Mengembalikan Roh LPD Untuk Mewujudkan Ketangguhan Krama Menghadapi Pandemi Covid-19

  • 16 Februari 2021
  • 10:45 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 1963 Pengunjung
istimewa

Oleh : Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si. (Penasehat  Paiketan Krama Bali)

Opini, suaradewata.comRoh Labda Pacingkreman Desa Adat / Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebuah baga utsaha padruen Desa Adat yang dibangun untuk kesejahteraan Krama Adat, bukan semata untuk mebesarkan LPD itu sendiri. Dalam masa pandemi covid-19 ini, berdasarkan keputusan Desa Adat banyak hal yang dapat dilakukan oleh LPD untukmeringankan beban dan mensejahterakan Krama Adat dalam menghadapi pademi covid-19.

Berdasarkan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat, menyebutkan: Labda Pacingkreman Desa Adat yang selanjutnya disebut LPD adalah Lembaga Perkreditan Desa milik Desa Adat yang berkedudukan di Wewidangan Desa Adat. Dalam perda tersebut juga tertulis bahwa Paruman Desa Adat merupakan lembaga pengambilan keputusan tertinggi Desa Adat untuk mengesahkan hal-hal yang besifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Adat, termasuk diantaranya pembentukan dan pengelolaan LPD. Berdasarkan perda tersebut Desa Adat selaku pemilik LPD berhak melakukan intervensi kedalam manajemen LPD untuk melaksanakan program-program strategis.

Untuk dapat merumuskan program-program strategis tersebut Desa Adat perlu mengetahui kondisi sesungguhnya dalam tubuh LPD. Desa Adat perlu mempelajari lebih detail tentang kondisi keuangan dan pengelolaan LPD sehingga keputusan strategis yang diambil tidak menghancurkan LPD, jika keputusan itu nantinya hanya mengakibatkan LPD sakit sementara ibarat pohon “Pule”, walaupun kulitnya sedikit terluka, namun dapat menyembuhkan/menyejahterakan Krama Adat, hal itu tidak akan jadi masalah. Untuk mengetahui kodisi sebenarnya dalam tubuh LPD, berdasarkan kewenangan Paruman DesaAdat, maka Desa Adat dapat memerintahkan Panureksa LPD, untuk melakukan pendataan, penelitian, dan merumuskan kondisi detail LPD.

Ada kalanya Panureksa LPD, yang honornya dibayarkan oleh LPD, merasa menjadi bagian atau bahkan bawahan Prajuru LPD, sehingga terkadang proses pendataan, penelitian, dan perumusan tidak dapat berjalan baik. Ganguan ini dapat saja terjadi karena merasa inverior, sehingga panureksa terhegemoni oleh prajuru LPD, sehingga tumbuh rasa segan, ataupun memang kemampuan dan waktu yang terbatas. Waktu dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas ada kalanya menjadi kendala bagi Panureksa LPD,karena Panureksa tidak memiliki waktu yang cukup untuk bekerja, karena pekerjaan sebagai Panureksa adalah sampingan, berbeda dengan Prajuru LPD yang mencurahkan waktunya penuh untuk oprasional LPD.

Jika kondisi tersebut terjadi maka Panureksa akan tidak optimum menjalankan tugas-tugas : a. melakukan monitoring dan pengawasan LPD; b. melakukan audit LPD; c. memberikan petunjuk dan/atau arah kebijakan kepada Prajuru; d. memberikan saran dan pertimbangan berkenaan dengan penguatan kelembagaan LPD, manajemen, operasional dan kegiatan LPD; e. membantu Prajuru dalam menyelesaikan permasalahan; f. mensosialisasikan keberadaan LPD; g. mengevaluasi kinerja Prajuru secara berkala;dan h. menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban panureksa akhir tahun kepada Paruman Desa, sesuai dengan yang ditentukan dalam Pergub Nomor : 44 Tahun 2017. Kondisi tersebut seyogyanya tidak perlu terjadi, karena berdasarkan Perda Provinsi Bali Nomor : 3 Tahun 2017 tentang : Lembaga Perkreditan Desa, bahwa : Panureksa adalah badan pengawas internal yang dibentuk oleh Desa Pakraman bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan LPD. Jelas bahwa Panureksa dibentuk oleh Desa Adat, sehingga semangat kerjanya adalah dominan untuk kepentingan Desa Adat dan Krama Desa Adat.

Jika kondisi Panureksa diangap kurang mampu memenuhi ekspektasi Desa Adat, maka berdasarkan Perda Provinsi Bali Nomor : 3 Tahun 2017 tentang : Lembaga Perkreditan Desa, Paruman Desa Adat dapat memutuskan keputusan strategis dalam pengelolaan LPD dengan mebentuk dan menunjuk Lembaga Auditor, karena LPD dapat diaudit oleh Panureksa, LPLPD dan/atau Lembaga Auditor yang ditunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Perda tersebut. Seperti misalnya di Desa Adat Ketewel, Sukawati, Gianyar dibentuk sebuah Lembaga dengan nama : Tim Khusus Tata Kelola LPD Desa Adat Ketewel. Tim ini dibentuk berdasarkan Keputusan Paruman Desa Adat Ketewel. Tim ini bekerja atas nama Desa Adat, bertanggungjawab kepada Desa Adat. Hasil kerja Panureksa/Lembaga Auditor/Tim Khusus Tata Kelola, dapat berupa : temuan pengelolaan LPD yang belum optimal yang dapat mengarah kepada indikasi korupsi, tingginya dana parkir/idle money di bank, tingginya bunga kredit/simpanan, program yang tidak layak, penyaluran kredit yang tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian, penyaluran kredit yang tidak kompetible, mekanisme yang berbelit-belit dan tidak efisien waktu, gaji karyawan yang tidak layak, penempatan dana yang tidak sesuai, nota/kwitansi yang tidak yuridis fiscal, program-program atau tindakan baru yang dibutuhkan, Pararem atau Keputusan Paruman Desa Adat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini dan lain sebagainya. Temuan ini dapat saja berbeda antara LPD satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Panureksa/Lembaga auditor/Tim Khusus Tata Kelola LPD diberi masukan dari para Pimpinan Sabha,  Pimpinan Bendesa dan masukan dari para pakar dibidang hukum,ekonomi dan perbankan, tim akan merumuskan rekomendasi. Masukan berupa program atau solusi


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER