Begini Tanggapan BPP BUGG dan Disparbud  Bangli Terkait Keluhan Warganet Soal Pungutan Retribusi Kin

  • 27 Agustus 2020
  • 21:35 WITA
  • Bangli
  • Dibaca: 1749 Pengunjung
suaradewata

Bangli,suaradewata.com - Badan Pengelola Pariwisata Batur Unesco Global Geopark (BPP BUGG) bersama Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) Kabupaten Bangli secara tegas membantah tak melakukan pungutan retribusi kepada masyarakat yang hanya sekedar melintas dikawasan wisata Kintamani. Apalagi yang untuk pulang kampung, seperti yang viral di media sosial belakangan ini. Ditegaskan, yang kena retribusi sesuai Perda No.7 tahun 2010 adalah pengunjung yang berwisata ke Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) Kintamani. “Pemungutan retribusi yang kita lakukan sudah jelas mengacu Perda No.7 tahun 2020. Yang kita kenakan retribusi adalah orang-orang yang berwisata baik wisatawan asing maupun nusantara. Jadi tidak benar bahwa Badan Pengelola yang menerima mandat dari Pemkab Bangli, memungut retribusi terhadap orang yang tidak berwisata. Kalau ada orang yang sekedar lewat, pulang kampung dan melakukan persembahyangan, tidak kita kenakan retribusi,” tegas Direktur BPP BUGG, I Gede Wiwin Suyasa didampingi Anggota Pengawas BPP Gede Arta dan Kadisparbud Bangli, I Wayan Adnyana, Kamis (27/08/2020).

Sesuai Perda tersebut, retribusi yang dipungut di Kintamani adalah retribusi untuk wisatawan yang berkunjung ke KDTWK Kintamani. Adapun besaran retribusi yang dikenakan, 50 ribu untuk wisatawan asing dan 25 ribu untuk wisatawan domestic. “Jadi siapa pun yang berwisata dikawasan Kintamani, apalagi sekarang telah legal ditetapkan sebagai kawasan Batur Unesco Global Geopark, ya dikenakan retribusi pariwisata. Jadi, jangan bahasanya diplintir. Retribusi pariwisata ya untuk wisatawan,” ungkapnya. Karena itu, lanjut Wiwin Suyasa, siapa pun yang berwisata termasuk orang Bali sepanjang dia berwisata maka akan terikat dengan peraturan tersebut. “Untuk warga lokal Bangli, tergantung tujuannya. Kalau tujuannya berwisata, ya kena aturan tersebut,” jelasnya.

Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kesadaran masyarakat itu sendiri. Dimana, jika berwisata maka akan dikenakan retribusi wisata. Karena itu, pihaknya selama ini tidak mau mengomentari terlalu banyak soal keluhan warganet tersebut. Sebab, disadari semua orang punya sudut pandang berbeda dalam menilai sesuatu. Terlebih pihaknya meyakini, diera digital seperti ini sejatinya kalau mau mencari dasar hukumnya sangat gampang. “Ribut-ribut tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi kami juga tetap akan menerima semua masukan agar pembangunan Bangli menjadi lebih baik. Intinya, retribusi ini adalah untuk kepentingan kita bersama, dalam hal ini untuk Pemerintah Kabupaten Bangli. Jadi kami memungut retribusi karena ditugasi oleh daerah, untuk membangun Bangli,” jelasnya.

Lantas apa ada kaitan politis jelang Pilkada Bangli? “Bukan ranah kami mengomentari itu. Mungkin karena baru minatnya muncul. Biar masyarakatlah yang menilai itu,” kilah Wiwin Suyasa, sambil tersenyum. Hal tersebut, disampaikan, lantaran memang pemungutan retribusi tersebut sejatinya telah berlangsung sejak tahun 1990 dengan dasar hukum yang sudah jelas. Sementara terkait kesan pemungutan dilakukan dijalan, kata dia, karena memang Pos Resmi Pemungutan Retribusi tersebut sudah ada dari dulu dipinggir jalan.  Untuk itu, pihaknya mengaku akan segera melakukan penataan kembali. Dalam hal ini, pihaknya mendesak agar BPP segera diubah statusnya menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan  begitu, dipastikan penataan kawasan akan lebih cepat  dilakukan dan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan kerjasama dengan pihak ketiga bisa dilakukan. “Kedepannya kami pun juga tidak ingin Pos Pemungutan Retribusi tersebut berada dipinggir jalan raya karena terkait juga dengan keamanan pengendara dan petugas pungut kami,” sebutnya.

Untuk itu, sesuai rencana jangka pendek yang telah disusun BPP, pihaknya akan segera membangun sentral parkir dan pos pemungutan agar tidak lagi berada di pinggir jalan. Hanya saja, hal tersebut belum bisa dilakukan karena terbentur kewenangan lantaran pembentukan BPP baru sebatas dinaungi oleh Peraturan Bupati (Perbup).

Sementara Kadisparbud, I Wayan Adnyana juga menyampaikan bahwa pemungutan retribusi tersebut adalah resmi dan telah mengacu perda tentang retribusi tempat rekreasi dan olahraga di Kabupaten Bangli. Kata dia, di Kabupaten Bangli, ada beberapa DTW yang telah ditetapkan. Yakni, DTW Batur, Kehen, Pengelipuran dan Penulisan. “Soal keluhan masyarakat, itu memang biasa terjadi dari tahun ketahun sejak tahun 1990. Yang jelas pemungutan retribusi tersebut, telah mengacu pada regulasi dan itu sah,” tegasnya. Bahkan pihaknya mencontohkan, status Kintamani sama halnya dengan Tanah Lot dan Besakih. “Kalau berkunjung di Tanah Lot dan Besakih kan juga kena retribusi. Sekarang jika berkunjung ke Kintamani, tentunya sama kena retribusi juga,” ungkapnya. Sedangkan terkait keluhan tempat pos pemungutan yang berada dipinggir jalan, diakui, pihaknya juga telah melakukan study kelayakan untuk bisa membuat sentral parkir dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. “Kita akan berbenah lagi dan kita harapkan bisa dipercepat,” pungkasnya.ard/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER