Mewaspadai Demo FPI Berpotensi Tingkatkan Kluster Covid-19

  • 12 Oktober 2020
  • 17:10 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 2080 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Front Pembela Islam (FPI) dan sejumlah Ormas berencana melaksanakan demonstrasi menolak UU Ciptaker pada 13 Oktober 2020. Masyarakat diminta untuk waspada karena ada potensi tindakan anarkis hingga peningkatan kluster Covid-19 dalam aksi tersebut.

UU Cipta Kerja yang jadi salah satu klaster dalam omnibus law adalah UU paling menghebohkan karena ada yang pro dan kontra. Walau Presiden Jokowi sudah meluruskan hoax tentang UU ini, namun masih ada saja kalangan yang tidak puas. Mereka merasa UU ini merugikan, padahal belum tentu membaca seluruh pasalnya yang tercantum dalam 1.000 lembar.

Pendemo yang menamakan dirinya Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK NKRI) akan berdemo lagi tanggal 13 oktober. Padahal dalam unjuk rasa 3 hari kemarin, masyarakat merasa terganggu karena tak bisa bebas beraktivitas di dekat lokasi unjuk rasa. Namun mereka ngotot akan beraksi kembali, sampai UU Cipta Kerja dibatalkan oleh DPR.

ANAK NKRI terdiri dari banyak ormas, seperti FPI, GNPF, HRS Center, dan PA 212. Sebelum demo 6 oktober lalu, mereka menyatakan dukungan terhadap buruh untuk memprotes omnibus law. Bahkan surat pernyataan ini ditandatangani langsung oleh Panglima FPI Habib Riziq, walau posisinya tidak berada di Indonesia.

Lantas mereka tak puas dengan hasil unjuk rasa kemarin dan membuat demo tahap 2. Masyarakat perlu melihat mereka yang kali ini melakukan aksi protes. Karena FPI selama ini tak menunjukkan perhatian kepada buruh. Lantas membuat pernyataan dukungan dan ikut berdemo, hanya untuk mendapat sorotan publik dan aji mumpung.

FPI dan ormas lain melakukan demo tidak murni menentang omnibus law, karena hanya jadi modus untuk teriak di depan publik. Kenyataannya, selama ini mereka menentang peraturan pemerintah, termasuk omnibus law. Padahal izin ormas FPI sudah dicabut dan perpanjangannya ditolak, sehingga jika ada demo yang mengatasnamakan ormas tersebut adalah ilegal.

Demo tanggal 13 nanti juga sudah jelas memiliki motif politis. Apalagi mereka adalah golongan yang berkumpul saat demo 212 yang pro pada lawan politik Presiden Jokowi kala itu. Walau pilpres sudah berlalu namun mereka tetap jadi oposisi garis keras dan terus mengkritik kebijakan pemerintah. Padahal aturan itu menguntungkan rakyat.

Unjuk rasa nanti juga bermodus dendam pribadi dan omnibus law hanya jadi alasan untuk menyampaikan aspirasi. Karena keinginan FPI untuk ganti presiden 2019 gagal total. Sehingga saat ada kesempatan demo, akan ikut meneriakkan agar kepala negara diganti. Padahal rakyat sudah sangat mencintai Jokowi sebagai pemimpin yang inovatif.

Jika dalam demo nanti mereka ngotot untuk memberhentikan presiden karena dianggap membuat omnibus law yang merugikan, dan melakukan tindakan anarki, maka waspada akan ada drama playing victim. Ketika aparat bertindak mengamankan, dibilang melarang aspirasi rakyat. Juga menganggap adanya kriminalisasi ulama, karena sebagian pendemo adalah pemuka agama.

Padahal setiap warga negara yang bersalah, apalagi merusak fasilitas umum, wajib ditangkap oleh aparat. Sehingga tidak ada yang namanya kebal hukum walau mereka memiliki status terhormat di mata masyarakat. Masyarakat jangan sampai termakan provokasi mereka.

FPI juga terindikasi membuat tindakan makar karena menyerang Presiden secara terang-terangan dan ingin memakzulkan Jokowi. Jika ada oknum yang makar tentu dikenai hukuman setimpal. Apalagi jika demo nanti tak dapat izin karena masih masa pandemi. Pendemo tentu sudah tentu melanggar aturan dan bisa dikenai sanksi karena melanggar protokol kesehatan.

Waspadalah akan demo tanggal 13 dan provokasi dari berbagai ormas untuk ikut menolak omnibus law. Mereka hanya memanfaatkan situasi dan melakukan unjuk rasa. Namun kenyataannya punya motif politis dan menginginkan masyarakat untuk ikut membenci pemerintah.

Rita Puspita, Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER