Paket Kebijakan Untuk Pemulihan Ekonomi

  • 12 Oktober 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1958 Pengunjung

Opini, suaradewata.com-Melemahnya nilai tukar mata uang rupiah  hampir mencapai Rp. 15.000 per Dollar AS, yang diiringi dengan melemahnya kondisi perekonomian Indonesia, sejak Presiden Jokowi memerintah, membuat kalangan pesimis, Jokowi mampu membuat rakyat sejahtera seperti janji pada masa kampanye pilpres yang lalu. Namun demikian pemerintah bukannya tidak bekerja, pelemahan rupiah yang berimbas kepada pelemahan ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor global.   

Langkah-langkah Recovery (pemulihan) ekonomi, telah dilakukan oleh pemerintah, misalnya dengan mengeluarkan kebijakan paket ekonomi  tahap I (pertama) pada 9 September 2015, Tahap ke II, 29 September  dan Tahap ke III, 7 Oktober.  Presiden Jokowi menyebutkan ada 3 (tiga) langkah dalam Paket Kebijakan  pertama, yaitu:  1.  Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha; 2. Mempercepat proyek strategis nasional  dengan menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional; dan 3. Meningkatkan investasi di sektor properti. Atau dengan kata lain paket ekonomi pertama mencakup dorongan terhadap daya saing industri nasional melalui deregulasi, penegakan hukum dan kepastian usaha.

Paket Ekonomi Tahap ke II,  diluncurkan tiga pekan pasca paket kebijakan ekonomi tahap I. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam paket kebijakan ekonomi tahap dua menitikberatkan  kemudahan proses perizinan guna memperlancar arus investasi.  Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah pusat akan menginstruksikan kepada pemerintah daerah untuk memperpendek proses pembuatan izin usaha. Semua ini untuk memberi sinyal positif kepada masyarakat dan negara tetangga bahwa Indonesia bersahabat dengan siapapun yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Paket dikeluarkan di tengah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat menyentuh Rp14.818 per US$1.

Pada Rabu (7/10/2015) pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap III. Paket ini untuk melengkapi dua paket Kebijakan Ekonomi yang sudah dilansir Presiden Joko Widodo September 2015 lalu. Melalui dua paket kebijakan terdahulu, pemerintah melakukan berbagai deregulasi untuk memperbaiki iklim usaha dan mempermudah perizinan usaha. Untuk paket ekonomi tahap III, kali ini pemerintah menambahkan satu hal lagi selain kemudahan dan kejelasan berusaha, yaitu menekan biaya.  Paket Kebijakan Ekonomi Tahap III mencakup tiga wilayah kebijakan: Pertama, penurunan tarif listrik dan harga BBM serta gas, Kedua, perluasan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), Ketiga, penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.

 Dengan adanya 3 paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka keseriusan pemerintah untuk dapat keluar dari pelemahan ekonomi harus di apresiasi segala komponen masyarakat terutama para pengusaha, pemilik modal dan pelaku kegiatan ekonomi lainnya bahwa kebijakan yang dikeluarkan akan  mempermudah mereka untuk bangkit dari keterpurukan usaha .

 

Dengan kesungguhan dari pemerintah  dalam  menangani persoalan ekonomi, telah memberikan dampak positif bagi ekonomi Tanah Air, antara lain dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang telah mengeluarkan paket ekonomi terutama paket ekonomi ke 3 yang langsung bersentuhan dengan publik dan dunia usaha.  Seperti kita ketahui, laju nilai tukar Rupiah semakin hari semakin menguat. Pada Rabu, 7 Oktober 2015,  nilai tukar Rupiah kembali ke level Rp 13.800-an per USD. Rupiah menguat paling tajam di Asia sementara mata uang lainnya mayoritas justru tertekan terhadap Dollar AS. Dengan menguatnya rupiah terhadap Dollar AS, maka kita harus optrimis di beberapa bulan kedepan nilai rupiah  dapat semakin menguat  sehingga perekonomian kita kembali tumbuh membaik.  

Sementara itu untuk menjaga kedaulatan nilai tukar rupiah, seluruh pembayaran transaksi di Indonesia harus menggunakan nilai tukar rupiah agar berdampak pada stabilitas ekonomi Indonesia.  Bank Indonesia menghimbau masyarakat untuk menjaga kedaulatan nilai tukar rupiah.  Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo mengatakan dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah, Bank Sentral berjanji akan selalu berada di pasar agar volatilitas berada dalam batas yang sehat dan kepercayaan masyarakat pun juga terjaga. Kondisi nilai tukar Indonesia semua dalam keadaan baik. Kita tidak perlu khawatir dengan nilai tukar Indonesia. Nilai tukar rupiah yang melemah merupakan dampak dari kondisi eksternal yakni perekonomian di Amerika Serikat yang terus mengalami perbaikan, walaupun tidak sesuai dengan prediksi. Selain itu ada statement Gubernur The Fed bahwa Fed Fund Rate akan meningkat sehingga dolar AS menguat dan mata uang negara lain terpengaruh. Hal itu lah yang berdampak pada perekonomian dunia tidak hanya terjadi pada Indonesia saja .

Deputi Direktur Departemen Pengendalian Uang BI Hernowo Koentoadji, menyatakan  Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral,  menekankan  penggunaan mata uang rupiah sebagai alat transaksi di dalam negeri adalah juga untuk menjaga kedaulatan negara.  Aturan itu tertuang di dalam Peraturan Bank Indonesia, Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI. Hal tersebut, sesuai dengan amanat yang terkandung di dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang mengatakan NKRI sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Rupiah juga merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk di wilayah terdepan Indonesia.

Kewajiban penggunaan rupiah tersebut termaktub dalam Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang yang mengamanatkan setiap orang wajib menggunakan Rupiah dalam transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI dan Larangan Menolak Rupiah sebagai alat pembayaran yang termaktub dalam Pasal 23 UU Mata Uang tersebut. Ada pula sanksi bagi orang yang tidak menggunakan rupiah di wilayah NKRI dan menolak Rupiah untuk pembayaran di wilayah NKRI, dengan ancaman pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta sesuai Pasal 33 ayat (1) dan(2) UU Mata Uang. Akan tetapi,   di wilayah perbatasan dan terdepan dari NKRI bisa dibilang minim penggunaan rupiah dengan berbagai alasan seperti kemudahan untuk menggunakannya. 

Kewajiban penggunaan rupiah merupakan salah satu bentuk untuk menegakkan kedaulatan Indonesia dan  menegakan rupiah di negara kita sendiri. Karena kalau bukan kita,  siapa lagi yang mau memakai rupiah. Masyarakat juga harus mencintai produk-produk Indonesia, selain akan membuat dunia usaha akan terus berjalan maka  penggunaan atau pemakain uang rupiah akan terus berputar di masyarakat dan penggunaan mata uang asing khususnya Dollar AS dapat diminimalisir.  Dengan demikian tujuan akhirnya yaitu program dari Nawacita yang dicanangkan Jokowi khususnya dari segi perekonomian yang berisi,  dapat  meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dapat terwujud.

Bahrul SE, penulis adalah Pemerhati Ekonomi    


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER