Tinggal di Gubug Reot, Hidupi 3 Anak dan 2 Keponakan

  • 24 November 2015
  • 00:00 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 5162 Pengunjung

Tabanan, suaradewata.com – Mengenaskan. Pasangan suami istri (pasutri) Nengah Simpen,40 dan Ni Nyoman Kariani,45 hidup serba keterbatasan. Dia hidup dirumah reot mirip kandang dan sangat tidak layak huni karena beratapkan seng, berdinding papan, dan bilahan bambu di Banjar Margasar, Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. Ditengah desakan ekonomi, pasutri itu juga harus menghidupi tiga anaknya, dua keponakan dan satu ibu kandung dengan menjual canang dan buruh serabutan. Itu berjalan sudah sebelas tahun lebih.

Dalam kamar berukuran 3 meter kali 4 meter, pasutri itu harus tidur dengan tiga anaknya yakni Putu Legawa,11,  Made Juliarta,5 dan Kadek Jeli Artini,16. Kadek Jeli Artini merupakan  anak Kariani dari perkawiananya yang pertama.  Sementar ibu kandung Kariani yakni Ni Ketut Dorni,59 ibu kandung Kariani beserta dua keponakanya Putu Suastika,13 dan Komang Ayu Sepitri,11 tinggal satu halaman dengan bangunan yang berbeda namun tidak kalah reootnya. Pasalnya atapnya banyak yang bocor dan tidak layak huni.

Saat disambangi awak media Selasa ( 24/11), Kariani sedang  mengerjakan pesanan banten ceper dibantu ibunya Ketut Dorni. Kariani tampak kaget saat awak media bertandang ke rumahnya. Meski agak bingung dengan kedatangan media, Kariani kemudian menceritakan kisah hidupnya yang sudah 11 tahun hidup serba kekurangan. Kata dia pasca bercerai dengan suaminya yang pertama, dia kembali pulang ke rumah asalnya  di Banjar Margasari, Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan. Dari pernikahannya yang pertama dia memiliki dua anak perempuan. Yang pertama diasuh oleh mantan suaminya di Batungsel, sedangkan anak yang kedua Ni Kadek Jeli Artini hidup bersama dirinya.  Setelah bercerai dengan suaminya Kariani memutuskan untuk kembali tinggal di rumahnya bersama ibunya Ni Ketut Dorni yang hidup sebatang kara. “Bapak saya sudah meninggal 15 tahun lalu, sehingga ibu saya hidup sendirian, setelah bercerai saya memilih kembali pulang,” bebernya. Selang beberapa tahun Kariani kemudian menikah dengan Nengah Simpen,40 asal Karangasem. Dua keponakanya adalah anak dari adik dari Kariani yakni Ketut Ardiana,35. “Dua keponakan saya ini ibunya sudah meninggal jadi mereka  tinggal bersama saya dan neneknya disini,” tandasnya.

Nengah Simpen yang bekerja  sebagai buruh dengan penghasilan yang pas-pasan, begitu juga dengan Kariani yang mengandalkan hidup dari membuat dan menjual canang. Kerena hanya cukup untuk makan, keponakannya Putu Suastika hanya tamat SMP tidak melanjutkan sekolah karena biaya. “ Tidak ada biaya saya tidak bisa sekolah,” jelasnya lirih. Sementara itu Ni Kadek Jeli Artini bekerja sebagai buruh di pasar Pujungan. Sementara anaknya Putu Legawa, 11 kini duduk di bangku kelas 4 SD bersama keponakanya Ni Komang Ayu Sepitri ,11. Biaya hidup per hari untuk dirinya anak, keponakan dan ibunya mencapai 75 ribu. Sementara itu penghasilanya hanya pas-pasan. “Hanya mampu bertahan hidup saja sudah syukur bagi kami,” jelasnya.

 Diakuinya, selama ini ia telah mendapatkan bantuan beras miskin, maupun layanan JKBM. Namun ia sangat berharap mendapatkan bantuan bedah rumah. Sehingga bisa tinggal di tempat yang layak. “Kami sangat berharap sekali mendapatkan bantuan bedah rumah,” katanya penuh harap.

Sementara itu Sekertaris Desa Pujungan, I Gd Anom Agus Sumantri menjelaskan kondisi rumah Kariani dan Dorni sudah beberapa kali diusulkan mendapatkan  bedah rumah. Baik itu kepada pemerintah daerah maupun provinsi. “Namun sampai saat ini belum ada jawaban,” jelasnya.  Sumantri menambahkan tahun ini pihaknya kembali mengusulkan agar Dorni dan Kariani mendapatkan bantuan bedah rumah. ina


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER