6 Orang Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Aset Nagara di Tabanan

  • 26 Februari 2021
  • 13:35 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2802 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Kasus dugaan korupsi aset negara berupa tanah milik Kejari Tabanan yang dijadikan bangunan kos-kosan dan toko untuk disewakan, menyerat sejumlah tersangka untuk dimeja hijaukan.

 

Setidaknya ada enam orang tersangka yang telah ditetapkan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Ke enam orang ini disebutkan secara inisial, WS, NM, NS, IKG, PM dan MK.

Pengungkapan kasus dugaan korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 14 miliar lebih ini, disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat (Kasi Penkum dan Humas) Kejati Bali, A Luga Harlianto.

Diuraikan Jaksa Luga, awalnya Kejari Tabanan memiliki aset berupa tanah kantor yang perolehannya dengan status hak pakai dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kejaksaan Tinggi Bali.

"Tanah tersebut merupakan tanah negara sejak Desember 1968 dan digunakan sebagai kantor serta rumah dinas Kejari Tabanan sejak tahun 1974. Sejak tahun 1997 saat berpindahnya kantor Kejari Tabanan ke lokasi saat ini, keluarga dari tersangka IKG, PM dan MK mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya," beber Luga.

Selain ketiga tersangka tersebut, tahun 1999 terdapat keluarga WS, NM dan NS yang membangun rumah tinggal sementara di atas tanah aset Kejari Tabanan. Mereka membangun tanpa ada hak yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

"WS, NM dan NS membangun toko dan mendapatkan hasil sewa dari pemanfaatan aset tanah milik Kejari Tabanan," jelas Luga.

Sebelum penetapan tersangka ini, kata Luga, pihaknya telah menempuh langkah persuasif agar para tersangka legowo menyerahkan tanah itu ke pihak Kejaksaan Tabanan. Namun upaya tersebut tidak diindahkan. Justru mereka tetap menguasai dan membuat bangunan-bangunan toko dan kos-kosan di tanah tersebut.

"Perbuatan WS, NM, NS, IKG, PM dan MK mengakibatkan Kejari Tabanan tidak bisa memanfaatkan tanah asetnya sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 14.394.600.000. Kerugian itu dihitung sebagaimana nilai aset dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat," beber Luga.

Atas perbuatan itu, keenam tersangka dinilai melanggar pasal Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1.mot/utm

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER