Literasi Digital Cegah Penyebaran Radikalisme di Media Sosial

  • 14 Agustus 2022
  • 09:05 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1726 Pengunjung
Ilustrasi, Foto/Suber: Google

Opini, suaradewata.com - Literasi digital dapat berguna sebagai metode pencegahan penyebaran radikalisme di media sosial (medsos). Dengan literasi digital yang baik, maka warga dunia maya dapat menyebarkan konten-konten digital yang berkualitas, tanpa disusupi ujaran kebencian hingga penyebaran radikalisme yang dapat merugikan banyak pihak.

Diketahui bahwa paham radikal telah merambah ke dunia medsos. Hal tersebut patut untuk diwaspadai, karena radikalisme merupakan penghancur bangsa. Salah satu cara untuk mencegah penyebaran radikalisme di dunia maya adalah melalui peningkatan literasi digital yang baik dan benar.

Literasi adalah hal yang sangat penting dalam penggunaan teknologi media digital. Literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet, dan sebagainya. Kecakapan pengguna dalam literasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkanya dengan bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai kegunaannya. Literasi digital memiliki berbagai manfaat antara lain untuk menambah wawasan, meningkatkan kemapuan verbal individu, serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Dengan maraknya teknologi digital, maka akan banyak sekali arus informasi yang beredar di dunia maya. Sumber informasi yang banyak tersedia di dunia maya terkadang tidak diketahui dengan jelas kredibilitasnya. Maka ini dapat menjadi tantangan dalam meningkatkan literasi digital. Selain itu, banyak pula ditemui konten negatif seperti konten pornografi, ujaran kebencian, radikalisme, hingga berita bohong tersebar luas di dunia maya yang membutuhkan kemampuan analisa yang baik bagi pengguna agar tidak terpengaruh ke dalam konten negatif tersebut, dengan kata lain saring sebelum sharing.

Salah satu bentuk konten negatif di dunia digital adalah masifnya penyebaran radikalisme di medsos. Radikalisme adalah sebuah paham yang mengingkan terjadinya sebuah perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara ekstrem, seperti kekerasan. Penyebaran radikalisme di medsos bahkan tidak lagi hanya menyasar masyarakat umum, tetapi juga kepada aparat pemerintahan.

Facebook, Instagram, Twitter merupakan medsos yang banyak digunakan di Indonesia. Medsos yang tujuan awalnya sebagai media untuk menjalin silaturahmi, berbagi informasi, meningkatkan hobi serta keahlian seharusnya bersih dari konten berita bohong, ujaran kebencian, hingga radikalisme.

Selama ini diketahui bahwa medsos sering dimanfaatkan untuk penyebaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme. Analis Utama Intelijen Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ibnu Suhaendra menjelaskan bahwa seseorang dapat dengan mudah untuk menemukan ajaran-ajaran tentang panduan bom bunuh diri atau mati syahid serta ajaran radikal lainnya di medsos.

Hal senada juga diungkapkan budayawan yang juga anggota Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Benny Susatyo. Dirinya mengaku prihatin dengan kondisi penggunaan medsos di Tanah Air. Tantangan terbesar bagi masyarakat Indonesia saat ini adalah menjaga martabat bangsa dengan menjaga Pancasila di ranah media sosial. Dengan berpedoman pada Pancasila, maka kita telah menjalankan agama dengan benar, arif, serta bijaksana.

Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R Abdullah mengingatkan perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal di medsos. Hal ini dikarenakan para penyeru radikalisme merasa medsos merupakan media yang paling efektif untuk menyebarkan propaganda mereka serta untuk mempengaruhi para generasi muda.

Taufiq menambahkan bahwa penyebaran radikalisme yang massif di medsos memiliki pengaruh yang luar biasa bagi generasi muda, terutama pelajar SMP dan SMA. Hal ini karena saat remaja merupakan masa-masa rentan pencarian jati diri, dan sangat rentan terpapar pengaruh paham radikal.

Hal ini seperti yang terjadi pada tahun 2015, dimana seorang Warga Negara Indonesia (WNI) meminta seluruh keluarganya untuk pindah ke Suriah, setelah ISIS mengkampanyekan kehidupan baru di negeri Islam. WNI bernama Nurshadrina Khaira Dhania merupakan warga Indonesia yang berhasil diselamatkan dari Suriah setelah kejatuhan ISIS. Dirinya mengaku terpengaruh radikalisme dari penyebaran konten radikal di internet saat masih berusia 16 tahun.

Peningkatan literasi digital sangat diperlukan karena Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia, dan memiliki jumlah pengguna aktif medsos yang sangat banyak. Dengan sosialisasi dan literasi digital yang baik, maka masyarakat diharapkan lebih bijak dan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau yang lebih dikenal dengan sebutan UU ITE dalam bermedia sosial.

Literasi digital dalam penggunaan medsos secara tidak langsung menuntut kedewasaan dari pemakainya. Banyaknya arus informasi yang beredar di dunia maya, harus diimbangi kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis diperlukan agar kita bisa menyaring informasi yang beredar apakah sebuah kebenaran yang membawa manfaat, atau sebuah tulisan yang dapat menjadi bahan bakar permusuhan.

Masyarakat hendaknya memikirkan dengan matang konten yang dipostingnya apakah berupa fakta, opini, atau hanya berupa tulisan yang tidak diketahui kredibilitas penulisnya. Masyarakat sebagai pengguna juga sebaiknya memikirkan dampak yang mungkin muncul dari konten yang dipublikasi di media sosial. Karena tanpa pemikiran matang, konten yang dipublikasinya bisa saja berpotensi melanggar hukum, dan tidak bermanfaat bagi orang lain terlebih lagi bila konten tersebut mengarah kepada tindakan radikalisme atau terorisme.

Perkembangan teknologi digital adalah sebuah hal yang tidak dapat kita tolak proses dan masanya, karena itu merupakan sebuah keniscayaan. Sebagai masyarakat sudah seharusnya kita mengambil manfaaat sebesar-besarnya dari perkembangan teknologi dan berusaha meminimalisir potensi-potensi yang merugikan khususnya di medsos.  Dengan upaya perbaikan literasi digital, kita sambut Indonesia yang aman jauh dari segala ancaman ujaran kebencian, berita bohong dan penyebaran radikalisme di media sosial.

Bening Arumsari, Penulis adalah Kontributor untuk Pertiwi Institute


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER