Keberadaan KAMI Masalah Baru Ditengah Pandemi Covid-19

  • 06 September 2020
  • 19:45 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1546 Pengunjung
Google

Opini,suaradewata.com - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dinilai salah langkah karena mengadakan deklarasi di depan umum. Padahal sebagian anggota mereka adalah mantan pejabat yang tentunya tahu attitude dalam mengemukakan protes. Tak seharusnya 8 tuntutan kepada pemerintah dibacakan di depan publik, karena hanya terkesan mencari perhatian.
Deklarasi KAMI 18 agustus lalu menyisakan buntut yang panjang, karena melanggar banyak protokol kesehatan. Ada sebagian anggota yang menurunkan masker atau hanya pakai face shield. Deklarasi juga dihadiri ratusan orang dan tidak menjaga jarak. Sehingga dikhawatirkan jadi ajang penularan virus covid-19 dari sesama orang tanpa gejala.
Selain itu, keberadaan KAMI juga dinilai kurang elegan karena saat deklarasi hanya membacakan tuntutan yang bernada kasar kepada pemerintah. Seakan-akan presiden dan pemerintahannya yang hanya bisa menyelamatkan Indonesia. Padahal sebagai warga negara yang baik, mereka bisa ikut selamatkan negri ini dengan membuka lapangan kerja atau berdonasi.
Arif Poyuono, politikus dari Partai Gerindra menyatakan bahwa KAMI seharusnya menyampaikan pendapat langsung ke partai yang mengusung Presiden Jokowi, di antaranya PDI Perjuangan. Alternatif lain, mereka bisa langsung beraudensi dengan Ibu Megawati sebagai ketua umum PDIP, untuk melancarkan protes ketika tidak puas dengan kinerja pemerintah.
Jika para tokoh KAMI bisa mengendalikan emosi dan ego, maka langkah untuk menemui langsung ibu Megawati jauh lebih baik. Karena lebih sopan dan elegan. Bukannya malah marah-marah sambil membacakan 8 tuntutan untuk pemerintah, sampai 2 kali. Dari sini terlihat nafsu mereka untuk didengar publik dan deklarasi jadi ajang agar disorot media massa.
Para anggota KAMI seperti Din Syamsudin dan Said Didu adalah mantan pejabat negara. Seharusnya mereka tahu bagaimana aturan main dalam menyampaikan pendapat dan protes kepada pemerintah. Presiden Joko Widodo juga menerima masukan dengan tangan terbuka. Jadi tidak usah protes dengan emosi yang meledak-ledak seperti anak kecil.
Kalaupun tidak bisa beraudensi langsung dengan presiden atau dengan ibu Megawati, maka masukan tetap bisa disampaikan. Misalnya melalui anggota DPR yang jelas mewakili aspirasi rakyat. Atau bisa via Instagram karena presiden juga cukup aktif di media sosial tersebut. Jadi pendapat anggota KAMI tersampaikan dengan anggun, tanpa ada kesan dipaksakan.
Jika mengadakan deklarasi besar-besaran sampai nekat melanggar protokol kesehatan, maka akan terlihat apa sebenarnya motif mereka dalam mendirikan KAMI. Meskipun mengelak jika dikaitkan dengan politik, namun sudah jelas mereka ingin dikenal lagi dan ancang-ancang akan mencalonkan jadi presiden tahun 2024 mendatang. Jadi ingin menaikkan popularitas lagi.
Dalam salah satu tuntutan KAMI terhadap pemerintah juga disebut pemerintah harus bertanggung jawab untuk mengatasi resesi ekonomi, padahal Indonesia tak jatuh dalam resesi. Malah banyak rakyat yang sejahtera, bahkan mampu memborong sepeda berharga puluhan juta rupiah. Tuduhan yang salah ini membuat nama KAMI jadi tercoreng di mata publik.
Para anggota KAMI juga menuntut agar pengusaha besar dan asing tidak dibela. Mengapa jadi anti asing? Padahal sejak zaman orde baru sudah ada kerja sama penanaman modal dengan investor luar negeri. Investasi ini juga saling menguntungkan. Jadi ketika ada streotype yang dikatakan oleh mereka bahwa asing itu merugikan, sungguh salah besar.
Sayang sekali ketika banyak anggota KAMI yang merupakan tokoh senior dan berpengalaman, tapi lupa menjaga etika saat menyampaikan pendapat. Tuntutan kepada pemerintah yang bernada kasar dan tidak berdasarkan kenyataan, menjadi tidak dipedulikan masyarakat. Mereka malah dianggap hanya cari perhatian.
Seharusnya KAMI ingat bahwa dalam penyampaian pendapat dan protes terhadap pemerintah, ada aturan dan attitude yang harus dijaga. Jangan sampai memberi tuntutan tapi bisa kena pasal hate speech karena hanya bisa memaki dan menjelekkan pemerintah. Namun mereka lupa untuk memberi solusi nyata.
Raavi Ramadhan, Penulis aktif dalam Lingkar Pers dana Mahasiswa Cikini


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER