Mewaspadai Penyebaran Radikalisme

  • 15 Juli 2020
  • 16:35 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1513 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Jika aksi teror dirasa menurun maka bukan berarti paham radikal tidak menyebar ke berbagai kalangan dan lingkungan, termasuk kepada kalangan akademisi sekalipun. Masyarakat pun diminta untuk tetap mewaspadai penyebaran paham radikal tersebut karena mengancam ideologi bangsa dan meningkatkan konflik horizontal antar masyarakat.

Peningkatan penyebaran paham radikal disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya disebabkan oleh faktor komunikasi di media sosial yang bebas dan gratis. Cepatnya akses data yang ditawarkan menjadikan kelompok radikal semakin mudah dan cepat dalam menghembuskan paham-paham yang bertentangan dengan pancasila tersebut.

Apalagi fungsi Medsos seakan telah banyak berubah berubah. Dimana yang awalnya hanya seputar berkabar dan eksis bersama orang-orang yang dikenal. Saat ini eksistensi Medsos seringkali digunakan sebagai media terselubung. Sebab, pengguna potensialnya begitu banyak dan dimungkinkan masih labil untuk disusupi aneka persepsi yang menyimpang.

Terlebih pada generasi muda yang sebagian besar merupakan pengguna aktif media sosial. Jiwa mereka masih asyik-asyiknya berselancar di dunia maya. Ilmu agama yang cenderung radikal bisa jadi mereka pelajari hingga akhirnya mereka terjebak pada kelompok yang dilarang oleh negara.

Menurut Wakil Direktur International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH Khariri Makmund Lc, kelompok-kelompok radikal tersebut awalnya belajar agarma lewat internet secara mandiri melalui google.

Peraih gelar Master dari Universitas Ulum Islamiyah Wal Arabiyah Damaskus ini pun mengatakan, bahra moderasi agama diperlukan guna memberi ruang kepada orang lain yang berbeda agama atau berbeda paham dengan kita.

Dirinya juga mendorong kepada pemerintah untuk terus mengerahkan upaya ekstra dalam mencegah penyebaran paham radikal di era teknologi yang semakin maju.

Kita-pun tidak menampik jika nilai-nilai nasionalisme mulai terkikis seiring dengan melesatnya perkembangan teknologi. Sebab, generasi mudanya sudah banyak yang terpapar paham radikal.

Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu pemahaman baru yang dibuat-buat oleh pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti agama, sosial dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindakan yang cenderung melibatkan kekerasan.

Badan Intelijen Negara (BIN) telah membenarkan adanya perguruan tinggi negeri di Indonesia yang terpapar paham radikal. Terdapat 7 PTN dan 39 persen mahasiswa yang memiliki ketertarikan akan paham ini.

Sementara itu, Psikolog anak dan Remaja, Arijani Lasmawati menyebutkan, radikalisme telah memapar generasi milenial di Indonesia, utamanya dari kalangan muslim.

Arijani juga menjelaskan penelitiannya terhadap generasi milenial 12 – 18 tahun ini juga mengungkap bahwa salah satu penyebab mereka terpapar paham radikal adalah dampak dari penggunaan teknologi.

Selain teknologi, hasil penelitian juga menunjukkan peran orang tua dan lingkungan cukup signifikan dalam mempengaruhi generasi muda sehingga menjadi radikal. Selain itu, tidak adanya pengaruh positif dari lingkungan keluarga juga menjadi penyebab anak muda mudah terpapar paham radikal.

Di sisi lain, keterbatasan akses politik juga bisa menjadi penyebabnya. Misalnya ketika anak muda merasa kecewa dengan para politisi atau pejabat eksekutif, maka mereka akan mencari teman yang satu frekuensi terhadap kekecewaan tersebut. Nah pintu kekecewaan inilah yang disusupi oleh kelompok radikal untuk menyusupkan ajaran yang menentang pancasila. Seakan ideologi khilafah bisa menjadikan masalah bangsa terselesaikan.

Apalagi kita sudah tahu bahwa radikalisme merupakan suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan..

Jika dilihat dari sudut pandang agama, kata radikalisme dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham/radikal untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayai untuk diterima secara paksa.

Selain itu, para radikalis cenderung memiliki pemahaman yang sempit, keras, dan selalu ingin mengoreksi paham orang lain yang bertentangan dengan ideologinya. Hal inilah yang menyebabkan keharmonisan dalam kehidupan sosial menjadi rusak.

Parahnya, mereka sudah secara terang-terangan mengakui dirinya sebagai seseorang yang anti terhadap pancasila, mereka tidak ingin negara Indonesia berdiri dengan azas Pancasila. Mereka ingin mengubah tatanan negara Indonesia yang Pancasilais menjadi negara khilafah.

Penyebaran paham radikal sudah jelas terlihat, baik secara langsung atau secara daring melalui akses internet. Kita semua memiliki peran untuk membentengi diri dan orang-orang yang ada di sekitar kita dari paham radikal yang telah terbukti tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Zakaria, Penulis adalalah warganet tinggal di Bogor


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER