Kalangan Masyarakat Menolak Keberadaan KAMI

  • 17 September 2020
  • 13:25 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1713 Pengunjung
google

Oleh: Lisa Pamungkas )*

Opini, suaradewata.com - Keberadaan KAMI menjadi kontroversi karena gagal mendapat dukungan rakyat. Bahkan mulai dari kaum muda hingga tua menolaknya mentah-mentah. Menurut masyarakat, KAMI terlalu percaya diri namun lupa bahwa rakyat saat ini susah untuk dibohongi, karena sudah melek politik.

Koalisi aksi menyelamatkan Indonesia ingin mendapat simpati pubilk dengan menunjukkan banyak kesalahan pemerintah. Namun sayang hal itu malah jadi blunder karena masyarakat malah menolak keberadaan mereka. Karena KAMI dianggap provokator yang memanas-manasi rakyat untuk ikut membenci pemerintah.

Saat mengadakan deklarasi KAMI 18 agustus lalu, sudah ada kaum muda yang menolaknya. Mereka bergabung dalam Kesatuan Aksi Milenial Indonesia yang berdemo langsung di kawasan Tugu Proklamasi untuk menolak acara tersebut. Kaum muda yang bergabung dalam aksi demo tersebut beralasan bahwa deklarasi KAMI tidak mematuhi aturan physical distancing.

Menurut Ali Ibrahim, koordinator unjuk rasa, KAMI hanya bisa mencerca dan deklarasinya membenci pemerintahan yang sah. Deklarasinya juga penuh dengan muatan politis. Apalagi ketika acara diadakan di tengah kondisi pandemi Covid-19, rasanya kurang etis. Jika nanti ada pasien Corona gara-gara deklarasi itu, KAMI harus mau bertanggung jawab.

Selain generasi muda, kaum tua juga menolak keberadaan KAMI. Seperti yang terjadi di Kabupaten Tegal. GEBRAK alias gerakan bersama menolak KAMI menyatakan pendapat di depan umum untuk melarang terjadinya deklarasi koalisi aksi menyelamatkan Indonesia di kawasan itu. Karena dikhawatirkan akan merusak suasana kondusif di wilayah Tegal.

Sementara di Kabupaten Blora, penolakan terhadap masuknya KAMI dituangkan dalam spanduk-spanduk yang dipasang di beberapa tempat. Di dalam spanduk itu tertulis tentang masyarakat Blora yang menolak keberadaan KAMI. Sudah jelas bahwa rakyat di sana tidak mau diricuhi oleh deklarasi koalisi aksi menyelamatkan Indonesia.

Dari beberapa penolakan ini terbukti KAMI ditolak mentah-mentah oleh banyak pihak. Mulai dari generasi muda sampai tua, tak mau dipengaruhi oleh organisasi tersebut untuk diajak membenci pemerintah. Masyarakat sudah paham bahwa pemerintah memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Oleh karena itu tuntutan KAMI malah terdengar bagai candaan.

Generasi muda jelas menolak KAMI karena mereka ingin agar Presiden Joko Widodo dilengserkan. Padahal Jokowi adalah pemimpin idola kaum muda, karena selain bijaksana juga memahami apa isi pikiran generasi milenial. Jokowi paham bahwa saat ini sedang internet booming dan mendorong kaum muda agar bisa berbisnis dengan bantuan digital marketing.

Kaum milenial juga tidak suka dengan salah satu tuntutan KAMI yang menyuruh pemerintah untuk tak memproritaskan pengusaha asing. Padahal mereka adalah investor potensal yang bisa diajak bekerja sama oleh kaum muda. Putra Indonesia punya ide bisns sementara investor membiayainya. Jika pengusaha asing ditolak, bagaimana kelanjutan usahanya?

Sementara kaum tua menolak ide gila KAMI untuk mengganti bentuk pemilihan presiden. Dari yang awalnya pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, menjadi dipilih oleh anggota MPR. Rasanya sangat mengerikan jika ide ini benar-benar terjadi, karena generasi tua otomatis teringat zaman susah, sebelum era reformasi. Pilpres via MPR juga mencederai demokrasi.

Oleh karena itu, KAMI dharap bercermin dan kalau bisa menghentkan gerakannya. Karena sudah jelas ditolak mentah-mentah, mulai dari generasi muda hingga kaum tua. Mereka hanya dianggap sebagai tokoh nasional tapi sudah terlalu tua untuk mengurus negara sehingga hanya bisa mencaci-maki pemerintah.

Jangan ada lagi deklarasi tambahan di daerah. KAMI jangan terlalu ambisius dalam menggalang massa. Selain melanggar protokol kesehatan, mereka juga jelas tak mau diajak bergabung. Karena sadar bahwa pemerintah sudah bekerja dengan baik dan tuduhan KAMI sangat salah kaprah.

 

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER