Dilema Keterbukaan dan Perlindungan Informasi

  • 10 September 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2363 Pengunjung

Opini, suaradewata.com  - Keterbukaan informasi di Indonesia telah dilegalkan dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Pasca dideklarasikanya UU tersebut, kebebasan dan kemudahan mendapatkan informasi menjadi potensi ancaman tersendiri dalam proses perjalanan panjang demokrasi di Indonesia, mengingat tidak semua informasi dapat menjadi konsumsi masayarakat luas terutama menyangkut kerahasiaan Negara. Namun pada kenyataanya, euphoria demokrasi di Indonesia mengakibatkan missintepretasi dari pengertian KIP itu sendiri, karena banyak kalangan masyarakat dan media beranggapan bahwa dengan adanya UU tentang KIP, mereka dapat mengakses segala informasi bahkan yang terkait dengan kerahasiaan Negara. Seharusnya seluruh kalangan masyarakat dan media menyadari, bahwa konsep demokrasi yang sebenarnya bukan hanya tentang kebebasan, demokrasi adalah tentang bagaimana menyadari batasan-batasan dalam kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu di dalamnya.

Rahasia Negara secara singkat dapat didefinisikan sebagai informasi, benda, atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan, yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, serta ketertiban umum. Informasi Rahasia Negara adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi telematika, yang memiliki nilai rahasia negara.

Dalam penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa segala bentuk informasi yang berkaitan dengan rahasia negara, adalah informasi yang tidak layak dikonsumsi oleh masyarakat ataupun kalangan media. Hanya saja, segala bentuk kerahasiaan negara harus diklasifikasikan secara jelas agar tidak juga digunakan oleh aparat pemerintahan untuk menutupi kebobrokan di dalam pemerintahan itu sendiri. Sebagai contoh hal yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia negara adalah hal yang menyangkut kepentingan strategis negara dan aktivitas intelijen.

Kebebasan Informasi vs Rahasia Negara

Terdapat persinggungan antara kebebasan informasi yang termuat dalam sistem demokrasi dengan keberadaan rahasia negara, meskipun saat ini kerahasiaan negara masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Titik persinggungan terjadi ketika harus menentukan parameter yang tepat dalam memandang sebuah informasi. Selama ini belum ada batasan yang jelas mengenai rahasia negara.

Menurut Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Informasi, Josi Khaterina, ada dua hal penting dalam mencari pertemuan diantara kebebasan informasi dalam konteks rahasia negara. Parameternya harus sama, yaitu keterbukaan informasi itu sendiri yang tentunya memiliki keterkaitan dengan kepentingan publik, dan pada prakteknya, hal ini sulit dilakukan. Koalisi melakukan pendekatan consequencial harmtest dalam menentukan parameter tersebut. Pendekatan ini lebih menekankan pada akibat yang mungkin ditimbulkan dari sebuah informasi yang wajib untuk dibuka oleh badan publik. Ada pendekatan lainnya, categorical harmtest yang secara langsung telah mengkategorisasi antara informasi yang dapat dibuka dan informasi yang harus disimpan.

Kekhawatiran akan potensi terjadinya penyalahgunaan informasi di era KIP semakin membesar, trutama dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Keberadaan internet memperbesar lingkup penyebaran informasi sekaligus mempermudah pemenuhan kehausan akan informasi. Hal tersebut memperbesar kesempatan untuk kelompok kepentingan yang dengan mudah dapat memanfaatkan ketersediaan informasi yang pada akhirnya akan merugikan negara.

Titik Temu Kebebasan Informasi dan Rahasia Negara

Dalam mewujudkan upaya kebebasan informasi dalam lingkup sistem demokrasi Indonesia, setiap orang berhak mengetahui informasi yang ada, terutama yang berhubungan dengan keberlangsungan pemerintahan. Namun, kebebasan, kemudahan, dan keberadaan UU KIP ini harus berada dibawah pengawasan agar menjadi bumerang bagi kepentingan negara. Pemerintah memang berkewajiban memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi, namun kemudahan tersebut bukan berarti melalaikan kepentingan bangsa dan negara, keduanya harus disinkronkan satu sama lain dengan tidak hanya mengedepankan hak semata, tetapi juga menjalani kewajiban sebagai individu yang merupakan bagian dari satu kesatuan bangsa dan negara.

Berkaca dari banyaknya kasus korupsi terhadap anggaran keuangan negara, masyarakat berhak mengetahui kejelasan anggaran tersebut. Informasi yang bersifat rahasia secara internal yang banyak diberitakan media tidak akan sampai membahayakan negara apabila diketahui masyarakat luas, justru akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Hal tersebut tentunya berbeda dengan rahasia negara, karena kebocoran rahasia negara dapat mengganggu kedaulatan bangsa dan hal ini akan memberikan dampak negatif bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

RUU Rahasia Negara bukan dibuat untuk memberikan perlindungan bagi pihak-pihak yang memanfaatkanya untuk menutupi kebobrokan internal sebuah sistem pemerintahan, pembentukan RUU juga didasarkan pandangan bahwa perangkat hukum semacam UU KIP dan UU Pers Adalah ancaman di depan mata. Tetapi, munculnya UU Kerahasiaan Negara diharapkan dapat memisahkan dan mengklasifikasikan jenis informasi, serta menjaga informasi penting yang bersifat rahasia negara. Dengan terbentuknya UU Rahasia Negara, masyarakat tetap dapat mengetahui sebuah rahasia negara, bahkan hingga ke data-data intelijen,  jika informasi tersebut telah melewati batas waktu klasifikasi layaknya keterbukaan data intelijen yang ada di lembaga CIA. Sehingga semua informasi yang ada, pada akhirnya  dapat dikonsumsi dan menjadi pelajaran bagi masyarakat apabila sudah dianggap tidak membahayakan jalanya suatu negara.

Sandy Arifin, Penulis adalah PenelitiLSISI

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER