Pemangku Kepentingan Harus Konsisten Tegakkan Pancasila

  • 21 Juli 2015
  • 00:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 13472 Pengunjung

Opini, suaradewata.com - Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengenal adanya lembaga-lembaga negara atau pemangku kepentingan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembagian kekuasaanantara lembaga-lembaga negara telah diatur dalam UUD 1945. Kekuasaan lembaga-lembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.

Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang tersebut yaitu :  Legislatif (DPR) bertugas membuat undang undang, eksekutif (pemerintah/ presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya)  bertugas menerapkan atau melaksanakan Undang-Undang. serta Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Fungsilegislatif, atau DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi. Mempunyai fungsi antara lain fungsi legislasi, anggaran dan  pengawasan.

Fungsi-eksekutif,  di negara  Indonesia lembaga eksekutif dipegang penuh oleh seorang presiden.Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan,  mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu Presiden.

Sementara Fungsi yudikatif, Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya.

Secara teoritis, Pancasila merupakan falsafah negara, dimana  Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dari sudutsejarah,Pancasila sebagai dasar negara pertama-tama diusulkan oleh Ir.Soekarno pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, yaitu pada waktu membahas Pancasila sebagai dasar negara. Sejak saat itu pula Pancasila digunakan sebagai nama dari dasar falsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, meskipun untuk itu terdapat beberapa tata urut dan rumusan yang berbeda.

Pancasila sebagai dasar negara,hal ini berarti bahwa setiap tindakan rakyat dan Negara Indonesia harus sesuai dengan Pancasila tidak terkecuali para pemangku kepentingan, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat universal, yang diperjuangkan oleh hampir semua bangsa-bangsa di dunia. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman.Nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 merupakan wujud cita hukum Indonesia, yaitu Pancasila, yang terkandung dalam 5 Sila.

1. Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa 

Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan spiritual, moral dan etik. Salah satu ciri pokok dalam negara hukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama. Dalam negara hukum Pancasila tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara, karena hal itu akan bertentangan dengan Pancasila. Kebebasan beragama dalam arti positif, ateisme tidak dibenarkan. Komunisme dilarang, asas kekeluargaan dan kerukunan. Terdapat dua nilai mendasar, yaitu pertama, kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dibenarkan; kedua, ada hubungan yang erat antara agama dan negara.

2. Nilai Kemanusiaan

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab menunjukkan bahwa manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan nilai tersebut, dikembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, maka Indonesia menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain, oleh satu golongan terhadap golongan lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, oleh penguasa terhadap rakyatnya.

3. Nilai Persatuan

Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan Indonesia terkait dengan paham kebangsaan untuk mewujudkan tujuan nasional. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa. Bagi bangsa Indonesia yang majemuk, semangat persatuan yang bersumber pada Pancasila menentang praktik-praktik yang mengarah pada dominasi dan diskriminasi sosial, baik karena alasan perbedaan suku, asal-usul maupun agama. Asas kesatuan dan persatuan selaras dengan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman. Semangat persatuan Indonesia menentang segala bentuk separatisme dan memberikan tempat pada kemajemukan.    

4. Nilai-Nilai Kedaulatan Rakyat

Nilai persatuan Indonesia bersumber pada asas kedaulatan rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme, totaliter dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Nilai persatuan Indonesia mengandung makna adanya usaha untuk bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam NKRI. Nilai kedaulatan rakyat menjadi dasar demokrasi di Indonesia. Nilai ini menunjuk kepada pembatasan kekuasaan negara dengan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan. Nilai-nilai demokratik mengandung tiga prinsip, yaitu pembatasan kekuasaan negara atas nama hak asasi manusia, keterwakilan politik dan kewarganegaraan.  

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, menunjukkan manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Setiap warga negara dalam menggunakan hak-haknya harus menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan kepentingan masyarakat.Kedudukan hak dan kewajiban yang sama, tidak boleh ada satu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan, yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan menerima dan melaksanakan dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab.

 5. Nilai Keadilan Sosial

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menunjukkan bahwa  manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia. Keadilan sosial memiliki unsur pemerataan, persamaan dan kebebasan yang bersifat komunal. Dalam rangka inilah dikembangkanperbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain. Nilai keadilan sosial mengamatkan bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum.  (kasus AS/KPK)

Penegakan hukum dan keadilan ini ialah wujud kesejahteraan manusia lahir dan batin, sosial dan moral. Kesejahteraan rakyat lahir batin, terutama terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, rasa keamanan dan keadilan, serta kebebasan beragama/kepercayaan. Cita-cita keadilan sosial ini harus diwujudkan berdasarkan UUD dan hukum perundangan yang berlaku dan ditegakkan secara melembaga berdasarkan UUD 1945.

Dalam era reformasi masyarakat akan berpikir, apakah nilai-nilai Pancasila masih relevan untuk  menjadi acuan pencapaian tujuan Negara Indonesia.Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa Orba dan Orla. Elit politik dan masyarakat terkesan  tidak lagi peduli dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kemandirian bangsa, Pancasila harus tetap sebagaifalsafah negaradimana  Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila memiliki daya tahan dan kemampuan untuk mengantisipasi perkembangan zaman.Pemangku kepentingan harus konsisten menjalankannya. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti permasalahan ekonomi yang sedang melemah, dinamika politik nasional yang terus berkelanjutan yang dikhawatirkan menganggunya jalannya pemerintahan saat ini, dinamika politik lokal atau di daerah yang berpotensi disintegrasi, permasalahan hukum oleh elit-elitpartai, elit pemerintah atau pemangku kepentingan.

Perenungan, pembahasanan, wacana tentang falsafah adalah final artinya nilai dasar yang terkandung di dalam Pansasila adalah sesuatu yang tidak perlu diberbincangkan lagi, karena Pancasilalah tujuan keseluruhan yang diinginkan dan diupayakan bangsa Indonesia. Semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan harus konsisten dan menegakkan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Permasalahan apapun yang terjadi kita harus tetap mengacu kepada nilai nilai Pancasila, karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak diragukan lagi dan menghormati hak azasi kita sebagai ciptaan Tuhan YME.

M. Nazarudin, penulis adalahPemerhati masalah Pemerintahan


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER