Permasalahan Dalam Pilkada Serentak & Upaya Mengatasinya

  • 11 Agustus 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2537 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Munculnya calon tunggal pada beberapa daerah, menuai berbagai tanggapan setelah KPU menetapkan penundaan Pilkada pada tahun 2017 mendatang sesuai aturan yang berlaku. Para kepala daerah mendorong pemerintah agar secepatnya menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengakomodasi fenomena calon tunggal, mereka khawatir penundaan Pilkada  akan berbuntut pada penunjukan pelaksana tugas (Plt) bupati/walikota tersebut, akan mengganggu roda pemerintahan. Semua pihak mengetahui bahwa seorang Plt kepala daerah tidak dapat mengambil keputusan sebagaimana pejabat definitif, sehingga kinerja pemerintahan pasti akan terganggu dan dirugikan.  Seorang Plt  tidak boleh membuat keputusan-keputusan yang substantif.  Penjabat dan pelaksana tugas selama masa transisi hanya meneruskan jalannya roda pemerintahan daerah,  mereka tidak mengeluarkan keputusan dan kebijakan strategis di daerah tersebut karena kebijakan dan keputusan strategis harus dikeluarkan kepala daerah definitif yang terpilih dalam Pilkada. Apalagi jika masa jabatan Plt Bupati/Walikota nanti sampai dua tahun, dengan kewenangan yang tebatas.

Penundaan Pilkada juga secara otomatis merugikan hak politik masyarakat serta terutama hak politik pasangan calon yang sudah mendaftar, karena tidak ada jaminan jika ditunda sampai tahun 2017 jumlah pasangan calon akan bertambah. Belum lagi dengan kerugian materiil, besarnya  biaya politi yang sudah dikeluarkan oleh pasangan calon. Penundaan Pilkada juga merugikan keuangan negara yang hilang percuma mengingat biaya untuk semua tahapan sudah dikeluarkan. Diantaranya untuk membayar honor Panitia Pemungutan Suara, Panitia Pemilihan Kecamatan, serta mengadakan berberapa kali bimbingan teknis.  Terinformasi bahwa rata-rata sampai dengan tahapan pendaftaran bakal calon, KPU serta Bawaslu sudah memanfaatkan anggaran Pilkada sebesar 30 persen dari total anggaran yang dialokasikan. Jika rata-rata setiap KPU menetapkan anggaran sebesar 100 miliar rupiah saja, maka rata-rata setiap daerah sudah membuang percuma sekitar 30 miliar rupiah  jika Pilkada tetap ditunda. 

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk megatasi permasalahan calon tunggal adalah, meminta pemerintah segera mengeluarkan Perppu, namun  Presiden Joko Widodo sudah mengatakan pemerintah belum berpikir akan mengeluarkan Perppu. Munculnya wacana Perppu disatu juga mendapat tanggapan berbeda, antara yang pro dan kontra. Mereka yang menentang kehadiran Perppu umumnya berpedapat bahwa sebaiknya Perppu merupakan langkah terakhir untuk mengatasi permasalahan calon tunggal. Mereka meminta  pemerintah harus melakukan pendekatan politik dengan pimpinan   partai politik agar mau menggunakan hak politiknya,  mengajukan pasangan calon. Mereka juga memita DPR melakukan kosultasi dengan Kemendagri dan KPU untuk  merevisi UU nomor 8 tahun  2015 tentang Pilkada. Pasal  utama yang harus diubah adalah Pasal 49 dan 50, yang mengatur penundaan tahapan Pilkada jika pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari dua pasangan calon. Disini jelas sekali terlihat bahwa UU Pilkada yang berasal   dari Perppu yang dikeluarkan Presiden SBY memiliki kelemahan yang tidak dianstisipasi sebelumnya. Namun terlepas dari kelemahan UU tersebut, publik harus bertanya kenapa partai politik yang memenuhi persyaratan dan mempunyai hak mengusung pasangan calon, tetapi ternyata  tidak mau mengajukan calon. Bisa dipastikan kelompok atau Parpol yang menolak Perppu adalah mereka yang dengan sengaja melakukan design untuk menunda  Pilkada.

Design politik itu terlihat jelas dalam dagelan politik pada dua daerah di Jawa Timur, yakni Kota Surabaya dan Kabupaten Pacian. Di Surabaya sebenarnya ada pasangan lain yakni Dhimam Abror-Haries Purwoko yang  datang ke KPU dan berencana mendaftar. Namun di tengah perjalanan pendaftaran, Haries Purwoko yang dicalonkan sebagai wakil wali kota ternyata memilih mundur. Sementara itu di Pacitan, hanya ada satu pasangan yakni Indartato-Yudi Sumbogo, karena pasangan calon lain  tidak memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan calon wakil bupati tidak hadir di KPU sampai masa pendaftaran berakhir, demikian  juga dua dari lima Ketua dan Sekretaris Parpol pengusung juga tidak hadir. Yang dilakukan di dua daerah itu menegaskan bawa mereka sengaja membuat prores Pilkada serentak ternoda. Sehingga kemudian muncul desakan agar Parpol yang telah mencalonkan seseorang tetapi kemudian tidak hadir dalam peroses pendaftaran sang calon diganjar dengan hukuman politik.

Disisi lain Parpol atau gabungan Parpol pengusung pasangan calon yang sudah terdaftar menolak jika Pilkada harus ditunda meski hanya ada satu pasangan calon. Namun demikian KPU mengharapkan pada masa perpanjangan pendaftaran selama tiga hari ada pasangan calon lain yang datang mendaftar sehingga Pilkada serentak dapat berlangsung. Selain mengharapkan agar Perppu segera dikeluarkan, PDIP yang mengusung calon wali kota Surabaya bahkan mengancam akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum. Lantas bagaimana jika sampai akhifr perpanjangan masa pendaftaran hasilnya tetap sama. Apapun alasannya, pemeritah seharusnya berpegang pada Peraturan KPU yang menegaskan bahwa Pilkada serentak di daerah yang hanya memilki satu pasangan calon ditunda, jika sampai akhir perpanjangan masa pendaftaran hasilnya tetap sama. Ini merupakan kepastian hukum yang harus dipatuhi semua pihak. Publik sangat mengharapkan adanya kesadaran Parpol  memanfaatkan sisa waktu pendaftaran untuk mengusulkan pasangan calon  pada daerah yang masih memiliki calon tunggal sehingga pesta demokrasi serentak tahun 2015 ini tidak tercemar. Jika diketahui Parpol tidak mengajukan pasangan calon karena mengalami kesulitan akibat sulit memenuhi persyaratan seperti diamanatkan dalam ketentuan UU Pilkada, seyogyanya KPU memperlonggar persyaratan tersebut sehingga ada penambagan calon di ke tujuh daerah tersebut. Jangan sampai KPU menjadi pihak  dianggap mempersulit pengajuan calon hanya karena terlalui ketat dalam merealisasikan persyaratan UU. 

Selain mengacu pada syarat legal formal  seperti yang tertera dalam UU Pilkada, aparat keamanan,  KPU serta elite Parpol juga perlu memperhatikan faktor keamanan terkait dengan penundaan Pilkada serentak pada beberapa daerah. Diperkirakan Perppu dikeluarkan atau tidak dikeluarkan dipastikan akan memicu aksi protes maupun tuntutan hukum dari berbagai kalangan.   Sejak saat ini aparat keamanan sudah harus memperketat pengamanan pada kantor-kantor KPU setempat karena diperkirakan akan menjadi sasaran amukan masa pendukung pasangan calon. Perlu juga melkukan pendekatan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama serta tokoh pemuda untuk memperkecil kemungkinan amukan massa. Yang tidak kalah penting jugaadalah menghimbau kepada media massa  agar tidak ikut memprovokasi masa dengan  berbagai pemberitaan yang sifatnya menghasut tanpa disadari. Media diharapkan  bersikap netral, menjunjung tinggi etika jurnalistik serta tidak memihak ke salah satu pasangan calon meskipun pasangan tersebut didukung pemilik media itu sendiri.

 Setelah KPU menetapkan penundaan Pilkada jika memang tidak ada lagi penambahan pasangan calon, pemerintah dapat melakukan revisi UU Pilkada bersama dengan DPR dalam waktu dekat secara cepat. Sehingga diharapkan ada solusi terkait calon tunggal, meskipun KPU sudah menyatakan penundaan Pilkada. Rakyat menunggu solusi terbaik apa yag akan diberikan pemerintah dan DPR,  jika hanya ada satu calon peserta Pilkada. Apapun keputusan yang diambil sudah barang tentu tidak dapat memenuhi harapan dan keinginan semua pihak. Pasti ada pihak yang kecewa, namun sebesar apapun kekecewaan yang dialamai, keputusan yang ditetapkan pemerintah harus diterima dengan  lapang dada. Pihak yang merasa tidak puas dapat mengajukan gugatan hukum sesuai proporsinya. Jangan sekali-kali melampiaskan kekecewaan dengan aksi-aksi jalanan yang justru dapat merusak demokrasi itu sendiri. Para pemimpin harus mampu meredam amarah dan kekecewaan masa pendukungnya, kendalikan mereka agar tidak berbuat anarkhis.

Andreawaty, adalah penulis masalah-masalah politik


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER