Mewaspadai Provokasi KST Papua Ganggu Stabilitas Keamanan

  • 04 Januari 2022
  • 17:40 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1554 Pengunjung
ilustrasi kst papua, Foto/Sumber: Google

Opini,suaradewata.com - Pemerintah berkomitmen untuk mengedepankan pendekatan humanis dalam memperbaiki sektor keamanan di Papua. Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk terus mewaspadai provokasi Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua yang terus menebar teror dan mengganggu stabilitas keamanan di Papua.

Dalam perkembangannya, Papua sebetulnya mengalami cukup banyak kemajuan. Tak hanya di infrastruktur saja, namun juga kolaborasi apik antara tokoh masyarakat dengan TNI-Polri. Yakni, berhubungan dengan kedamaian dan keamanan di tanah Papua.

Namun, agaknya memang upaya pengamanan ini tak boleh melemah. Kewaspadaan hingga rencana-rencana kedepan memang kudu dipersiapkan. Hal ini menyusul berita dimana Organisasi Papua Merdeka (OPM) dinyatakan terus menebar provokasi. Terbayang, jalan pendekatan melalui sistem humanis untuk mengakhiri kekerasan di bumi Cendrawasih bakal menghadapi jalan yang cukup berliku.

Menurut juru bicara Komnas OPM, 2 Januari 2022, yakni Sebby Sambom mengutarakan jika pasukan tersebut mengibarkan bendera bintang fajar. Tepatnya di tiga titik lokasi di kabupaten Intan Jaya, dibawah komando Komandan Operasi Undius Kogeya.

Sebby menyebutkan bahwasanya bendera tersebut dikibarkan di penghujung tahun 2021, 31 Desember lalu. Hari jumat bertepatan dengan 00.55 Waktu Indonesia  Timur. Bendera tersebut juga dikabarkan membentang hingga 1 Januari tahun 2022. Bahkan, genderang perang seolah telah dibunyikan kembali, dengan tembakan peringatan untuk mengundang TNI-Polri. Kelompok ini seolah menunjukkan jika mereka siap bertempur kembali di tahun 2022.

Beberapa pentolan OPM yang memimpin pengibaran bendera bintang fajar diantaranya ialah, Ini Kobogau, Abenj Kobogau, Ruben Kobogau, Undius Kogoya, serta Enos Tipagau. Pasukan ini juga berencana memperluas wilayah operasi mereka.

Sebelumnya, Susaningtyas Kertopati selaku Pengamat Intelijen dan Militer menilai langkah pemerintah dalam menetapkan KKB di Papua Menjadi KST melalui pertimbangan yang sangat matang. Pun dengan persiapan, konsekuensi hingga beragam implikasi yang akan dihadapi oleh pemerintah.

Menurutnya, hal paling serius selepas penetapan tersebut ialah membangun kepercayaan atas rakyat melalui komunikasi yang lebih bagus. Termasuk melakukan propaganda serta kontra propaganda yang harus terukur, efisien, efektif juga tepat sasaran.

Nuning menambahkan jika konstruksi sosial-politik yang kerap membentuk opini publik, dapat meminimalisir dukungan atas kelompok insurgensi. Sebab, kelompok KST tersebut sangat sering melakukan propaganda dengan media lokal maupun internasional. Pun dengan beragam mobilisasi massa,  hingga demonstrasi dengan cara ekploitasi isu HAM, referendum, ketimpangan pembangunan juga yang lainnya.

Dirinya berharap ke depan bakal ada komunikasi yang lebih intens dengan pihak Pemda, DPR hingga MPR Papua, khususnya terkait pengungsi pihak sipil yang dinilai tidak berdosa. Nuning menyatakan pastinya mereka juga terekam oleh beragam ketakutan. Sehingga hal ini layak untuk segera ditanggulangi. Apalagi, penyelesaian konflik Papua tentunya tak boleh berdasar atas dendam satu menuju dendam lainnya.

Di lain hal, gerakan separatisme Papua mempunyai jaringan yang bersifat fragmented. Dengan kata lain, tidak ada satu komando terstruktur, serta setiap kelompok mempunyai pimpinan sendiri. Organisasi yang structure-less ini dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya yang terjadi pada masyarakat Papua. Dimana masih begitu kental dengan semangat berbasis primordial kesukuan. Makanya, lembaga adat begitu berperan di sini.

Nuning kembali menambahkan jika seluruh pendekatan ipoleksosbud telah dikerahkan, namun masih saja konflik ini tak kunjung usai. Hal tersebut dinilai karena masih adanya unsur yang bersifat pragmatis dalam tubuh KST tersebut.

Sebagai informasi penting, jaringan ini beranggotakan masyarakat yang begitu terikat dengan kesukuan hingga persenjataan terbatas. Namun, sumber utama pengadaan senjata Melalui upaya perampasan serta pencurian senjata dari para pasukan militer TNI-Polri, juga membeli dari sebuah jaringan penjualan senjata dari Filipina Selatan juga Papua Nugini.

Upaya serius untuk menanggapi provokasi KST ini memang harus terus digencarkan. Agaknya, organisasi OPM ini kian berani menunjukkan eksistensinya. Kemungkinan, mereka juga telah mengisi amunisi hingga siap bertempur melawan TNI-Polri dan pemerintah. Namun, kita tak boleh lengah. Apalagi, kolaborasi antar pemuka agama hingga aktivis Papua siap membantu demi perdamaian di bumi Cendrawasih.

Kedepan perlu dilakukan upaya lebih intensif lagi, sehingga segala ancaman dan serangan mampu diminimalisir. Berkaca dari sebelumnya, dimana banyak sekali korban-korban traumatik hingga yang berguguran akibat konflik tersebut.  Maka dari itu, awal tahun ini pemerintah dan seluruh jajaran yang terkait harus mengerahkan fokus lebih serius demi masa depan Papua yang lebih baik.

Rebecca Marian, Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER