Riniti: Politik Itu Tidak Kotor

  • 29 November 2015
  • 00:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2736 Pengunjung

Denpasarsuaradewata.com - Pengamat sosial politik Dr. Luh Riniti Rahayu, menegaskan, politik itu tidak kotor. Politik sesungguhnya adalah sebuah proses untuk mewujudkan kesejahteraan.

Menurut Dosen Fisipol Universitas Ngurah Rai Denpasar ini, jika muncul "noda hitam" dalam aktivitas politik, maka hal tersebut bukan berarti bahwa politik itu memang kotor. "Noda hitamnya itu yang disingkirkan dan bukan malah menajiskan politik," ujarnya, saat tampil sebagai narasumber dalam seminar di Wantilan DPRD Bali, Sabtu (28/11).

Untuk menghilangkan stigma bahwa politik itu kotor, mantan Komisioner KPU Bali ini meminta mahasiswa yang sebagian besar adalah pemilih pemula, untuk terlibat aktif dalam pemilu, termasuk pilkada serentak tahun ini. "Dengan demikian, proses pilkada bisa menghasilkan pemimpin yang sesuai harapan rakyat," tandas Riniti, dalam seminar yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Denpasar itu.

Ia juga meminta pemilih pemula, untuk menjadi pemilih yang cerdas. Nasib rakyat lima tahun memudian, menurut dia, sangat ditentukan oleh proses pilkada. Karena itu, kesadaran kritis pemilih (pemula) akan menjadi langkah awal untuk menentukan pilihan.

Ia juga mengajak, agar dalam menentukan pilihan, pemilih harus memiliki mindset perubahan yakni sebuah cita-cita luhur bahwa pilkada adalah salah satu proses politik untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. "Perlu juga bagi mahasiswa untuk mengajak masyarakat agar peduli pada pemilu. Mari kita ubah cara pandang kita bahwa politik itu kotor," tegas Riniti.

Pada kesempatan tersebut, Direktur LSM Bali Sruti itu juga mengingatkan agar perlu waspada terhadap kemungkinan masih adanya praktik politik uang (money politic) yang dilakukan pasangan calon bupati/ wakil bupati maupun wali kota/ wakil wali kota pada pilkada serentak mendatang.

"Gerakan politik uang yang dilakukan pasangan calon bupati dan wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota, bisa terjadi. Namun masyarakat harus cerdas menentukan pilihannya pada pilkada 9 Desember 2015," ucapnya.

Ia menyebut, praktik politik uang sudah menjadi kultur demokrasi di Indonesia. Dan upaya untuk menghapus kultur buruk tersebut tidaklah mudah. Karena itu, penyelenggara pemilu harus bertindak berani dan tegas untuk membersihkan 'noda hitam' demokrasi di Tanah Air.

"Karena itu dibutuhkan penyelenggara pemilu yang tegas dan berani. Jika tidak, money politic akan terus terjadi saat pilkada," pungkas Riniti.san


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER