Membaca Makna Serangan Udara Rusia di Suriah

  • 09 Oktober 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 3764 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Serangan udara Rusia di wilayah Suriah pekan lalu menargetkan militan setempat. Gempuran tersebut akan berlangsung tiga hingga empat bulan.
Namun, Turki dan negara-negara Barat menuding Rusia juga menyerang kelompok oposisi yang selama ini melawan rezim Assad. Erdogan mendorong Presiden Vladimir Putin untuk mempertimbangkan kembali operasi militernya di Suriah.

North Atlantic Treaty Organization (NATO) meragukan keterangan Rusia yang menyebut pesawat tempurnya tidak sengaja masuk ke wilayah udara Turki. Pemimpin NATO meyakini aksi Rusia ini disengaja, bukan sekadar insiden. Hal tersebut dikemukakan pemimpin NATO, Jen Stoltenberg dalam konferensi pers di Brussels, Belgia seperti dilansir AFP dan Reuters, (6/10/2015). NATO sebelumnya mengkritik keras aksi Rusia yang dianggap tidak bertanggung jawab. NATO juga meminta Rusia untuk menghentikan tindakan pemboman.

Pakta pertahanan ini juga menyerukan Rusia tidak lagi menjadikan kekuatan oposisi dan warga sipil sebagai sasaran serangan udara dan memfokuskan serangan ke posisi-posisi milisi kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS). Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengatakan, strategi Moskow telah kalah di Suriah. Hal itu diungkapkan di tengah meningkatnya ketegangan setelah jet tempur Rusia melanggar wilayah udara Turki. Dilansir dari AFP (5/10/2015), Moskow pada pekan lalu telah membom Suriah dan mengklaim telah menghancurkan jihadis ISIS. Namun Pentagon mengatakan jet Rusia tersebut juga menargetkan kelompok-kelompok pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Turki yang merupakan negara anggota NATO memprotes pelanggaran wilayah udara oleh pesawat tempur Rusia. Turki sampai harus mengerahkan dua jet tempur F-16 miliknya untuk mengusir pesawat Rusia itu. Pelanggaran disebut terjadi pada Sabtu (3/10) dan Minggu (4/10).

Terkait insiden ini, otoritas Turki memanggil Duta Besar Rusia untuk Ankara untuk kedua kalinya dalam beberapa hari terakhir, demi memprotes pelanggaran wilayah udara ini. Turki memperingatkan bahwa Rusia harus bertanggung jawab jika kembali terjadi pelanggaran di masa mendatang

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut serangan udara Rusia di Suriah merupakan kesalahan fatal. Erdogan menyebut dukungan Rusia terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad akan dihakimi oleh sejarah. "Langkah yang diambil Rusia dan operasi pengeboman di Suriah cukup tidak bisa diterima oleh Turki," tutur Erdogan kepada wartawan di bandara Istanbul sebelum terbang ke Prancis, seperti dilansir AFP (5/10/2015).

Merujuk pada hubungan baik antara Turki dengan Rusia, Erdogan menyebut aksi Rusia di Suriah sangat mengkhawatirkan dan mengganggu. Terkait Suriah, Turki dan Rusia selalu berbeda sikap. Dengan Rusia memunculkan Presiden Assad sebagai tokoh penting untuk mencapai penyelesaian, sedangkan Turki menanggapi lengsernya Presiden Assad merupakan satu-satunya solusi bagi konflik Suriah. Erdogan tidak hanya menyalahkan Rusia, tapi juga Iran yang juga membela Assad. "Negara-negara yang bekerja sama dengan rezim (Suriah) akan bertanggung jawab pada sejarah," ucap Erdogan memperingatkan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, mengatakan Turki berhak menembak jatuh semua pesawat yang memasuki wilayah udara mereka secara tidak sah.

Kelompok pemantau HAM Suriah, Syrian Observatory for Human Rights menyatakan, serangan-serangan udara Rusia di Suriah telah menewaskan 28 orang sejak dimulai pada Rabu, 30 September waktu setempat. Sedangkan kelompok oposisi utama Suriah menuduh Rusia menewaskan 36 warga sipil dalam serangan udaranya di provinsi Homs pada Rabu (30/9). Namun pemerintah Rusia membantah adanya warga sipil yang tewas dalam serangan itu.

Dalam pembelaannya, Kementerian Pertahanan Rusia menyebut jet tempur SU-30 miliknya masuk ke wilayah udara Turki yang berbatasan dengan wilayah Suriah hanya selama beberapa detik. Rusia menyebut hal ini merupakan kesalahan yang dipicu cuaca buruk.

Seorang anggota parlemen senior Rusia, Alexei Pushkov kepada radio Prancis, Europe 1 seperti dilansir media AFP, (2/10/2015) menilai, serangan-serangan udara yang telah dilancarkan Amerika Serikat dan koalisinya di Suriah. Menurut politikus Rusia tersebut, serangan-serangan koalisi AS gagal menimbulkan kerusakan signifikan bagi kelompok ISIS. Dikatakannya, kampanye militer Rusia akan lebih gencar untuk mencapai hasil yang diinginkan.  Dalam pernyataannya, otoritas Rusia mengklaim jet tempurnya melancarkan 20 serangan udara terhadap 8 target ISIS. Bahkan juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov menyebut seluruh serangan udara dilakukan usai pengamatan lapangan berdasarkan informasi pemerintah Suriah. Pernyataan Igor ini kemungkinan besar benar, karena Bashar al As’ad sebagai Presiden Suriah jelas mempunyai informasi dari dinas intelijennya terkait posisi-posisi lawan-lawan Bashar. Berbeda dengan AS dan koalisinya yang dalam melakukan agresi militernya sering “berdasarkan” laporan dari para kompradornya, sehingga kurang tepat.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengecam tuduhan mengenai jatuhnya korban sipil tersebut dan menyebutnya sebagai "perang informasi". Berbeda dengan serangan udara Rusia yang dikritik, “kesalahan” serangan udara Amerika Serikat yang menerpa rumah sakit di Kunduz, Afganistan yang sebenarnya masuk “war crime” kurang disuarakan banyak pihak, walaupun Amerika Serikat (AS) telah mengaku salah telah menyerang rumah sakit di kota Kunduz, Afghanistan. Penyesalan juga disampaikan oleh Pentagon. "Militer AS telah berupaya mencegah insiden yang menyebabkan hilangnya nyawa-nyawa tidak berdosa. Kami (Pentagon) berbuat salah dan kami mencoba perbaiki itu. Langkah inilah yang kami sedang lakukan. Belajar dari (pengalaman tersebut) dan bertanggungjawab sebagaimana mestinya," ujar Menteri Pertahanan AS Ash Carter yang tengah berkunjung ke Eropa dalam pernyataannya seperti dilansir Reuters (7/10/2015). 

Secara terpisah, juru bicara Gedung Putih Josh Earnest juga menyampaikan duka cita Presiden Barack Obama atas kesalahan tersebut. Obama berharap ke depannya insiden seperti itu tidak terulang lagi.

Sebelumnya, Komandan Pasukan Internasional Amerika Serikat di Afghanistan Jenderal John Campbell menyebut AS tidak pernah secara sengaja menyerang fasilitas kesehatan. Namun akibat serangan tersebut, 22 orang tewas seketika. Badan amal kesehatan asal Prancis bernama Medical Saint Frontiers (MSF) menuntut segera dilakukan investigasi terhadap serangan itu secara independen. MSF menyatakan, pemerintah Afghanistan memberi isyarat serangan terhadap rumah sakit di Kunduz dilakukan secara sengaja. Hal itu dianggap sama dengan melakukan kejahatan perang.

Mengapa Terjadi ?                

Menurut Leonard Doob,propaganda adalah usaha untuk mempengaruhi dan mengendalikan kepribadian serta perilaku orang lain ke arah tujuan-tujuan yang tidak ilmiah dan masih diragukan kebenarannya dalam masyarakat tertentu. Ferdinand Tonnies berpendapat, propanda adalah suatu kegiatan untuk menggerakkan (mobilisize) pendapat secara umum (mass opinion) secara besar-besaran yang bertujuan menyebarkan suatu ide tanpa memperdulikan kecocokan dan kebenarannya. Sedangkan, Prof. Mar'at berpendapat propaganda adalah suatu teknik, suatu cara atau suatu usaha yang sistematis, serta sungguh dipikirkan secara mendalam di mana teknik, cara atau usaha ini dilakukan baik oleh seseorang maupun oleh kelompok orang untuk mempengaruhi pendapat atau sikap orang lain atau kelompok.

Perang propaganda atau perang informasi adalah hal yang lumrah dalam sengketa atau konflik bertaraf internasional, karena tidak hanya bertujuan taktis namun juga bersifat strategis. Tujuan taktis dari “perang propaganda” atau kalau Putin menyebutnya “perang informasi” adalah untuk menunjukkan bahwa serangan udara tersebut sangat akurat; membenarkan tindakannya dan menyalahkan tuduhan orang/pihak lain; mempertahankan semangat tempur prajurit; melemahkan semangat lawan; dan mempengaruhi opini baik di tingkat lokal, nasional dan global dari mereka yang berkonflik, sehingga wajar perang propaganda mempergunakan media massa internasional, NGO internasional dan pemuka opini yang berkaliber.

Sedangkan tujuan strategis dari “perang informasi” atau “perang propaganda” khususnya dari serangan udara Rusia di wilayah Suriah antara lain menunjukkan kuatnya komitmen Rusia untuk membela Bashar Al As’ad; Rusia mempromosikan kepada dunia internasional bahwa persenjataan militer mereka tidak dapat disepelekan, sehingga ke depan permintaan pembelian senjata Rusia dari beberapa wilayah akan meningkat; Rusia ingin “memperingatkan” AS bahwa aliansi Rusia, Suriah, Iran dan China akhir-akhir ini sebagai strong signal bahwa aliansi tersebut dalam waktu dekat akan “mendown grade” pamor AS dan menggantikan posisi AS sebagai “global rule maker”.

Toni Ervianto, Penulis adalah alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI).


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER