Tanah Ayahan Desa Adat Tidak Bisa Disertifikatkan Pribadi dan Tidak Berada Dijalur Hijau 

  • 15 November 2022
  • 19:55 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 1885 Pengunjung
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gede Eka Sudarwitha. foto : Angga

Badung, suaradewata.com - Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, I Gede Eka Sudarwitha menyebutkan tanah ayahan Desa Adat tidak bisa disertifikatkan atas nama pribadi bahkan posisi tanahnya tidak berada di jalur hijau. Pasalnya, tidak ada ketentuan atau dasar yang mengatur tanah ayahan Desa Adat bisa diatas namakan atau milik pribadi. 

"Tanah ayahan Desa itu memang seyogyanya disertifikatkan oleh desa adat bukan oleh perorangan. Tanah ayahan Desa Adat kebanyakan dia tidak jalur hijau karena memiliki fungsi sosial dan fungsi adat budaya," ungkap Eka Sudarwitha kepada media suaradewata.com, Selasa, (15/11/2022). 

Ia menerangkan, apabila ada tanah ayahan Desa Adat disertifikatkan atas nama pribadi, kata Eka Sudarwitha, barang kali kurang cermat dalam hal prosesnya, baik dari yang bersangkutan atau dari petugas-petugas di Desa dan Desa Adat dalam hal mencermati kepemilikannya, sehingga menjadi tanah ayahan Desa Adat adalah milik pribadi. 

"Sudah barang tentu harus diperbaiki dan diluruskan kembali. Karena apapun kalau memang itu milik desa adat menjadi milik pribadi itu berarti kan kurang sesuai atau kurang tepat," terangnya.

Ia menjelaskan, setalah adanya surat atau keputusan dari Menteri Dalam Negeri pada tahun 1982 dan adanya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali tentang Desa Adat di Bali memang seyogyanya Desa Adat itu mensertifikatkan tanah-tanah pelaba desanya dan tanah-tanah ayahan desanya atas nama Desa Adat. Terlebih dari program pemerintah pusat yaitu Presiden Jokowi untuk mensertifikatkan seluruh lahan yang ada di wilayah Indonesia agar jelas kedudukannya dan jelas hak dan kewajiban dari pada para pemilik maupun para pengelola lahan tersebut. 

"Itu memang ada diwariskan sejak dulu karena ayahan ayahan desa adat itu adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Jadi sudah memiliki catatan atas yang mana merupakan tanah milik desa adat yang kemudian diberikan kepada kramanya untuk menempati tanah tersebut dan berdiam diatasnya."

"Artinya begini, milik desa adat itu sudah ada catatannya baik tertulis atau tidak oleh desa adat yang diikuti oleh kewajiban bagi yang mendiaminya untuk ngayah kepada Desa," jelasnya.

Saat ditanya, misalkan ada yang mensertifikatkan tanah ayahan Desa Adat atas nama pribadi, mungkinkah bisa dijual? Eka Sudarwitha pun menjawab, bahwa pihaknya tidak berbicara bisa dijual atau tidak. Namun, yang jelas prosesnya itu harus dicermati terlebih dahulu. 

"Kalau kami tidak bicara bisa dijual atau tidak yang jelas itu prosesnya harus dicermati. Kenapa bisa disertifikatkan kalau memang proses tidak benar tentu saja tidak boleh," jawabnya. 

Diberitakan sebelumnya, kawasan Jalur hijau yang ada di Kabupaten Badung secara aturan tidak boleh dibangun. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas (Kadis) Pengerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung Ida Bagus Surya Suamba dan juga PLH Kasat Pol PP Kabupaten Badung Anak Agung Ngurah Raka Sukadana bahwa kawasan jalur hijau secara aturan tidak boleh dibangun. 

Kadis PUPR Badung Surya Suamba menyebutkan tidak ada ketentuan untuk membangun di kawasan jalur hijau. Apalagi membangun untuk tempat tinggal di kawasan jalur hijau. "Tidak boleh. Ketentuannya tidak boleh," ungkap Surya Suamba, Senin, (07/11/2022).

Ia menegaskan, Pemerintah Desa tidak ada ketentuan untuk mengeluarkan izin membangun di kawasan jalur hijau. Pasalnya, semua ijin saat ini dikeluarkan melalui Online Single Submission (OSS) yang merupakan sistem perizinan berbasis teknologi informasi yang mengintegrasikan perizinan di daerah dan pusat. 

"Ya ndak ada ketentuan Kepala Desa mengeluarkan izin," tegasnya.

Hal senada diungkapkan oleh PLH Kasat Pol PP Kabupaten Badung A.A. Ngurah Raka Sukadana juga menyebutkan, terkait kasus jalur hijau yang sudah ditempati oleh warga disebut pelanggaran. "Satpol PP selaku penegak Peraturan Daerah (Perda). Kalau tidak sesuai dengan peruntukan dan tata ruang sudah namanya pelanggaran," ungkap Ngurah Sukadana.

Mengenai adanya Pemerintahan Desa sampai mengeluarkan ijin membangun tempat tinggal di kawasan jalur hijau, hal tersebut merupakan tindakan diluar kewenangan. Kata Sukadana, yang berwenang harus sesuai aturan tata ruang yang dipegang oleh PUPR dan pihaknya di Satpol PP kedepannya tetap melakukan tindakan penegakan.

"Kalau itu resmi mengeluarkan sudah barang tentu diluar kewenangan. Artinya jelas tidak ada kewenangan sudah berarti melakukan pelanggaran. Berarti produknya itu pun adalah tidak sah. Kalau sampai melakukan tindakan diluar kewenangan disini ada pimpinan yang akan menentukan," ujarnya.

Saat ditanya, apakah nanti di jalur hijau ada pembongkaran bangunan yang tidak sesuai peruntukannya? Sukadana pun menjawab, jika arahnya ke sifat penindakan dan ini harus ditegaskan untuk dilakukan sesuai dengan aturan, mungkin-mungkin saja akan seperti itu (dibongkar). 

"Kalau kami tetap di Satpol PP apapun produk di sebuah aturan akan kami tindaklanjuti asal itu sudah merupakan keputusan pimpinan dan keputusan final harus dilaksanakan, kita eksekusi. Yang namanya aturan yang sudah menjadi produk final ya harus ditindaklanjuti, itu kan keputusan rakyat," jawabnya.ang/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER