Kasus Ibu-ibu Ribut di FB, Korban Ragukan Keterangan Saksi Ahli 

  • 08 September 2020
  • 19:50 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1596 Pengunjung
suaradewata

Denpasar,suaradewata.com - Korban kasus pencemaran nama Baik di media sosial Facebook yang korbannya istri perwira TNI di Bali, masih mendengar keterangan saksi ahli. Walaupun pihak yang dijadikan terdakwa dan korban sudah berucap untuk menyatakan damai.

Namun para ibu-ibu yang sama-sama anaknya satu sekolah ini terlihat masih tegang di ruang sidang yang digelar tatap muka langsung di Pengadilan Negeri Denpasar. Bahkan tak jarang sejumlah oknum anggota dari TNI berdatangan menyaksikan persidangan ini secara langsung.

Sebagaimana diketahui Linda Fitria, ibu asal Manado berusia 36 tahun terpaksa harus diadili lantaran terjerat perkara UU ITE. Ibu muda ini disidangkan dinilai telah menuduh, membuat fitnah, dan mempermalukan saksi korban Simone Chritine Polhutri melalui akun Facebook.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara secara tatap muka, itu Jaksa Eddy Arta Wijaya,SH mengatakan bahwa terdakwa Linda dijerat dakwaan alternatif, yakni dakwaan pertama, Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE. 

Sedangkan dalam dakwaan kedua, terdakwa dijerat Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Sementara dakwaan ketiga jaksa memasang Pasal 311 ayat (1) KUHP. Ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara. 

“Saksi korban dan keluarganya merasa malu dan terhina, karena apa yang dituduhkan oleh terdakwa tidak benar, apalagi menyamakan dengan monyet yang diposting terdakwa di medsos,” ujar JPU Eddy, Selasa (8/9) di PN Denpasar. 

Pada agenda keterangan saksi ahli, pihak saksi korban merasa bingung dengan keterangan saksi ahli yang menguraikan arti kata terkait kalimat, 'Mana orang kayak monyet dan mana yang kaya beneran?' 

"Saksi ahli tidak menunjukkan definisi yang benar karena sesungguhnya kalimat 'kayak monyet' artinya 'seperti monyet' itu jelas menjelaskan bentuk penghinaan seperti yang di tag pada halaman akun Facebook saya. Sepertinya saksi ahli berkata tidak jujur, apalagi Saksi Ahli tidak membawa Curriculum Vitae yang diminta hakim" kata Simone Christine Polhutri (saksi korban).

Dirinya juga merasa heran bahwa seharusnya terdakwa yang didakwakan kasus UU no 19 Thn 2016 tentang ITE sejatinya tidak boleh lagi dengan bebas menggunakan gadget di media sosial, "Ini yang perlu diperhatikan sebab hal ini sangat membahayakan," tambahnya.

Sebagaimana diberitakan dugaan tindak pidana yang dilakukan terdakwa berawal pada Maret 2019 di sekolah SDK Tunas Kasih tempat anak terdakwa dan anak saksi korban mengadakan perpisahan kelas VI. Pihak sekolah meminta bantuan wali murid menjadi panitia acara.

Saksi korban dan empat orang tua lainnya bersedia menjadi panitia. Mereka rapat dan menyepakati Nusa Penida menjadi tempat acara perpisahan. Setelah acara berjalan, pada 14 Mei terdakwa komplain lantaran anaknya cedera saat bermain kano.

“Komplain itu disampaikan melalui grup WhatsApp (WA) wali murid kelas VI. Komplain itu mengakibatkan perselisihan antara saksi korban dengan terdakwa,” jelas JPU Kejati Bali itu.

Malamnya, terdakwa menggunakan telepon genggamnya membuka akun Facebook (FB) miliknya dengan membuat sebuah postingan yang menuduh korban membicarakan terdakwa di belakang.

Terdakwa juga menyebut nama saksi korban disertai kalimat yang membuat malu saksi korban, yaitu monyet. "Terdakwa juga sempat menantang korban melapor melalui pengacaranya. Karena dinilai postingan terdakwa mengandung fitnah, akhirnya melaporkan," tutup Jaksa asal Buleleng, ini.

Terkait sesi saling bermaafan antar kedua belah pihak, Korban Simone Catherine mengatakan tetap memaafkan terdakwa namun dirinya mengingatkan agar hal ini bukan berarti menghapuskan ancaman ataupun serta Merta mengurangi putusan pidananya nanti.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER