Setelah "Dimatikan" Kasus Tukad Mati Bakal Dipraperadilkan

  • 08 Juli 2020
  • 13:05 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 2201 Pengunjung
suaradewata

Denpasar, suaradewata.com - Kasus dugaan korupsi yang sempat tarik ulur dan jadi bola pimpong yaitu dugaan korupsi pembangunan senderan Tukad Mati di Legian, Badung.

Sebelumnya kasus ini sempat berlarut larut ditangani pihak Kejaksaan Negeri Denpasar hingga dua kali pergantian tugas pucuk pimpinan. Kemudian kasus ini ditarik ke Kejaksaan Tinggi Bali sebelum dilimpahkan ke Kejari Badung.

Tim khusus penanganan kasus ini dibentuk oleh Kejari Badung, bahkan dikebut untuk bisa segera dimeja hijaukan. Ironisnya, kerja keras tim penyidik di Kejari Badung harus "menundukkan" kepala. Sebabnya, kasus ini kembali ditangani pihak penyidik Kejati Bali.

Lucunya, dalan penyidikan di Kejaksaan Tinggi Bali justru mentok dan kasus dugaan korupsi Tukad Mati yang merugikan uang negara hingga Ro.800 juta lebih, akhirnya penyidikannya dihentikan sementara alias SP3. Padahal, dalam penyidikan kasus ini sudah menetapkan tiga orang tersangka.

Terhadap kasus ini kabarnya akan dipraperadilankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bintang Gana. I Nyoman Mardika, selaku Direktur LSM Bintang Gana mengatakan saat ini pihaknya masih mencari data akurat untuk mempraperadilankan kasus ini.

"Kami masih mencari data dulu, kalau data yang kami cari sudah lengkap, maka kami bersama tim kuasa hukum akan segara mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Denpasar," kata Mardika, saat dikonfirmasi wartawan.

Mardika mengatakan, penghentian penyidikan atau SP3 yang diterbitkan Kejaksaan dengan alasan kerugian negara terlalu kecil, dianggap tidak masuk akal. Menurut Mardika, besar kecilnya kurugian negara akibat korupsi bukan ukuran untuk menghentikan kasusnya.

"Kan sudah jelas ada perbuatan korupsi dalam kasus ini. Jadi menurut kami tidak pas lah kalau kasus dihentikan hanya karena nilai kerugiannya kecil," tegas Mardika.

Sepeti diberitakan, dugaan kasus korupsi pembangunan senderan di Tukad Mati dihentikan setelah kasus ini resmi deserahkan penangananya ke Kejari Badung. Kasus ini  dihentikan dengan alasan nilai kerugiannya sangat kecil yaitu hanya Rp. 90 juta. 

Hal ini seperti diungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali yang sebelumnya dijabat Dr. Amir Yanto disela-sela acara buka puasa bersama di Kantor Kejati Bali, Senin (27/5/2019) lalu.

Dikatakan Amir Yanto, memang sebelumnya hasil audit dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) Bali menyatakan, nilai kerugian dalam kasus ini adalah Rp. 834.853.043

Tapi, dari hasil sidang praperadilan yang mana Hakim meminta agar dilakukan audit oleh pihak PBK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan itu dilakukan Kejaksaanya, ternyata hasilnya berbeda, yaitu menjadi Rp. 90 juta. 

"BPKP Bali menghitung kerugian secara keseluruhan proyek tersebut (total lost) sedangkan BPK hanya menghitung bagian mana yang tidak sesuai dengan spesifikasinya," ungkap Amir Yanto. 

Jadi, kata Amir Yanto, dari hasil penghitungan karugian dari BKP, kemudian sudah dilakukan pengembalian kerugian negara, maka kerugian yang ditimbulkan dari pembangunan senderan ini hanya Rp. 90 juta.

"Intinya, jangan sampai kita menyidangkan perkara korupsi, tapi biaya penanganan perkara hingga persidangan lebih besar dari nilai kerugian negara," pungkas Amir Yanto saat masih menjabat Kajati Bali, kala itu.mot/utm


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER