Peristiwa Tolikara, Pelajaran Berharga Bagi Peran dan Fungsi Media.

  • 13 Agustus 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2687 Pengunjung

Opini, suaradewata.com –  “Tidak harus selalu ada konflik dan perang. Bisa saling bersahabat, menaburkan kasih sayang, maka bangsa sedunia akan hidup makin tenteram dan damai– Susilo Bambang Yudhoyono. Sebuah kalimat yang mempunyai arti mendalam ditujukan kepada masyarakat Indonesia untuk menghindari konflik dan mempererat tali persaudaraan.

faktanya, kali ini peristiwa konflik yang baru saja terjadi ada di Tolikara, Papua. Kejadian ini mengakibatkan masyarakat sempat begejolak, terutama bagi umat muslim. Banyak media yang memberitakan bahwa peristiwa yang terjadi di Tolikara merupakan serangan dilakukan oleh warga GIDI, karena dianggap umat muslim di Tolikara melanggar surat edaran yang diedarkan oleh Presiden GIDI. Padahal, surat edaran tersebut telah diklarifikasi bahwa surat tersebut tidak resmi oleh Presiden GIDI ke Kapolres Tolikara dan Bupati Tolikara, serta panitia acara GIDI telah mengetahui akan hal pembatalan surat tersebut.  Sebelumnya juga telah dilaksanakan Rapat unsur pimpinan daerahyang di dalamnya juga dihadiri oleh Presiden GIDI dan ulama yang menghasilkan kesepakatan untuk sholat Ied tetap dilakasanakan.

Di luar prasangka, apakah yang terjadi? Penyerangan tersebut terjadi tanpa sepengetahuan siapapun pada 17 Juli 2015. Akibat penyerangan tersebut,menimbulkan korban harta dan jiwa.

Hingga saat ini, sebagianmasyarakat yang menganggap peristiwa tersebut adalah peristiwa SARA dan merupakan sebuah kecolongan yang fatal pada pihak aparat keamanan yaitu TNI, POLRI dan BIN. Padahalaparat Negara telah mengantisipasi dari jauh hari, dan mengetahui akan kesepakatan Muspida di Tolikara. Mengapa masyarakat awam menganggap dua hal tersebut menjadi sebab terjadinya peristiwa di Tolikara? Darimanakah masyarakat mendapatkan informasi tersebut?

Media sosial, dari situlah masyarakat dapat mengakses dan mendapatkan berbagai informasi berita. Seharusnya media menjadi jurnalisme damai yang tidak memicu konflik tetapi menyajikan berita untuk kepentingan publik. Ketika peristiwa Tolikara terjadi, berbagai media beradu cepat untuk menerbitkan berita tanpa mengklarifikasi informasi tersebut dan tidak melihat isi berita yang disajikan. Apakah dari sumber terpercaya atau tidak? Apakah sajian tersebut bermuatan provokasi atau tidak? Apakah media tersebut dalam menyajikan berita paham akan konten permasalahan yang terjadi di Tolikara?

Banyak media sekarang yang tidak memperhatikan hal tersebut, lebih mementingkan yang penting cepat terbit dan mengambil dari sembarang sumber bukan sumber terpercaya. Untuk siapakah berita yang disajikan? Untuk semua masyarakat Indonesia. Hal tersebutlah yang harus diketahui dan diperhatikan oleh masyarakat Indonesia. Banyak media juga yang mulai melanggar kode etik jurnalistik, yang mana kode etik tersebut menjadi pedoman dalam bekerja.

Alangkah baiknya, untuk mempelajari konten sebuah permasalahan dan jangan mudah terprovokasi dari semua berita yang disajikan media mengenai Tolikara. Isu SARA, merupakan sebuah bahan yang sangat mudah memicu konflik di Indonesia. Hal tersebut sudah diketahui tapi banyak orang yang menyepelekan hal tersebut.

Di sudut pandang lain, Papua merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki SDA yang sangat berlimpah. Tidak dapat dipungkiri, banyak pihak dari luar negeri yang ingin menguasai Papua dengan berbagai cara. Contohnya dengan propaganda di dalam Indonesia yang otaknya merupakan pihak asing bertujuan untuk memerdekakan Papua dari Indonesia.

Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia  sebagai masyarakat yang berwawasan luas tentu harus mampu membaca situasi dan kondisi strategis dan mampu menganalisa dengan tajam sehingga tidak salah dalam mengambil kesimpulan.

Masyarakat Indonesia harus memperkuat persatuan bangsa ini agar tak mudah di adu domba. Indonesia memang tercipta dengan wujudnya yang kaya. Kaya akan perbedaan kepercayaan, kaya akan suku, kaya akan budaya, kaya akan Bahasa dan berbagai keindahan lainnya. Maka kita bersyukur menjadi warga Indonesia ini dengan menjaga keberagaman dengan kekuatan persatuan dan kesatuan.

Gilang Parmudya,Penulis Adalah Pewarta Masyarakat yang aktif pada Relawan Jurnalis Damai Negeriku.


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER