Buat Surat Palsu Kematian Istri, Bapak ini Dihukum 8 Bulan

  • 26 Januari 2022
  • 19:00 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1742 Pengunjung
Sidang kasus pemalsuan surat kematian dengan tersangka atas nama Suraji pria berumur 56 tahun yang di lakukan secara daraing, Foto/ari/suaradewat

Denpasar,suaradewata.com - Suraji pria berumur 56 tahun yang sengaja membuat surat kematian palsu atas nama istrinya, oleh Pengadilan Negeri Denpasar diganjar hukuman Delapan Bulan penjara.

Sedangkan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Petang, Badung, bernama Abdul Munir (43) yang turut membantu dihukum 6 bulan penjara. Putusan itu dibacakan secara sidang online oleh hakim ketua Putu Ayu Sudariasih.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan ke dua terdakwa bersalah dengan sengaja melakukan persengkokolan tindak pidana memalsukan surat. 

Keduanya disangkakan tindak pidana “memakai surat palsu" sebagaimana dimaksud dalam Dakwaan melanggar Pasal 263 ayat (2) KUHP dan pasal 264 ayat (2) KUHP. 

"Menghukum kepada terdakwa Suraji dengan pidana penjara selama 8 bulan dan pidana penjara untuk terdakwa Abdul Munir selama 6 bulan penjara," putus hakim Putu Ayu secara sidang online. 

Sebagaimana disampaikan JPU Kejari Badung, bahwa sebelumnya untuk terdakwa Suraji dituntut 12 bulan dan terdakwa Munir 10 bulan penjara. Menanggapi putusan teraebut, Jaksa Putu Yumi Antar memilih minta waktu pikir selama tujuh hari kedepan.

Sebagaimana tertuang dalam kesaksian Diah Suartini di persidangan, mengakui bahwa suaminya telah menikah lagi. Hal itu setelah suaminya secara berterus terang telah menikah serambi menunjukkan buku nikah bersama Hernanik. 

Merasa ada yang tidak beres, lantaran menikah tanpa persetujuan istri pertama. Maka saksi Diah mendatangi kantor KUA Petang. 

"Saya tidak ingat tanggalnya, itu bulan Agustus 2019. Begitu saya cek dibagian administrasi, nama saya ditulis sudah meninggal," aku saksi secara online dari Kejari Badung.

Dalam berkas itu, terdapat surat keterangan kematiannya yang menerangkan bahwa dirinya telah meninggal pada tahun 2016. Selain itu saksi juga melihat ada KTP dan KK Palsu yang menyatakan bahwa terdakwa Suraji berdomisili di Desa Petang. 

"Saya sakit hati dan dirugikan karena sejak terdakwa Suraji menikah lagi,  saya dan anak-anak tidak dinafkahi lahir dan batin," kata saksi Diah.

Lebih lanjut, saksi Diah juga menerangkan bahwa terdakwa Abdul Munir sempat mengaku membuat KK dan KTP palsu dengan tujuan untuk melengkapi syarat-syarat pernikahan terdakwa Suraji dengan Hernanik. 

Dalam kasus ini terdakwa juga dibantu oleh seorang yang biasa dipanggil Pak HJ Anwar, sampai saat ini masih buron. Pak HJ Anwar berperan sebagai orang yang meminta terdakwa Munir untuk mengurus berkas pernikahan terdakwa Suraji dan Hernanik agar sah di mata agama dan negara. 

Terdakwa Munir juga ditunjuk jadi penghulu dalam pernikahan yang berlangsung pada 30 Agustus 2019 sekita pukul 08.00 wita Kantor KUA Petang, Badung. Selain itu, terdakwa Munir juga membuat sendiri dokumen-dokumen untuk melengkapi berkas pernikahan tersebut.

Termasuk juga membuat surat keterangan kematian saksi Diah Suartini. Serta KTP dan KK baru terdakwa Suraji dan saksi Hernanik. Terdakwa Munir diberi bayaran Rp 1,5 juta atas jasanya ini.  

"Untuk diketahui bahwa terdakwa Suraji dan saksi Diah Suartini sudah menikah sejak 1 Agustus 1989," sebut jaksa dalam dakwaannya.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER