Dudukan Kepada Pedagang yang Mobiling Dipinggir Pantai Batu Bolong Kini Dihentikan Sementara

  • 26 Oktober 2021
  • 17:55 WITA
  • Badung
  • Dibaca: 1790 Pengunjung
suaradewata

Badung, suaradewata.com - Jro Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana menyebutkan untuk dudukan kepada pedagang yang mobiling di pinggir pantai kini dihentikan sementara. Pasalnya, dudukan kepada pedagang yang mobiling di Pinggir Pantai Batu Bolong akan disinkronkan dengan aturan diatasnya. "Ya pungutan itu sementara dihentikan, karena kita harus sinkronkan minta petunjuk agar dibawah tidak dijadikan bulan bulanan dan harus ada pertemuan untuk dicarikan solusinya," sebut Wayan Suarsana di Kantor Desa Canggu, Selasa, (26/10/2021).

Baca : https://www.suaradewata.com/read/202110240009/bendesa-adat-canggu-akan-menelusuri-setoran-pedagang-100-ribu-ke-desa.html

Jro Bendesa menjelaskan, dudukan atau pungutan tersebut merupakan permintaan dari pedagang acung saat Bendesa Adat lama menjabat. Sehingga dikondisikan dan dibuatkan organisasi untuk di Pantai Batu Bolong agar tidak rancu. Dan dari Desa adat menindaklanjuti mengumpulkan mereka dengan membuatkan kartu untuk pendataan pedagang acung tersebut. 

"Permintaan uang itu karena permintaan dia para pedagang. Sekarang karena itu tidak diperbolehkan siapa yang mengontrol dia berdagang. Kalau ada kejadian siapa yang ngontrol kan gak ada, kalau dari Pemerintah yang ngontrol kan bagus," jelasnya.

Dudukan kepada pedagang yang mobiling sebelumnya sudah dilakukan 1 kali saja. Karena pandemi, sehingga tidak lagi ada pungutan. "Kesepakatan ada yang membayar 150.000," pungkasnya.

Lebih lanjut Jro Bendesa Adat Canggu mengatakan, bahwa sebelumnya pihaknya sudah menggelar rapat bersama tokoh masyarakat. Dan terungkap dari tokoh masyarakat ternyata bergebu-gebu meminta kepada Pemerintah untuk membersihkan bangunan yang melanggar di wilayah Sempadan Pantai. 

"Jadi tokoh tokoh masyarakat meminta agar pantai itu bagus dan tertata dengan rapi. Kalau untuk penataan masyarakat pasti welcome karena itu public area. Sehingga Pemkab harus turun tangan dan masyarakat welcome untuk di tertibkan," ujarnya.

Baca juga : https://www.suaradewata.com/read/202110250003/memberikan-ijin-ke-pedagang-disempadan-pantai-apalagi-ada-setoran-dipastikan-melanggar.html

Sebelumnya, Minggu, (24/10/2021), Jro Bendesa Adat Canggu Wayan Suarsana menjelaskan, sesuai Perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, ada istilah dudukan/pungutan. Didalam Perda tersebut, dudukan tidak menyebutkan nominal, namun dudukan/pungutan itu dilakukan sesuai dengan kesepakatan dua belah pihak antara Desa Adat dengan pedagang. Dan boleh melakukan dudukan setelah dibuatkan pararem sebagai dasar untuk melakukan dudukan. 

Berdasarkan itulah Desa Adat Canggu melakukan dudukan kepada para pedagang asongan yang mobiling/berpindah-pindah di pinggir pantai sesuai kesepakatan. Dudukan dikenakan kepada tamiu pendatang yang bertempat di Canggu untuk mencari pekerjaan. Dudukan tersebut tidak ada paksaan dan diperuntukkan untuk keperluan parahyangan, palemahan, dan pawongan di Desa Adat Canggu. Sedangkan fasilitas yang didapatkan oleh pedagang adalah dibantu dari segi keamanan kepada pedagang tersebut.  

"Dana dudukan tersebut diperuntukkan untuk itu. Misalnya di daerah Canggu ada pembunuhan, nah dari dana dudukan tersebutlah dipakai untuk mecaru misalnya dan lain sebagainya," ujarnya.

Disisi lain, Kasi Pemanfaatan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Badung, I Putu Gede Adhi Mantra menyebutkan pemberian ijin kepada pedagang untuk jualan di sempadan pantai apalagi ada setorannya dipastikan melanggar aturan diatasnya. Pasalnya, pemberian ijin kepada pedagang harus berkoordinasi dengan pihak PUPR dan Satpol PP untuk mendapatkan rekomendasi dari pimpinan. "Kecuali ada kebijakan dari Pimpinan seperti untuk meningkatkan Ekonomi tapi tetap ada bahasa boleh berjualan tapi ada syaratnya," sebut Adhi Mantra kepada media suaradewata.com, Senin, (25/10/2021).

Ia menerangkan, kebijakan itu biasanya  harus duduk bersama dahulu untuk membicarakan hal tersebut dengan berkoordinasi ke Satpol PP dan PUPR Badung. Dimana PU selaku perumus Tata Ruang dan menerbitkan tata ruang sesuai dengan tufoksinya, sedangkan Satpol PP sebagai penegakan Perda ataupun Perbup. Dan pengawasannya ada dari Satpol PP dan PUPR sebagai tim pengendalian tata ruang. 

"Setahu tiyang (pedagang di Pantai Canggu) belum ada koordinasi baik yang mobiling maupun yang menetap. Kalau sudah kami dibutuhkan informasi kami siap berkoordinasi," terangnya.ang/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER