Membangun Tali Persaudaraan Untuk Melawan Radikalisme

  • 11 September 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2932 Pengunjung

Opini, suaradewata.com -Bangsa Indonesia adalah sebuah negara yang penduduknya majemuk dari segi suku bangsa, budaya, dan agama. Realitas kemajemukan tersebut disadari oleh para pemimpin bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dari penjajahan asing. Mereka memandang bahwa kemajemukan tersebut bukanlah halangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta untuk mewujudkan cita-cita nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemajemukan tersebut termasuk kekayaan bangsa Indonesia. Penduduk Indonesia terdiri ratusan suku bangsa. Sebagian di antaranya menjadi penduduk terbesar yang mendiami wilayah sebuah provinsi atau lebih, seperti etnik Jawa, tetapi ada juga etnik yang hanya mendiami beberapa desa atau kecamatan saja. Mereka menganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda pula. Mengelola kemajemukan bukanlah perkara yang mudah. Di satu sisi, umat beragama. sebagai salah satu komponen bangsa berusaha memelihara identitas dan memperjuangkan aspirasinya. Pada sisi lain, mereka juga dituntut untuk memberi andil dalam rangka memelihara kerukunan dan keutuhan bangsa. Dalam kaitan ini diperlukan kearifan dan kedewasaan di kalangan umat beragama untuk memelihara keseimbangan antara kepentingan kelompok dan kepentingan nasional.

Membina Kerukunan Masyarakat Indonesia

Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah“tri kerukunan”. Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis, budaya, suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan kekacauan di masyarakat. Dalam konteks Indonesia, persatuan, perdamaian, dan kerjasama antar berbagai kelompok agama merupakan suatu keharusan, karena dengan membentuk negara Indonesia merdeka sebagai negara-bangsa, kita semua telah bertekad untuk hidup bersama terus sebagai suatu bangsa. Di sinilah letak makna pemahaman dan penghayatan wawasan kebangsaan Indonesia. Salah satu kelalaian banyak orang dalam masalah pembinaan persatuan bangsa, dan dengan demikian wawasan kebangsaan, adalah bahwa konsep kebangsaan kita (kebangsaan Indonesia) telah dibina sebagai suatu konsep politik, bukan konsep etnis, rasial, keagamaan, kultural, linguistik, atau ikatan-ikatan sektarian atau “primordial” lainnya.

Karakter dan Kepribadian Pemimpin

Pemimpin negara atau pemerintah harus memiliki karakter dan kepribadian serta mengungkapkan dirinya dan perjuangannya sebagai seorang nasionalis yang menghargai keragaman seluruh rakyat. Ia tidak boleh eksklusif apalagi diskriminatif di dalam memperlakukan agamanya dan umat atau agama lain. Pengutamaan agama yang eksklusif dan diskriminatif merupakan potensi ancaman bagi nasionalisme dan keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini betul-betul harus disadari, diperhatikan secara serius dan diatasi oleh seluruh eksponen bangsa, baik rakyat, umat beragama, tokoh agama dan khususnya pemerintah. Dengan begitu, Indonesia tidak akan menjadi negara gagal atau penuh konflik seperti Afghanistan, Pakistan, Irak, Suriah, Libya, Somalia dan Sudan. Dengan demikian, satuan masyarakat sosial politik ini merupakan masyarakat hukum, dibentuk dengan undang-undang, merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional. Dari berbagai kondisi yang mendukung kerukunan hidup beragama maupun hambatan-hambatan yang ada, agar kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka pemeritah dengan kebijaksanaannya memberikan pembinaan. Jika kerukunan intern, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah dapat direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara harmonis, niscaya perhatian dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur akan segera terwujud, berkat dukungan umat beragama yang mampu hidup berdampingan dengan serasi. Sekaligus merupakan contoh kongkret kerukunan hidup beragama bagi masyarakat dunia. Sekarang ini banyak orang tidak mengerti arti dari toleransi beragama, banyaknya suara-suara yang mengatakan anda seorang kafir ini merupakan kurangnya memahami agama yang sudah termaktub dalam pancasila. Moralitas dan mentalitas dimana sekarang ini banyalk tangan yang bertenada sehingga menimbulkan munculnya radikalisme, jadi jangan mengabaikan perintah Allah. Pengamalan agama itu harus baik kalau tidak baik maka pengamalan pancasila akan tidak baik juga. Wawasan kebangsaan berlandaskan pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Sempitnya pandangan agama sehingga menimbulkan suatu kerugian terhadap penganut agama yang lain, maupun penganut aliran lain seperti Ahmadiyah, syiah dll.

Perang Melawan Kelompok Radikalisme

Perang dalam menangkal radikal terorisme bukan hanya tanggung jawab satu lembaga, namun tanggung jawan kita semua, radikal terorisme saat ini berkembang dengan mengatasnamakan agama. Berbagai fakta yang muncul mengindikasikan bahwa idiologi radikal ingin membentuk negara baru dengan menyebarkan rasa ketakutan. Penyebaran idiologi disebarkan melalui tempat ibadah, di Indonesia pemahaman radikal juga berkembang dimasyarakat dan pemerintah daerah sebagai lading sektor bekerja sama Toga, Tomas dan Todat agar melakukan upaya pencegahan guna menanggulangi paham radikalisme di Bali sehingga sepak terjang faham radikal dapat terwujud bentuk sederhana yang dapat dilakukan adalah menyebarkan informasi hasil sosialisasi saat ini kepada masyarakat sehingga bahaya penyebaran idiologi terorisme dapat ditangkal. Untuk mencegah berkembangnya paham radikal terorisme, karena aksi terorisme hingga saat ini belum berakhir sepanjang tujuan pembentukan negara Daulah Islamiyah tersebut belum terwujud. Ciri-ciri terorisme adalah Intoransi dan anti sistem, terorisme secara umum lazimnya bergerak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang secara luas dan menimbulkan korban massal Perkembangan teror saat ini didasarkan pada amaliah tindakan teror memiliki strategi acak/ unpredictable dan tertutup serta memanfaatkan situasi (konflik) mengerti dan menguasai sistem pembuatan dan penggunaan senjata api.  Sementara itu, untuk meningkatkan pemahaman tentang kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mempertebal rasa nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari serta mengenali paham Radikal Terorisme, pola aksi, Perekrutan dan ciri-ciri ideologinya. Disamping itu juga para menwa selaku generasi muda harus berperan aktif dalam sistem kewaspadaan dini dan cegah dini ditengah masyarakat, dilingkungan pergaulan baik disekolah, kampus maupun lingkungan luas serta  berperan aktif dalam melaporkan gejala-gejala sekecil apapun yang mengarah ke arah radikalisme terorisme.

Herni Susanti, Penulis, adalah Pemerhati Permasalahan Nasional

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER