Ikatan Dokter Indonesia Buleleng Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan

  • 07 Desember 2022
  • 21:15 WITA
  • Buleleng
  • Dibaca: 1689 Pengunjung
Istimewa/suaradewata

Buleleng, suaradewata.com - Digulirkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan secara kompak mendapat penolakan keras dari organisasi profesi kesehatan. Diantaranya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan  Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Alasannya karena dianggap ancaman yang tidak saja bagi profesi, namun juga terhadap seluruh tata kelola dunia kesehatan.

Seperti yang disampaikan Ketua IDI Cabang Buleleng dr. I Wayan Parna Arianta yang juga Direktur RS Kertha Usada Singaraja. Ia menyebut seluruh organisasi profesi kesehatan termasuk IDI di Buleleng telah bersepakat untuk menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang nantinya kalau ditetapkan menjadi Undang-Undang.

Menurutnya selain tidak jelas arahnya RUU tersebut, dianggap juga akan membuldozer sejumlah peraturan soal kesehatan dan profesi kesehatan. Mengingat dalam hal ini, terdapat beberapa peraturan yang mengatur soal kesehatan, praktek kedokteran, undang-undang soal kekarantinaan atau wabah dan penyakit menular termasuk undang-undang yang beberapa waktu lalu disahkan terkait profesi dan tenaga kesehatan lain, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker dan lainnya itu akan dijadikan satu.

"Dalam hal ini, tanpa didahului konsultasi publik dengan asosiasi kesehatan. Lantas secara tiba-tiba RUU Omnibus Law Kesehatan mencuat kepermukaan. Sejatinya terdapat beberapa hal krusial didalamnya tidak singkron dengan  undang-undang yang sebelumnya sudah ada." ucap tegas dr. Wayan Parna Arianta, pada Rabu, (7/12-2022) di Singaraja. 

Lebih lanjut dikatakan pihaknya berharap ada penguatan dengan hadirnya undang-undang baru yang sudah cukup efektif untuk pelayanan kesehatan. Dan kendatipun dibeberapa kasus terdapat disharmoni maupun kesusahan mendapatkan izin praktek, namun tidak bisa digeneralisir yang sebelumnya dianggap tidak baik.

"Keanehan lain RUU ini DPR RI mengaku bukan usulannya termasuk ke Kementrian Kesehatan juga sama. Tapi belakangan pernyataan Menteri Kesehatan membuka sedikit isi dari draf RUU tersebut. Diantaranya mempercepat produksi dokter spesialis dengan tujuan lebih meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat." ujarnya. 

Iapun menyebut soal dokter spesialis hanya satu bagian dari kompleksitas masalah kesehatan termasuk soal promotif preventif, promosi kesehatan dan menjaga pola hidup termasuk deteksi dini penyakit.

"Itu yang menjadi bagian pertimbangan kenapa RUU ini kami tolak,” jelasnya.

Parna Arianta juga mengatakan belum lagi soal resertifikasi bagi dokter termasuk izin praktek selama 5 tahun sekali memantau, hingga etika berpraktek sudah baku ada di AD/ART organisasi profesi yang ujung-ujungnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan di RUU Omnibus Law Kesehatan dalam draf yang beredar aturan itu akan ditarik dan di handle oleh Kementrian Kesehatan. Hal itu berarti tidak ada lagi organiasi profesi akan dilibatkan memantau kualitas pelayanan kesehatan, diantaranya soal pemberian rekomendasi.

"Pertanyaannya apakah Kementrian Kesehatan akan mampu menghandle semua itu,” ucap Parna Arianta 

Alasan lain dari penolakan ini, menurutnya sejak awal digagas sudah cacat prosedural, karena tanpa melibatkan organisasi profesi. Apabila hal ini dipaksakan, maka sudah barang tentu akan menjadi masalah besar. Mengingat hal itu soal tanggung jawab, terlebih masukan dan usulan dari organisasi profesi tidak diakomodir. 

”Dampak negatif yang terjadi kedepan, seperti apa pertanggung jawaban pemerintah. Karena semua organisasi profesi sudah menyatakan menolak. Ini kan soal keselamatan,” tegasnya lagi. 

Hal lain yang menjadi kekhawatiran, ujarnya menambahkan dalam draf RUU yakni adanya kemudahan tenaga kesehatan asing berpraktek di Indonesia.

"Dalam hal ini,  kami mempertanyakan soal tanggungjawab untuk memastikan mutu dalam memberikan pelayanan kesehatan, apakah akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat." cetusnya. 

"Dalam hal ini juga untuk menghindari asumsi bahwa setiap lulusan luar negeri lebih hebat dari pada produk dalam negeri,” terangnya.

Karena itu, ucap Parna Arianta menegaskan IDI meminta agar seluruh proses RUU Omnibus Law Kesehatan dihentikan. Kalaupun nantinya akan dilanjutkan, pihak IDI meminta agar dilakukan secara terbuka dengan melibatkan para pihak didalam organisasi profesi.

”Kalau seperti itu prosesnya tentu hasilnya juga akan lebih bertanggungjawab. RUU yang akan disahkan menjadi UU tanpa menyertakan aspirasi tenaga profesi, tidak akan efektif. Bahkan akan terjadi perlawanan dan terjadi penolakan,” pungkas Parna Arianta. Sad/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER