Buntu, Masalah Pengelolaan Air Bersih Di Desa Panji

  • 05 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 2853 Pengunjung

Buleleng, suaradewata.com – Kelian Adat Desa Panji, Gusti Nyoman Tiga, menyerahkan konfik pengelolaan air bersih di daerahnya kepada proses formal. Hal tersebut disampaikan Tiga ketika dikonfirmasi terkait batas waktu yang ditetapkan perwakilan warga kepada pengurus lembaga desa sampai dengan tanggal 10 Desember 2015.

“Kami sudah tua semua dan kurang mengerti masalah hukum. Sehingga, peran generasi muda serta pihak-pihak yang mengerti sangat kami harapkan untuk meluruskan pengelolaan yang selama ini dinilai salah,” ungkap Tiga.

Menurutnya, untuk membicarakan permasalahan pengelolaan air bersih di desa yang menjadi bagian dari badan usaha milik desanya, tentu tidak hanya semata mendasar pada keinginan masyarakat serta pemilik badan usaha saja. Namun, lanjutnya, tentu harus mengakomodir seluruh pihak khususnya kepentingan masyarakat serta pembangunan di desa pula.

Di sisi lain, salah satu dari perwakilan warga, Gusti Agus Saputra Jaya (33), warga Banjar Dinas Dauh Pura mengatakan, pihak tetap akan melakukan penuntutan terhadap pengelolaan air bersih yang selama ini dinilai sangat kurang dan tidak berkeadilan.

“Berdasarkan kajian dan analisa dari tim yang ada saat ini bergerak dan merupakan perwakilan warga, ada bentuk regulasi dalam peraturan desa yang tidak mengakomodir kepentingan Desa Adat selaku salah satu pemilik dari asset dalam badan pengelolaan air bersih  itu,” ungkapnya.

Dikatakan, beberapa fakta yang ditemukan dalam investigasi tim adalah adanya hasil keuntungan yang dibagi-bagikan bukan kepada pemilik asset bahkan aturan yang ternyata telah direkayasa pemberlakuannya sejak tahun 2011 silam.

Menurutnya, ada peluang yang diberikan dan sangat merugikan masyarakat maupun pihak desa adat dalam pemberlakuan Peraturan Desa nomor 4 tahun 2011 termasuk peraturan desa nomor 8 tahun 2014 berkaitan dengan pengelolaan air bersih.

“Kami hanya ingin itikad baik saja dari pihak-pihak yang duduk di lembaga desa baik adat maupun dinas atas pengelolaan air bersih. Pasalnya, selama ini bukan sekedar masyarakat desa yang telah banyak dirugikan melainkan pihak adat juga yang hanya mendapat pembagian lima persen dari hasil keuntungan pengelolaan,” ujar Agus menegaskan.

Permasalahan pengelolaan air bersih oleh Badan Pengelola Air Bersih (BPAB) Desa Panji beberapa waktu lalu telah menimbulkan gejolak. Mulai dari air yang sering tidak mengalir akibat masuknya pengembang perumahan ke wilayah desa tersebut hingga pada regulasi aturan yang dirasakan sangat merugikan.

Masyarakat Desa melalui beberapa perwakilannya telah tiga kali mendatangi kantor Kepala Desa Panji untuk menuntut adanya perubahan melalui sebuah gerakan yang dinamai Gerakan Panji Sakti Bangkit.  Pada tanggal 16 November 2015 pihak pemerintahan desa dinas melalui Kepala Desa telah melakukan pertemuan yang dihadiri oleh warga, pengurus lembaga desa adat dan dinas, termasuk tiga investor perumahan di wilayah Desa Panji.

Hasil pertemuan tersebut ternyata tidak memutuskan hasil apapun sehingga ketidak puasan masyarakat sehingga menuntut agar petisi yang ditanda tangani tanggal 10 November 2015 untuk segara direalisasi oleh lembaga-lembaga baik adat maupun dinas.

Beberapa isi dari petisi tersebut menuntut kepada lembaga desa untuk melakukan audit keuangan dan membentuk peraturan baru pengganti peraturan desa nomor 8 tahun 2014. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar Desa Adat mendapatkan haknya sebesar 40 persen dari hasil keuntungan pengelolaan setiap tahunnya.

“Yang jelas, mulai dari undang-undang tentang desa, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri pun telah menunjuk aturan perundang-undangan sebagai barometer untuk menentukan tata cara pengelolaan badan usaha milik desa. Kami ingin aturan di atas betul-betul digunakan sehingga tidak merugikan masyarakat serta pemilik asset,” kata Agus.

Ketika dikonfirmasi terkait hal yang akan dilakukan andaisaja pihak lembaga desa tidak melaksanakan tuntutan dari masyarakat melalui perwakilannya, Agus menegaskan pihaknya telah mempersiapkan langkah-langkah yang tentunya berdasarkan mekanisme perundang-undangan.

“Kami bukan masyarakat bodoh lagi yang hanya bisa demo atau aksi pengerahan masyarakat. Tim kami pun banyak yang faham dengan aturan perundang-undangan. Dan tentu akan menempuh jalur yang lebih elegant daripada sekedar demo,” pungkas Agus.

Disisi lain, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buleleng, Ketut Susila Umbara, yang berdomisili di kawasan konflik dingin tersebut mengatakan perlu ada pengelolaan yang tentu professional. Menurutnya, sudah sepatutnya pihak terkait yang melakukan pengelolaan termasuk pihak pemerintahan setempat untuk melakukan studi banding ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) milik pemerintah Kabupaten Buleleng.

Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu cara yang paling sederhana untuk mendapat kejelasan terkait pengelolaan air bersih yang akan dikonsumsi masyarakat di Desa Panji.

“Andai kata nantinya ada solusi, tentu berdasarkan kajian-kajian jelas dari pihak-pihak berkompeten dan salah satunya adalah PDAM Kabupaten Buleleng,” papar Susila ketika dikonfirmasisuaradewata.com.

Berkaitan dengan langkah pihak desa khususnya pemerintahan dinas atas batas waktu hingga tanggal 10 Desember 2015, Kepala Desa Panji, Nyoman Sutama, belum bisa dikonfirmasi.gus


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER