Aset di Bali Hyatt Terancam Hilang, DPRD Bali "Adili" BPN

  • 04 Desember 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3006 Pengunjung
Denpasar, suaradewata.com - Aset berupa tanah milik Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt, Sanur, semakin tak jelas. Bahkan aset milik daerah berupa lahan seluas 2,5 hektar itu, terancam hilang.
 
Untuk menelusuri nasib aset ini, Pansus Aset DPRD Bali menggelar rapat dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali, di Gedung Dewan, Kamis (3/12). Selain BPN Bali, hadir pula dalam rapat ini Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Provinsi Bali, Biro Aset Pemprov Bali dan PT Wyncorn Bali.
 
Menariknya, rapat yang berlangsung hampir tiga jam itu berlangsung tegang, karena diwarnai adu argumentasi antara anggota Pansus DPRD Bali dengan BPN Bali. Pansus misalnya menuding, BPN Bali adalah "biang kerok" di balik terancam hilangnya aset milik Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt.
 
Bahkan BPN Bali dibuat tak berkutik, ketika anggota Pansus DPRD Bali Dewa Nyoman Rai, membeberkan berbagai data untuk mementahkan argumentasi yang terkesan membela diri dari BPN Bali. "BPN Bali ini kacau balau! Ngomongnya seolah-olah benar! Sertifikat yang dikeluarkan over lapping! Itu cacat hukum!" berang Dewa Rai.
 
Pernyataan politisi PDIP asal Buleleng itu, langsung disanggah oleh pihak BPN Bali. Akibatnya perdebatan panjang dan menegangkan pun tak terelakkan. Beberapa kali, antara anggota Pansus DPRD Bali dengan BPN Bali bahkan saling memotong pembicaraan.
 
Di tengah perdebatan tersebut, Dewa Rai menegaskan, proses penerbitan sertifikat HGB oleh BPN Bali dinilai cacat hukum. Dewa Rai bahkan membacakan sejumlah data terkait kejanggalan dalam proses pengerjasamaan aset Pemprov Bali itu yang dimulai tahun 1972 hingga menyangkut hilangnya aset Pemprov Bali tersebut.
 
"Proses pengurusan HGB atas tanah untuk pembangunan Hotel Bali Hyatt yang didalamnya ada tanah aset Pemprov Bali seluas 2,5 hektar masuk di BPN Bali pada tanggal 8 Mei 1972. Lalu pada 10 Mei 1972, terbit HGB 4 dan HGB 5," beber Dewa Rai, yang juga Sekretaris Komisi I DPRD Bali itu.
 
Atas tuduhan ini, BPN Bali menjelaskan bahwa pihaknya menerbitkan sertifikat HBG tahun 1972 berdasarkan SK Mendagri dengan jangka waktu 70 tahun. Mendagri mengacu pada Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset tahun 1972, oleh Gubernur Bali ketika itu. Selanjutnya pada tahun 2002, BPN Bali menerbitkan sertifikat HGB untuk memperpanjang HGB tersebut berdasarkan SK Kakanwil BPN Bali tahun 2002.
 
Penjelasan BPN ini, kembali memantik reaksi keras anggota Pansus DPRD Bali, Nyoman Adnyana. BPN Bali, kata politisi PDIP asal Bangli itu, hanya mengacu pada SK Mendagri, tapi tak mengantongi domumen berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset yang menjadi acuan Mendagri mengeluarkan SK. Pasalnya, hingga kini tak pernah ada dokumen berupa Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan aset.
 
"Bagaimana bisa menerbitkan sertifikat HBG kalau bukti Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset itu tidak ada. Kok, hanya mengacu pada SK Mendagri?" tegas Adnyana.
 
Di sisi lain, pihak BPN mengakui belum menemukan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Aset tersebut. Berbagai dalih pihak BPN Bali untuk membela diri ini pun selalu dimentahkan anggota Pansus. Begitu pula saat pihak BPN Bali mengungkapkan hasil gelar perkara di Jakarta untuk meyakinkan Pansus DPRD Provinsi Bali. Pasalnya, penjelasan tersebut tak didukung data.
 
Lantaran BPN Bali terus disodok, Ketua Pansus Aset DPRD Bali Wayan Gunawan, yang memimpin rapat tersebut menyudahi episode anggota Pansus "mengadili" BPN Bali kali ini. Rapat pun deadlock, tanpa keputusan. Pansus Aset akan kembali mengagendakan rapat lanjutan dengan BPN Bali, dengan meminta pihak BPN Bali menyiapkan data-data pada pertemuan berikutnya.
 
Dikonfirmasi usai rapat, Wayan Gunawan menjelaskan, pihaknya melakukan penelusuran data-data faktual aset Pemprov Bali di Hotel Bali Hyatt. "Ada surat pernyataan gubernur tahun 1971 bahwa tanah DN71 seluas 0,875 hektar dan DN72 seluas 1,650 hektar (totalnya 2,5 hektar, red) sebagai penyertaan modal dalam pembangunan Hotel Bali Hyatt," sebutnya.
 
Persoalannya, lanjut Gunawan, Pemprov Bali tidak pernah menerrima deviden. Celakanya, tiba-tiba di kemudian hari ada Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset, diganti jadi saham. Tapi Pemprov Bali sampai sekarang tidak mengetahui adanya saham itu.
 
Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset itu yang menyebabkan aset Pemprov Bali jadi hilang di Hotel Bali Hyatt. "Tapi surat pernyataan itu tak pernah ditemukan. Tiba-tiba ada SK Mendagri, dan BPN Bali kemudian menerbitkan sertifikat HGB. Kalau Surat Pernyataan Pelepasan Hak Pengelolaan Aset itu ada, masalah ini clear. Jadi yang dilakukan Pansus adalah menelusuri data-data faktual itu. Kita belum fokus ke saham," pungkasnya.san

TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER