Mekanisme Tidak Sesuai Prosedur, Krama Keramas Tolak Sosialisasi Perarem

  • 22 November 2020
  • 20:10 WITA
  • Gianyar
  • Dibaca: 1780 Pengunjung
Istimewa

Gianyar,suaradewata.com - Sosialisasi perarem nomor 5 tahun 2020 Desa Adat Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar mendapatkan penolakan dari krama di enam banjar setempat. Terakhir, penolakan ini terjadi dalam paruman (rapat) antara krama dan ketua pembentuk perarem di bale banjar Banjar Lodpeken, Sabtu (21/11/2020) malam. Penolakan ini terjadi, dikarenakan perarem tersebut telah didaftarkan ke Majelis Desa Adat (MDA) Bali, padahal krama banjar tak pernah diajak dalam pembahasan perarem tersebut.

Dalam rapat tersebut, krama sudah menunjukkan penolakannya sebelum pihak panitia menjelaskan tentang isi dari perarem. Bahkan di tengah berjalannya rapat, sejumlah krama memilih untuk meninggalkan bale banjar. "Tidak perlu ada yang dibahas, karena sudah tidak sesuai prosedur," cetus seorang krama sembari meninggalkan bale banjar.

Di luar bale banjar dan di titik keramaian juga terbentang baliho penolakan, yang isinya terdiri dari beberapa poin. Yakni, "Kami masyarakat/krama Desa Adat Keramas menolak perarem nomer 5 tahun 2020 yang diputuskan sepihak tanpa melibatkan paruman desa adat," demikian isi pertama dalam baliho tersebut.

Poin kedua, krama juga mempertanyakan paruman adat. Sebab dalam pengajuan perarem tersebut ke MDA Bali, tercantum keterangan bawah perarem tersebut telah melalui paruman adat tertanggal 24 Oktober 2020. Padahal krama meyakinkan, selama ini hal tersebut tidak ada. 

"Mempertanyakan paruman adat yang dimaksud tanggal 24 Oktober 2020 apakah sudah sesuai dengan awig-awig  desa keramas? Mempertanyakan beberapa tahapan yang tidak sesuaindengan petunjuk teknis/surat edaran nomer. 006/SE/MDA-PROV BALI/VII/2020 tentang proses ngadegan bendesa lan prajuru,"

Tak sampai di situ, krama juga siap membawa persoalan ini ke tingkat manapun, bahkan hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Dengan ini menyatakan keberatan  atas perarem ini dan siap menempuh jalur-jalur  dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun ke PTUN. Bergerak untuk asas keadilan transparansi dan keterbukaan demi dan kemajuan masyarakat desa keramas," demikian isi baliho penolakan perarem tersebut.

Anggota Pembentuk Perarem, I Gusti Made Kaler yang juga Kelian Adat Banjar Lodpeken tampak tertekan oleh sikap kramanya yang menolak perarem tersebut. Bahkan ia sampai 'ngambul' dan menyatakan akan mengundurkan diri sebagai prajuru banjar. "Kalau seperti ini, saya lebih baik mundur saja. Karena saya hanya menjalankan tugas sebagai pengayah, tidak ada maksud lain di luar mengabdi pada masyarakat," ujarnya. Namun pernyataannya tersebut justru disoraki krama, dan memintanya agar segera mundur sebagai prajuru.

Poin lain yang membuat krama keberatan ada pada poin pemilihan bendesa, dimana bendesa bisa dipilih meskipun tidak diusung oleh krama banjarnya. Sejak disosialisasikan 16 nov 2020 oleh panitia pembuat perarem, krama banjar-banjar di desa keramas telah menolak. Di awali  Banjar Maspait, lalu Banjar Lebah. Menariknya, di banjar ini, prajuru justru mengundang PKK. Namun tetap saja mendapatkan penolakan. Setelah itu, Banjar Palak, seorang Krama, I Gusti Ngurah Bawa menyerukan bahkan perarem ini ilegal. Di Banjar Gelgel, seorang krama, I Wayan Ardita mengkritik isi pasal yang menyatakan, memperbolehkan suatu banjar mencalonkan krama yang bukan dari banjar bersangkutan. 'Itu bisa menimbulkan kekacauan dan keributan  Kalau banjarnya saja tidak mencalonkan dia, sampai banjarr orang lain mencalonkan tentu akan jadi pertanyaan dan akan bisa menimbulkan keributan," ujar Ardita. (*)

MDA Gianyar minta prajuru fasilitasi krama

Ketua Majelis Desa Adat, Anak Agung Alit Asmara, saat dikonfirmasi terkait polemik tersebut, Minggu (22/11/2020) mengatakan, pihaknya mendorong ada sebuah komunikasi antara prajuru dan krama yang menganggap perarem tersebut bermasalah. Sebab, kata dia, konsep perarem itu harus 'diraremi' atau disepakati oleh krama. Terlebih lagi ketika menyangkut pemilihan atau mengatur calon yang bersumber dari krama. 

"Antara hak dan kewajiban harus sama antara semua krama. Kalau ada hal yg belum clear, dalam proses pembuatan perarem, dalam proses sosialisasi, dan tahapan yang harus diketahui krama harus dilalui semua untuk kebaikan bersama. Wajib prajuru memfasilitasi. Karena desa adat mempunyai kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri sebelum pihak lain hadir ke sana memfasilitasi persoalan yang ada. Biar tidak meluas dulu. Jika nanti persoalannya tidak bisa diselesaikan di tingkat internal, kita di majelis memiliki kewenangan turun memfasilitasi. Tapi intinya, kami berharap permasalahan ini diselesaikan oleh prajuru dan krama. Prajuru wajib memfasilitasi," tandasnya. gus/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER