Karyawan Villa Kubu Beri Kesaksian Mengejutkan Soal Penganiayaan

  • 17 Juli 2020
  • 11:10 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2108 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com -  Sidang kasus dugaan penganiayaan oleh warga asing asal Irlandia, Ciaran Francis Caulfield terhadap karyawannya bernama Ni Made Widyastuti Pramesti masih berlanjut.

Agenda sidang kali ini menghadirkan dua orang saksi, yaitu Nagarani Sili Utami yang merupakan Owner representatif vila dan Gede Baruna Jaya yang merupakan security vila.

Sementara terdakwa didampingi pengacaranya Jupiter Gul Lalwani, S.H dan Chandra Katharina Nutz, S.H. Dihadapan majelis hakim yang diketuai Putu Gde Novyartha, dan dihadiri oleh saksi pelapor, saksi Nagarani yang diperiksa lebih awal bercerita awalnya seluruh staf termasuk korban rapat dengan dipimpin Ciaran (terdakwa) pada tanggal 23 Desember 2019.

Dalam rapat tersebut, Ciaran menanyakan terkait handuk yang datang tidak sesuai dengan pesanan, padahal menurut keterangan korban barang sudah dibayar.

"Saat itu Pak Ciaran menanyakan ke Pramesti soal pembayaran handuk, kenapa barang yang datang tidak lengkap, padahal kata Pramesti sudah dibayar," ujar saksi, di Pengadilan Negeri Denpasar.

Lantaran Pramesti tidak bisa menjawab, hal itu kata saksi membuat Ciaran jengkel sehingga terjadi perdebatan di dalam ruang rapat.

"Pak Ciaran merasa kesal, apalagi mendapatkan kabar bahwa Pramesti juga dikatakan banyak mengambil uang yang merupakan hak dari karyawan lain seperti uang suka duka, uang tips dan uang koperasi," kata saksi yang menjadi Owner Representative Villa Kubu sejak 2018.

Saksi lantas mengungkap, meski sebelumnya korban bersumpah tidak pernah mengambil uang, tapi entah kenapa tiba-tiba korban menelpon suaminya agar membawa uang dan sertifikat tanah ke Villa Kubu.

Lanjut saksi, ketika menelpon suaminya, Pramesti minta dibawakan uang dan sertifikat supaya kasusnya tidak dilaporkan ke kantor polisi," beber saksi.

“Dia terus-terusan mengundur-undur berbelit-belit mengatakan akan menaruh apapun yang bisa jadi jaminan, padahal kita sudah tidak mau karena uang yang diambil saat itu dihitung sudah jauh di atas yang diakuinya," lanjut saksi.

Katharina, kuasa hukum terdakwa lalu bertanyalah kepada saksi terkait penganiayaan yang dilakukan terdakwa kepada Pramesti, saksi dengan tegas mengaku tidak ada.

"Apakah saksi melihat di dalam ruang rapat terdakwa melakukan kekerasan atau meludahi korban?," tanya Katharina."Saya tidak pernah melihat ada penganiayaan," jawab saksi.

"Apakah saat itu terdakwa mendorong atau menyeret korban?," tanya Katharina lagi yang kembali dijawab saksi tidak pernah ada.

Namun ketika Majelis Hakim bertanya apakah terdakwa mencoret wajah korban menggunakan lipstik, hal itu tidak dibantah oleh saksi.

"Iya ada, kalau tidak salah lipstiknya kena di pipi kanan dan kiri Pramesti, tapi saya yakin tidak ada luka karena lipstick itu masih berisi bukan kosong, buktinya wajah dia ada bekas lipsticknya.”

Saksi juga sempat memergoki korban mengambil diam-diam sejumlah uang yang disimpan dalam tas korban senilai Rp. 60 juta dan juga Rp. 10 juta yang disembunyikan di selipan lemari kayu.

“Setelah saya mencarikan tahu, ternyata uang itu adalah yang perusahaan  seharusnya digunakan untuk membayar suplayer. Di sanalah mulai terungkap caranya menggelapkan uang.” jelas saksi.

Sementara saksi Gede Baruna Jaya yang sebelumnya menurut keterangan korban melihat saat terjadinya penganiayaan justru membantahnya.

Sebaliknya saksi di muka sidang mengaku tidak pernah melihat peristiwa yang disebutkan oleh korban.  Saksi hanya melihat ada kerumunan staff dan meminta para staff lain untuk tidak sampai main fisik karena korban mengaku menggunakan uang para staff juga.

Pun saat ditanya oleh pengacara terdakwa apakah terdakwa pernah memukul orang, saksi menjawab selama bekerja di Vila Kubu, saksi tidak pernah melihat marah apalagi hingga memukul orang lain.mot/utm


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER