Kekejaman KST Papua Mencederai Pendekatan Damai Pemerintah

  • 25 Januari 2022
  • 18:15 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1588 Pengunjung
ilustrasi kst papua, Foto/Sumber: Google

Opini,suaradewata.com - Kekejaman Kelompok Separatis dan Teroris(KST) Papua kepada Rakyat Sipil maupun TNI/Polri mendapat kecaman banyak pihak. Selain menimbulkan trauma, aksi brutal KST telah mencederai pendekatan damai dan kesejahteraan Pemerintah.

Papua merupakan wilayah yang tak lepas dari perhatian pemerintah, khususnya dalam upaya pendekatan damai. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah mengedepankan pendekatan kesejahteraan dalam pembangunan di Papua. Mahfud berujar, pemerintah secara umum menggunakan pendekatan kesejahteraan, pendekatan damai, tanpa kekerasan, tanpa senjata.

            Selain itu, pemerintah juga mengedepankan program afirmasi dalam membangun Papua. Menurut Mahfud, hal ini terejawantahkan dari rencana penaikkan dana otonomi khusus menjadi 2,2% dari plafon dana alokasi umum (DAU) di tahun depan. Saat ini, dana otsus Papua adalah 2% dari DAU.

            Langkah pemerintah dan aparat keamanan yang tidak lagi mengutamakan pendekatan militer merupakan terobosan yang baik dalam menyelesaikan masalah Kelompok Separatis Teroris (KST) di Papua. Tentu saja dengan penanganan konflik di Papua, melalui pendekatan lunak yang mengedepankan rasa kemanusiaan, merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam merangkul rakyat dengan kasih dalam pangkuan Ibu Pertiwi.

            Namun upaya pendekatan damai tersebut ternyata dicederai oleh ulah KST Papua. Di mana dalam beberapa hari yang lalu, KST masih melancarkan teror serta ancaman terhadap masyarakat yang tinggal di Kabupaten Puncak, Papua. Korban jiwa dan korban materiil pun tak terhindarkan. Bahkan sebagian masyarakat lebih memilih untuk meninggalkan Puncak dan mengamankan diri ke Kota Timika.

            Atas kegaduhan yang terjadi, salah seorang tokoh dari West Papua National Authority (WPNA) wilayah Domberai, Markus Yenu mengatakan ketidaksepahamannya dengan aksi-aksi yang dilakukan oleh KST.

            Yenu menilai, apa yang dilakukan oleh KST adalah tindakan yang sangat ceroboh dan tidak dalam pertimbangan yang cukup matang. Meski pihaknya mengklaim jika korban yang telah dibunuh adalah bagian dari mata-mata aparat keamanan, namun tindakan semacam itu justru sangat merugikan.

            Hal ini seakan menunjukkan bahwa Teoris kelompok kriminal bersenjata (KKB) memang tidak ingin masyarakat Papua maju. Dalam kurun waktu 3 bulan, sebanyak 3 sekolah telah dibakar KST.

            Padahal kita semua tahu bahwa salah satu program pemerintah dalam memajukan Papua adalah memajukan sektor pendidikan. Sehingga pembakaran sekolah ini tentu saja tidak dapat dimaafkan. Tiga sekolah yang dibakar adalah bangunan SD di Distrik Kiwirok, SMP Serambakon dan SMAN 1 Oksibil.

            KST tidak setuju apabila pendidikan di Papua menjadi maju, apalagi pembakaran ketiga sekolah tersebut dilakukan sebelum shubuh. Sebelumnya, KST telah menembak Sersan Dua Miskel Rumbiak Saereri gugur pasca terkena tembakan. Serda Miskel Rumbika bersama memang anggota lainnya diserang saat melaksanakan tugas pembinaan untuk kepentingan masyarakat lokal di distric Aifat Timur. Empat prajurit lainnya dinyatakan luka-kula.

            Sebelumnya, mantan Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpauw, mengatakan KST merupakan sekelompok orang yang sering bergerombol dan melakukan gangguan keamanan. Paulus menegaskan bahwa dirinya selalu mengkategorikan KST sebagai free man. Hidupnya hanya melakukan kekerasan, menakutkan semua orang, mengancam semua orang dengan senjata.

            Tentu saja kekejaman yang dilakukan KST yang dulu disebut KST tidak bisa ditolerir lagi. Negara juga harus segera berbuat atau bertindak. Agar korban jiwa di kalangan masyarakat Papua tidak lagi berjatuhan, negara harus bertindak tegas dan terukur.

Dengan adanya kekejaman yang sudah jelas melanggar HAM, tentu saja negara wajib hadir dengan tujuan yang jelas, yakni melindungi warga Papua agar bisa menjalani kehidupan dengan normal, tanpa dibayang-bayangi teror dan ketakutan. Ketika Papua kembali damai dan kondusif tanpa konflik yang melibatkan senjata api, pemerintah bisa dengan tenang melanjutkan pembangunan di Bumi Cenderawasih

Salah satu pembangunan yang menjadi ikon Baru adalah dibangunnya jembatan Youtefa di Jayapura, jembatan ini  juga menjadi landmark kegiatan kolaboratif antar tingkat pemerintahan melalui kerja sama pendanaan yang melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Surat Berharga Syariah Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten.

            Kekejaman yang ditorehkan KST rupanya menghambat perdamaian serta upaya pembangunan. Pemerintah saat ini menggunakan pendekatan secara lunak dengan harapan Papua akan menjadi tanah yang damai, namun tentu saja KST layak untuk dibubarkan.

Rebecca Marian, Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER