Pembahasan Pelanggaran HAM di Sidang Majelis Umum PBB

  • 09 Oktober 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 4226 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Persoalan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Human Rights Abuses) di Tanah Papua kembali menjadi topik pembicaraan dalam debat di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (SMU PBB) ke-70 yang berlangsung dari tanggal 28 September hingga 03 Oktober 2015 di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat.

Pembahasan itu ditandai dengan diangkat dan disampaikannya persoalan pelanggaran HAM di Tanah Papua melalui pidato dari Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva dan Perdana Menteri Kepulauan Salomon (Salomon Island), Manasseh Sogavare di depan debat Sidang Umum PBB sesi ke-70 tersebut.

PM Kepulauan Solomon, Tuan H. Manasye Sogavare, telah meminta Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berpusat di Jenewa untuk melakukan lebih dalam dengan menyelidiki dan memantau dugaan pelanggaran hak asasi manusia di daerah Papua dan Papua Barat oleh Indonesia.

Menurut Perdana Menteri Kepulauan Salomon, Manasseh Sogavare mengatakan  bahwa semua negara memiliki kewajiban hukum dan tanggung jawab moral untuk menegakkan, menghormati dan memajukan hak asasi manusia dan bila perlu mengambil langkah-langkah pencegahan, perlindungan dan hukuman terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan atau pelanggaran sesuai dengan Piagam PBB dan Hukum Internasional yang berlaku. Dengan latar belakang tersebut, Majelis Umum sangat menyadari kekhawatiran terus pelanggaran hak asasi manusia di daerah Papua dan Papua Barat oleh Indonesia. Kepulauan Solomon bersama-sama dengan Kepulauan Pasifik Forum mencari dialog yang tulus dan kerjasama dengan Indonesia. Untuk itu, PM Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare mengharapkan kepada PBB di Jenewa untuk melakukan lebih dalam peyelidikan dan pemantauan tuduhan pelecehan hak asasi manusia dan kekerasan etnis Melanesia di daerah yang bersangkutan dari Indonesia.

Sedangkan menurut Perdana Menteri Tonga, Akilisi Pohiva bahwa masyarakat dunia memiliki kewajiban moral untuk terlibat, yaitu dalam melakukan pengkawalan terhadap seluruh proses penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua ini. Akilisi Pohiva menegaskan bahwa PBB memiliki kewajiban untuk menindak-lanjuti kasus HAM Papua Barat (West Papua) ini dan tindakan yang diperlukan harus diambil untuk menghentikan tindakan pelanggaran hak asasi manusia oleh Negara yang brutal dan tidak manusiawi tersebut. Akilisi Pohiva juga mengingatkan kepada Pemimpin PBB bahwa dalam tujuan pembangunan 2030 untuk tidak meninggalkan isu-isu hangat dan juga menyerukan penyelidikan untuk kebrutalan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua Barat.

Terkait dengan hal tersebut, kita pun bangsa Indonesia sepakat bahwa masalah pelanggaran HAM merupakan hal yang sangat penting dan utama untuk segera di selesaikan. Konstitusi kita melalui berbagai Peraturan perundang-undangan Indonesia, terutama Pancasila telah menegaskan keberadaan Indonesia dalam menghargai HAM setiap warganya, yaitu pada pasal 2 Pancasila yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab”.

Sebagai Negara yang sangat menghargai HAM, Indonesia tentu tidak akan gegabah menghilangkan nyawa manusia hanya demi kepentingan tertentu, kecuali jika hal itu mengancam Pertahanan dan Keamanan, serta Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia. Selain itu, kiranya negara tetangga, terutama Tonga dan Solomon perlu mengkaji pernyataannya dengan mencermati betul serta  perlu melihat lebih dalam apakah tuduhan tersebut berdasar sesuai denga fakta-fakta dilapangan dan seberapa besar pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di tanah Papua, berapa nyawa yang melayang sia-sia, apa alasannya dan apa dampaknya bagi Indonesia?.

Kiranya kita menyadari bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, yaitu hak atas  rasa aman, nyaman dan damai. Pemerintah Indonesia sangat memahami hal itu. Masyarakat Internasional pun perlu mengetahui bahwa berbagai upaya bijaksana dan  diplomatis telah dilakukan Pemerintah Indonesia guna melindungi hak-hak warga Indonesia di Papua dan Papua Barat. Bahkan Pemerintah telah memberikan hak khusus bagi warga di Papua dan Papua Barat, yaitu melalui Undang-Undang Otonomi Khusus, pembangunan daerah dan upaya peningkatan kualitas hidup (SDM) pun terus di lakukan, dan kesempatan yang   besar bagi putra daerah asal Papua demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat di Papua dan Papua Barat.

Selain itu, jika memang benar terjadi pelanggaran HAM oleh Indonesia di Papua serta membandingkan pelanggaran HAM tersebut, maka manakah yang lebih berat dan perlu mendapat respon paling utama antara tuduhan pelanggaran HAM di Indonesia dengan fakta Pelangggaran HAM (konflik) yang terjadi di belahan dunia lainnya seperti di Palestina, Gaza, Libia, Syria dan ISIS. Akankah PBB diam saja melihat kekejaman dan pembantaian yang terjadi di tanah Palestina dan Gaza yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada solusi konkrit sedikit pun? Mengapa warga mancanegara begitu peduli dengan Indonesia yang masih mampu mengurusi negaranya sediri di bandingkan memperhatikan pembantaian ribuan manusia di Palestina dan belahan dunia lainnya ?

Dalam melihat pelanggaran HAM ini, kiranya kita tidak menggunakan kacamata kuda. Masalah HAM adalah masalah universal. Masalah yang mungkin saja terjadi di setiap negara, hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Namun, hal yang perlu dicatat oleh warga mancanegara bahwa Indonesia adalah negara terbaik ke-4 dalam menghargai dan melindungi HAM. Artinya tidak perlu khawatir, karena Indonesia masih mampu mengelola negaranya sendiri dengan baik dan Profesional. Kita harus waspada terhadap berbagai manuver asing yang menggunakan berbagai isu untuk merongrong kewibawaan negar Indonesia khususnya terkait isu Papua, mengingat begitu besar kepentingan asing terhadap Papua.

Domingus Pitey,Penulis adalah Mahasiswa Papua di Salatiga, aktif pada Kajian Kemandirian Bangsa untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan.

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER