Miliki Akta Surat Perkawinan Sah, Ibu ini Dituntut 4,5 Tahun

  • 17 April 2022
  • 21:25 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1768 Pengunjung
Ni Luh Widiani bersama tim kuasa hukumnya. Foto: mot/istimewa

Denpasar, suaradewata.com - Agus Widjajanto, penasihat hukum dari terdakwa Ni Luh Widiani, menilai pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gusti Wirayoga, telah mengabaikan rasionalitas hukum.

Dalam tuntutannya, Jaksa dari Kejari Badung ini menuntut Widiani dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun). Perempuan asal Kubutambahan, Buleleng itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik.

Yaitu berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait hal itu, Agus Widjajanto mengatakan tim penasihat hukum yakin, majelis hakim yang diketuai Wayan Yasa dengan anggota Putu Sayoga dan Konny Hartanto, akan memberikan keadilan kepada Widiani. 

Menurut Agus Widjajanto, dalam pledoi atau nota pembelaan, tim penasihat hukum sudah dengan tegas mengatakan adanya kriminalisasi terhadap, Widiani, sebagai upaya dari konspirasi merampas hak sebagai istri sah dari Alm. Eddy Susila Suryadi. “Jaksa ngawur dan gelap mata dengan mengabaikan rasionalitas hukum,” kata Agus Widjajanto.

Untuk diketahui setelah suaminya Eddy Susila Suryadi meninggal dunia, terdakwa bersama I Wayan Darma Winata (terdakwa dalam berkas terpisah) selaku notaris membuat Akta Pernyataan Silsilah dan Surat Pernyataan Waris. Pernyataan Akta Nomor 6 tanggal 20 April 2019 berisi terdakwa sebagai ahli waris Eddy Susila Suryadi, dan mengalihkan saham atas Eddy Susila Suryadi sebanyak 99% kepada terdakwa. 

Menurut JPU pembuatan akta tersebut menggunakan administrasi kependudukan yang tidak sah, yakni Akta Perkawinan tertanggal 5 Februari 2015, dan Kartu Keluarga tertanggal 13 Februari 2015. Pembuatan akta ini juga tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarga Eddy Susila Suryadi. 

Padahal, dalam anggaran dasar PT Jayakarta Balindo masih tercatat nama Putu Antara Suryadi (Alm) sebagai pemegang saham sebanyak 100 lembar atau 1 %. Selain itu, kepengurusan perusahaan yang bergerak jual beli kendaraan bermotor itu juga tercatat Eddy Susila Suryadi sebagai Komisaris Utama, Gunawan Suryadi sebagai Komisaris, dan I Made Jaya Wijaya sebagai Direktur. 

Selanjutnya, terdakwa mengajukan permohonan ke PN Denpasar agar PT Jayakarta Balindo menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Permohonan itu pun disetujui oleh PN Denpasar dengan mengeluarkan penetapan Nomor:615/Pdt.P/2019 PN Denpasar tanggal 9 September 2019. 

Namun, keluarga Eddy Susila Suryadi, yakni Gunawan Suryadi, I Made Jaya Wijaya, dan Putu Antara Suryadi (Alm) menolak untuk melakukan RUPS dengan alasan Akta Pernyataan Nomor 6 tanggal 20 April 2019 tidak sah karena dibuat sepihak oleh terdakwa dan I Wayan Darma Winata. 

Setelah mendapat penolakan, terdakwa kemudian membuat keputusan sirkuler pada tanggal 18 Oktober 2019, yang berisi terdakwa sudah mengadakan rapat dengan pengurus PT Jayakarta Balindo. Rapat tersebut menelurkan keputusan pengalihan saham dari Eddy Susila Suryadi ke terdakwa, dan merubah struktur pengurus PT Jayakarta Balindo dengan menjadikan terdakwa sebagai Komisaris Utama.

"Fakta sebenarnya terdakwa tidak pernah melakukan rapat yang dihadiri Gunawan Suryadi, I Made Jaya Wijaya, dan Putu Antara Suryadi (Alm), dan tidak ada persetujuan pengesahan pemindahan saham, maupun merubah struktur kepengurusan PT Jayakarta Balindo," tulis dalam dakwaannya. 

Selanjutnya, beberapa keputusan sirkuler dan Akta Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Jayakarta yang dibuat oleh terdakwa itu kemudian didaftarkan Ditjen AHU Kemenkumham RI hingga mendapat persetujuan. 

Eddy Suryadi adalah pemilik 9.900 lembar saham atau 99 persen saham di PT Jayakarta Balindo. Sementara 100 lembar saham atau 1 persen atas nama Putu Antara Suryadi, adik dari Eddy Suryadi. “Saham 1 persen atas nama Putu Antara Suryadi adalah saham formalitas untuk memenuhi Undang – undang Perseroan Terbatas yakni pemegang saham minimal harus 2 orang,” beber Agus Widjajanto.

Sepeninggal suaminya, Widiani dilaporkan ke Mabes Polri oleh Keluarga Alm. Eddy Susila Suryadi dengan tuduhan, menggunakan surat palsu yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Eddy Susila Suryadi untuk mendaftarkan pernikahannya ke Disdukcapil Kota Denpasar. Setelah didaftarkan, Disdukcapil menerbitkan Akta Perkawinan pada tanggal 5 Februari 2015.  

“Apabila KTP tersebut palsu, Disdukcapil tidak mungkin menerbitkan Akta Perkawinan saat itu. Selain itu, KTP tersebut pernah digunakan untuk RUPS PT Jayakarta Balindo tahun 2013 dan juga akad kredit dengan Bank,” ungkap Agus Widjajanto.

Dikatakannya, menurut due process of law tidak diperkenankan adanya Laporan Polisi yang sama dengan objek perkara yang berbeda yang sebelumnya tidak disebutkan di dalam laporan tersebut. Apabila hal itu akan diperiksa menurut objek yang berbeda, harus dibuat dengan Laporan Polisi yang berbeda meskipun dengan subjek (tersangka) yang sama dengan perkara yang sudah diputus sebelumnya. 

Dalam pembelaannya, Agus Widjajanto menyoroti legal standing atau hak untuk melapor. Laporan Polisi adalah pemalsuan surat, berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo. Mengacu pada Undang - undang Perseroan Terbatas, merupakan delik aduan dimana yang berhak melakukan pelaporan adalah orang atau pihak yang merasa dirugikan. 

Selain itu, tim penasihat hukum dalam pledoinya menegaskan bahwa, terdakwa Ni Luh Widiani adalah istri yang sah dari Alm. Eddy Susila Suryadi. “Mahkamah Agung dalam putusan kasasi tanggal 24 Maret 2022, mengabulkan permohonan kasasi Ni Luh Widiani atas Gugatan Pembatalan Perkawinan yang dilakukan keluarga Eddy Susila Suryadi,” ungkap Agus Widjajanto. 

Dikatakan, putusan Kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) tersebut berarti perkawinan Widiani dan Eddy Suryadi yang dilangsungkan di hadapan pemuka agama Hindu, Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsanawa Shandhi, berlangsung di Banjar Kaje Kangin, Desa Kubutambahan Buleleng, tanggal 28 Maret 2014 adalah sah. 

Tidak hanya itu, Akta perkawinan maupun Akta Kelahiran anak yang diterbitkan Disdukcapil Kota Denpasar adalah sah. Dengan perkawinan yang sah maka menurut Agus Widjajanto, Widiani adalah alih waris yang sah dari Alm. Eddy Susilo Suryadi.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER