permasalahan Papua sekarang ini disebabkan karena adanya upaya-upaya internasionalisasi oleh berbagai kalangan di Papua dan luar Papua seperti Benny Wenda cs yang merasakan bahwa diri dan kelompoknya “tidak mendapatkan untung” dengan bergabungnya Papua ke NKRI.

Disamping itu, berlanjutnya permasalahan di Papua sekarang ini juga kemungkinan adanya permainan dari berbagai kelompok manusia yang sebenarnya tidak menginginkan Papua aman dan damai. Mereka melakukan hal tersebut untuk kepentingan mencari keuntungan ekonomi dan politik bagi dirinya sendiri.

Sebenarnya soliditas diantara para kelompok pendukung “Papua Merdeka” tidak sehebat yang mereka kampanyekan, karena baik “sayap militer” ataupun “sayap politik” yang memperjuangkan “Papua Merdeka” sangat lemah, sangat rentan dan komunikasi tidak intens dilaksanakan, bahkan ada perpecahan diantara mereka. Dan, yang lebih penting adalah tidak ada tokoh sentral atau tidak ada figur tunggal dalam kepemimpinan “Papua Merdeka”, karena semuanya ingin disebut sebagai “bos”.

Menurut dugaan Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo. “Itu dari kelompok Yambi di bawah pimpinan Goliat Tabuni. Goliat Tabuni ialah Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN).  Victor Yeimo mengatakan ada beberapa kelompok bersenjata yang dominan di Papua, antara lain kelompok Moris, Purin Wenda, dan Yambi. Semua kelompok itu ada di bawah pimpinan Goliat Tabuni.

Menurut beberapa sumber terbuka, kalangan pengamat masalah Papua serta rumors yang ada, TPN OPM sendiri juga tidak kuat dan sudah pecah, setidaknya ada tiga kelompok OPM yaitu OPM yang dipimpin Goliath Tabuni yang konon banyak berjuang di daerah pegunungan-pegunungan di Papua, OPM dipimpin MW yang konon banyak berjuang di daerah perbatasan dan OPM yang dipimpin HRO yang konon mengangkat senjata di daerah-daerah pantai mulai Sorong sampai Jayapura. Konon, ketiga kelompok OPM bersenjata tersebut tidak mengenal dan tidak mengakui sosok Benny Wenda beserta segala tingkah lakunya, bahkan konon mereka menilai Benny Wenda yang eksil di Inggris sebagai sosok pengecut, karena melarikan diri dari Lapas Abepura sebelum menjalani persidangannya.

Memang harus diakui bahwa kiprah Benny Wenda di tataran internasional juga lumayan hebat, karena konon yang bersangkutan “berhasil” mengembangkan sel-sel OPM karena kecanggihannya berpropaganda, melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu Free West Papua Campaign. Benny Wenda juga telah “menggalang” beberapa senator di Inggris terutama dari Partai Buruh dan Partai Hijau yang merupakan faksi minoritas di parlemen Inggris.

Tidak mengherankan jika Partai Hijau mendukung Benny Wenda, karena partai ini sering mempropagandakan atau “memperjualbelikan” isu-isu marjinal. Oleh karena itu, dukungan parpol tersebut sebenarnya juga hanya “lips service” saja, karena seandainya mereka menjadi penguasa di parlemen Inggris tetap saja tidak akan mendukung “kemerdekaan” Papua, sebab diakui atau tidak ada konvensi dalam hukum internasional bahwa tidak dibenarkan sebuah negara terlibat dalam pelepasan suatu wilayah yang menjadi wilayah sah negara yang berdaulat.

Sejahterakan Rakyat Papua

Keinginan Kepala BIN, Sutiyoso untuk “mendekati” Benny Wenda harus diterjemahkan sebagai langkah untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai, dialog dan beradab sesuai arahan Presiden Jokowi, namun jika Benny Wenda (BW) menolaknya, maka tidak masalah sebab BW sekali lagi bukan figur tunggal atau tokoh sentral  dalam “perjuangan” Papua.

Menurut pengamat masalah internasional dari Galesong Institute, Erlangga Pratama “Indonesia’s embassy staff in England must be got information  about Benny Wenda’s effort to get his assylum status there. If he got those status, it was difficult to nabbed him even through Interpol. For another OPM’s leader who is agree to surrender, we must take a tender approach to them. Last but not least, Indonesia might reconsider in the context diplomatic relationship with countries which allegedly have an ambivalent policy related with Papua. To preserve diplomatic relationship with those countries, still  just a perilous for our national integrity. Eventough actually, English people doesn’t care to the person like Benny Wenda. There are many assylum seekers from around the world in England. The most important is to prevent any contact with the people of Papua in Papua”.

Mengacu kepada pendapat diatas, maka menyejahterakan ekonomi masyarakat Papua dan mengelola kekayaan alam yang melimpah di Papua untuk kesejahteraan masyarakat Papua jauh lebih penting daripada “mendekati” Benny Wenda. Jika pabrik sagu, pembangunan rel kereta dan perbaikan infrastruktur berhasil direalisasikan oleh pemerintah dengan dukungan masyarakat Papua, maka lama kelamaan “perjuangan” Benny Wenda akan sia-sia belaka. Disamping itu, sebenarnya peranan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Papua sangat besar dalam masalah penanganan OPM ini, karena siapa tahu diantara mereka memiliki resep jitu untuk mengajak anggota TPN OPM untuk “turun gunung” dan bersama-sama membangun Papua, namun sebaliknya jangan sampai ada oknum pemerintah daerah yang malah “bekerjasama” dengan OPM, karena itu sama artinya mereka telah menggadaikan amanah rakyat Papua yang dititipkan kepada mereka saat Pilkada. Semoga hal ini tidak terjadi. Ayo bekerja untuk Papua. Selamat tinggal TPN OPM dan selamat tinggal Benny Wenda.

Toas H.,  Penulis adalah peneliti di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi (LAPD).

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER