Dalang Cenk Blonk : Kisah Sugriwa dan Subali Sebagai Cermin Kehidupan

  • 18 September 2021
  • 23:00 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 5550 Pengunjung
Tokoh seniman wayang I Wayan Nardhayana yang lebih dikenal Dalang Wayang Cenk Blonk

Tabanan, suaradewata.com – Hebohnya soal Owa Siamang (Symphalangus syndactylus) yang dikembalikan Bupati Badung Nyoman Giri Prasta ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali beberapa waktu lalu menimbulkan persepsi sebagai sebuah cerminan situasi Bali kedepan. Bahkan penekun spritual Anak Agung Raka Arnawa asal Puri Kaleran Mengwi mengaitkannya dengan kisah pewayangan sugriwa dan subali. Disisi lain tokoh seniman wayang I Wayan Nardhayana yang lebih dikenal Dalang Wayang Cenk Blonk asal Banjar Batannyuh Kelod Desa Bantannyuh Belayu Kecamatan Marga menegaskan kisah pewayangan Sugriwa dan Subali merupakan cerminan kehidupan. “Cerminan kehidupan dalam kisah pewayangan Subali dan Sugriwa memiliki pesan dalam kehidupan kita.  Kisah ini bisa terulang kembali namun bentuk dan jenisnya yang berbeda,” tuturnya saat www.suaradewata.com bertandang ke kediamannya, Sabtu, (18/09/2021).

Menurut Jero Dalang Nardhayana, wayang itu bayangan, bayangan itu cermin. Kisah kisah itu adalah cermin, cermin untuk berbuat kedepan. “Cerita pewayangan memiliki pesan yang sangat dalam yakni sekuat kuatnya kekeluargaan dia akan bisa hancur karena 3 ta, yaitu Harta, Tahta dan Wanita,” ucapnya.

Untuk kisah Sugriwa dan Subali diturutkan awalnya adalah manusia biasa yang bernama Aribang dan Ari Kuning yang memiliki kakak perempuan bernama Diah Anjani. Tiga bersaudara ini memiliki ayah bernama Begawan Gotama dan Ibu bernama Ratna Jamika atau Diah Indradi (nama asli istri Begawan Gotama siapa sesungguhnya masih rahasia). Dan istri Begawan Gotama ini punya hubungan selingkuh dengan Dewa Surya. Kemudian Dewa Surya memberikan hadiah kepada Diah Anjani berupa "Kecumpu Manik". 

Singkat cerita, disaat Diah Anjani bermain dengan hadiah Kecumpu manik itu, dilihatlah oleh kedua kakak laki-lakinya yakni Aribang dan Arikuning. Karena tidak dikasih, dua bersaudara laki-laki ini melapor ke Ayahnya Begawan Gotama, yang dikira pemberian ayahnya sendiri. Begawan Gotama pun bingung, akhirnya menanyakan kepada istrinya dari mana sumber kecumbu manik itu. Diah Indrani pun diam seribu bahasa karena itu merupakan hadiah dari Dewa Surya.

Masih menurut jero dalang, atas hal itu Begawan Gotama menjadi marah dan dipastulah menjadi batu. Selanjutnya Kecumpu Manik dilempar ke sebuah telaga. Melihat hal itu ketiga ankanya Aribang, Arikuning dan Anjani menceburkan diri ketelaga guna mencari Kecumpu Manik itu. Namun saat muncul dari telaga ternya wajah Diah Anjani berubah menjadi kera. Kemudian oleh Begawan Gotama diberikan nasehat. “Inilah karena kerakusan kamu yang bersengkongkol dengan orang orang yang berpikiran buruk. Sekarang untuk menebus dosa dosa ini lakukanlah tapa,” ucapnya menuturkan kisah pewayangan tersebut.

Menurut Jero Dalang Nardhayana sesungguhnya Subali dan Sugriwa ini persaudaraanmya bagus. Kemudian, ada cerita bahwa sorga itu diserang oleh raksasa. Sehingga dimintalah tolong kepada si kera-kera ini untuk memerangi raksasa itu. Dan diberikan hadiah seorang istri bernama Dewi Tara bagi yang bisa mengalahkan raksasa tersebut.

 

"Dewi Tara ini sebenarnya istri Sugriwa, kemudian Sugriwa merasa iri dengan Subali. Kemudian terjadilah peperangan dan Sugriwa kalah. Karena kalah diambillah Dewi Tara dijadikan istri oleh Subali dan punya anak yang namanya Anggada, Kan biasa harta tahta wanita itu yang menghancurkan hidup jadi dia retak kekeluargaannya karena seorang wanita," ujarnya.

Karena kalah, Sugriwa pun memohon bantuan kepada Sang Rama untuk mengalahkan Subali. Karena kisahnya senasib antara Sugriwa dan Rama, sama-sama kisah istrinya dibawa lari, akhirnya Sugriwa bersengkongkol dengan Rama untuk memerangi kakaknya Subali. Jero Dalang pun menjelaskan, bahwa baktinya Sugriwa dengan Sang Rama hanya untuk mengalahkan kakaknya Subali. Singkat cerita, Sugriwa berhasil mengalahkan kakaknya Subali dengan bantuan Sang Rama. "Karena matinya Subali anaknya Anggada diserahkan kepada Rama. Anggada kalau di Pewayangan kulitnya merah," jelasnya.

Untuk wayang di Bali, karakter Subali dan Sugriwa ini, jika dilihat dari segi pewarnaannya cendrung ke merah-merahan karena sifatnya rajas, enerjik dan kestaria. Meskipun Subali dan Sugriwa adalah putra dari pendeta, mereka cepat emosi, cepat tersinggung dan kurang pengendalian diri. "Jadi dalam pewayangan itu tergantung pewarnaannya. Subali dan Sugriwa cenderung kemerah merahan, jadi sifatnya seperti itu," bebernya.

Lebih lanjut, Jero Dalang menuturkan, dari kisah pewayangan Subali dan Sugriwa ini berkaitan dengan hukum perputaran, hanya saja kisah, jenis dan bentuknya berbeda. Tetapi model dan cirinya mirip-mirip dengan perputaran, karena alam seperti itu. Yang artinya tidak sama percis seperti itu tetapi ada kemiripan-kemiripan.

"Apa yang dilakukan tetap akan berbuah dikemudian hari. Sesuatu yang sudah terjadi tidak bisa diubah lagi. Kisah kisah yang akan datang tidak mampu tidak bisa diubah, karena yang sudah lewat memang harus terjadi," tuturnya.

Ditanya soal Owa Siamang yang sempat viral belum lama ini, Jero dalang Nardhayana mengatakan siapa saja boleh meramal. Meski dirinya seorang dalang, ia mengakui belum bisa meramal tentang dirinya sendiri. "Orang bisa punya 1001 pandangan, tetapi dunia ini, waktu ini akan mengalir begitu saja. Kapan dunia ini ada, satu pun tidak bisa meramal dengan tepat. Jangankan meramal alam semesta, meramal diri sendiri pun tidak tahu,” ucapnya merendah. bay/ang


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER