Investasi Bodong Sengsarakan Masyarakat Bali

  • 20 Oktober 2020
  • 18:40 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 3390 Pengunjung
google

Denpasar,suaradewata.com - Masih segar dalam ingatan kita kasus Investasi trading bermasalah yang baru terjadi di Bali yang mengakibatkan banyak korban kehilangan uangnya puluhan milyar. Kini terjadi lagi kasus investasi trading bodong, dimana korbannya mencapai 800an orang dengan kerugian diduga mencapai 200an milyar rupiah.

Hal tersebut terjadi bermula dari niat 2 orang semeton Bali berinisal bapak PS dan ibu KSM untuk mengembangkan bisnis trading valuta asing, maka mereka pada tanggal 8 Agustus 2016 membentuk suatu wadah yang diberi nama Fortune Family Club (FFC) 99 untuk bisa menghimpun dan mengelola uang atau dana dari masyarakat.

Dimana dana tersebut dikelolanya secara langsung oleh mereka, tanpa Ijin dari Lembaga Jasa Keuangan yang diatur dalam Undang- Undang RI Nomor 21 tahun 2011, Pasal 1 ayat 4 dan atau Ijin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) sehinga FFC 99 tidak termasuk sebagai Badan Hukum yang sah berdasarkan Undang-Undang Rebublik Indonesia.

Pada awalnya hingga tahun 2017 wadah tersebut kabarnya berjalan lancar, lalu mengalami masalah dan sempat terhenti pembagian keuntungan pada para anggotanya, namun kemudian sekitar tahun 2018 kembali lancar dan kembali merekrut anggota.

Dalam perkembangannya untuk meyakinkan masyarakat mereka bahkan merekrut oknum-oknum untuk dijadikan leader yang melakukan pendekatan, menyebarluaskan membujuk serta memberikan janji-janji yang berlebihan pada masyarakat secara masif agar mengivestasikan uangnya, dengan 2 (dua) janji yaitu :

1. memberikan janji bunga uang/bagi hasil 5% (lima persen) per bulan selama 12 x dari pokok modal yang disetorkan dan akan dikembalikan pada bulan ke-13 (tiga belas), dan

2. atau pengembalian terhadap uang pokok dan bunga sebesar 15 % (lima belas persen) selama 12 x (dua belas kali) dengan dianggap lunas.

Karena iming-iming yang menggiurkan terhadap bunga uang yang cukup besar sehingga banyak masyarakat tertarik untuk mengikuti Investasi pada (FFC)’ 99, dan atas penyetoran dana/uang tersebut masyarakat diberikan Sertifikat berupa LETTER CONFIRMATION yang ditandatangani oleh para pengelola dengan materai 6.000, sebagai pengganti kwitansi dan juga menjadi bukti atas penyertaan modal atau uang yang telah disetorkan.

Pada kenyataannya, memang mereka kemudian pernah beberapa kali memberikan bagi hasil pada anggotanya yang menginvestasikan uang, sehingga FFC’99 kemudian berkembang, makin banyak masyarakat yang ikut menginvestasikan uangnya. Karena perkembangan itu, para oknum lalu membuat wadah baru bernama Seke Demen Family Bersatu (SDFB)99, namun tetap tidak berbadan Hukum secara sah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia.

Mereka secara massif mengadakan pertemuan untuk menmbujuk masyarakat namun tidak pernah memberikan informasi tentang legalitas perusahaan dan/atau lembaganya berupa dokumen perijinan dan/atau ijin melakukan usaha perdagangan dan ijin-ijin yang lainnya. Masyarakat hanya diberi iming-iming janji bunga uang yang besar. Dan celakanya kebanyakan anggota yang terbujuk adalah masyarakat awam yang tidak paham cara berinvestasi dengan benar. Bahkan mirisnya lagi dana yang disetorkan mayoritas adalah hasil pinjaman dari lembaga kredit dengan menjaminkan asset.

Hal itu berani dilakukan atas dasar jaminan dari para leader yang biasanya adalah orang-orang yang kenal baik dengan para anggota.

Kemudian masalah mulai timbul sejak sekitar awal bulan Oktober 2019 anggota tidak pernah lagi diberikan baik dana bunga dan  pokok, namun  langkah yang dilakukan oleh kedua oknum pengelola untuk menyakinkan anggotanya dengan memberikan harapan berupa janji-janji dengan membuat surat Pernyataan pada tanggal 14 November 2019 yang isinya, “kami selaku pengelola FFC/SDFC siap bertanggungjawab dalam bentuk apapun juga dan kami siap mengembalikan dana member atau nasabah yang telah disetor kepada kami. Kami siap memberikan aset-aset yang kami miliki sebagai jaminan kelancaran dana Nasabah tersebut,”

Namun setelah ditunggu-tunggu ternyata janji-janji itu tidak pernah ditepati, sehingga akhirnya sebagian anggota (sejumlah 54 orang) melaporkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh kedua oknum pengelola FFC ‘99/SDFB kepada pihak berwajib dalam hal ini POLDA Bali.  

Akibat perbuatan oknum pengelola investasi bodong tersebut, kerugian yang dialami oleh 54 pelapor yaitu sejumlah Rp. 5.290.275.000,-. Sedangkan dugaan kerugian seluruh anggota diperkirakan mencapai sekitar 200an Milyar. Dan jumlah masyarakat yang dirugikan diperkirakan mencapai lebih dari 800 orang.

Dalam siaran persnya, Ketua Forum Korban yang mewakili 54 orang korban, I Nyoman Badra Yasa, mengatakan bahwa upaya hukum ini ditempuh karena ingin menuntut keadilan, dimana akibat dari perbuatan oknum pengelola investasi bodong tersebut menimbulkan banyak kerugian baik secara materiil maupun imateriil, dan tidak ada itikad baik dari pengelola untuk mengembalikan dana para korban.

“Kondisi perekonomian kami para korban, sangat terpuruk sekali akibat ulah mereka, karena mayoritas uang yang diinvestasikan dengan berhutang, ditambah kondisi pandemic Covid19 saat ini, sehingga banyak anggota kehilangan asset, juga mengalami tekanan dan depresi” demikian kata Badra Yasa.

Didampingi oleh kuasa Hukum korban, I Nyoman Agung Sariawan, SH dan I Ketut Suryanata, SH, Badrayasa bersama beberapa korban mendatangi POLDA Bali pada Jumat 9 Oktober 2020, selain melakukan gugatan secara Perdata dan berencana mendatangi POLDA Bali untuk menanyakan kelanjutan kasusnya pada Selasa 20 Oktober 2020.

Nyoman Agung Sariawan, selaku kuasa hokum para korban menyatakan bahwa patut diduga kedua oknum pengelola investasi bodong beserta para leadernya melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM dan pelanggaran terhadap Pasal 372 dan 362 dan atau pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Tindak Pidana Pencucian Uang selain itu juga terhadap Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,           Pasal 46 ayat (1) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Lalu Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 49 Ayat 1 (a) Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. dan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Para korban didampingi kuasa Hukumnya juga menyatakan berharap agar kasus ini dapat diproses seadil-adilnya oleh aparat penegak hukum sesuai aturan hukum yang berlaku. Dan berharap dengan proses hukum ini dapat memberikan sanksi dan efek jera kepada para pelaku agar tidak ada lagi kasus-kasus serupa terjadi di Bali juga tidak ada lagi masyarakat Bali yang menjadi korban.rls/red/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER