Sidang Dugaan Kasus Ujaran Kebencian, Gus Adi Minta Saksi Korban Harus Hadiri Persidangan
- 02 Juli 2020
- 20:35 WITA
- Buleleng
- Dibaca: 2195 Pengunjung
Buleleng,suaradewata.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebut keterlibatan I Wayan Koster selaku Gubernur Bali dalam perkara yang menyeret Gus Adi sebagai terdakwa kasus ujaran kebencian. "Saksi korban harus diperiksa dan dihadirkan dihadapan majelis hakim. Sidang sebelumnya dan pada nota keberatan juga sudah disinggung tim advokasi untuk dihadirkan dalam persidangan," ujar Gus Adi ketika dikonformasi media usai sidang berlangsung, Kamis (2/7/2020).
Berdasarkan duplik, Koster disebut memberikan kuasa kepada Gede Permana selaku Kepala Dinas Kominfo Pemprov Bali yang dilampirkan dalam pengaduan berdasarkan bukti tanda terima nomor STP/78/V/2020/Reskrim tertanggal 8 Mei 2020. Berdasarkan pengaduan kuasa Gubernur Bali itulah sehingga pihak kepolisian menangkap mantan Gus Adi tepat dihari pemakaman ibu kandungnya (27/3/2020).
Selain itu, terungkap pula fakta sumir dalam persidangan bahwa pihak Kepolisian Republik Indonesia diwakili oleh Suseno SH selaku Kasubag Sumda berdasarkan surat kuasa dari Kapolres Buleleng yakni I Made Sinar Subawa. Kuasa Kapolres Buleleng tersebut dikatakan smenjadi dasar dari Pengaduan Masyarakat dengan bukti tanda terima dengan register STP/77/V/2020/Reskrim tertanggal 27 Maret 2020.
Kedua hal tersebut dijadikan salah satu dasar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menolak keberatan yang disampaikan Penasihat Hukum Gus Adi terkait tudingan yang cacat formil dan berpotensi membatalkan dakwaan. Hal tersebut terkait dengan penggunaan pasal 45 ayat (3) junto pasal 27 ayat (3) UU ITE yang dilansir pada dakwaan kedua.
Dimana, terdakwa yang mendasar pada putusan Mahkamah Konstitusi dan OembukaannUU ITE bahwa proses penangkapan pada tanggal 27 Maret 2020 dan penetapan sebagai tersangka pada tanggal 28 Maret 2020 dilaksanakan tidak berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 50/PUU-V/2008 yang mensyaratkan bahwa UU ITE merupakan delik aduan.
Mengenai cacat formil lainnya yang disinggung terdakwa atas penggunaan pasal 207 KUHP yang dijadikan dakwaan alternatif ketiga sedangkan sudah digunakan pasal sejenis pada UU ITE, JPU menyebut mendasarkan doktrin hukum bahwa aturan pasal di KUHP belum dicabut sehingga tetap dikatakan sebagai hukum positif yang tetap berlaku. Hal tersebut mengenai pengenaan pasal 207 KUHP pada dakwaan ketiga yang dalam dakwaan kedua sudah digunakan pasal 45 ayat (3) junto pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Selain itu, JPU turut menggunakan dasar Surat Edaran Jaksa Agung tepatnya SE-004/J.A/11/1993 yang dikutip dari jawaban bahwa dakwaan kesatu merupakan dakwaan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan.
Berdasarkan pantauan awak media, Gus Adi dan Penasihat Hukumnya pun kembali menyinggung penerapan hukum yang bertentangan dalam penahanannya di Mapolres Buleleng. Dimana, selain kerusakan fasilitas umum dan ketiadaan sejumlah kelengkapan yang diatur dalam aturan, perlakuan diskriminatif juga sarat dirasakan sebagai wujud tekanan psikis.
"Saya sebagai tahanan yang dikategorikan dalam Surat Edaran Dirjen Lapas sebagai tahanan A3. Yang seharusnya sudah bisa ditempatkan di Lapas Singaraja. Akan tetapi, pada pengiriman yang lalu, hanya 8 orang saja sedangkan ada saya dan 2 tahanan A3 lain yang disisakan bersama tahanan baru lain. Ini apa maksudnya," kata Gus Adi.
Menurut Gus Adi, sudah 3 bulan lebih dirinya tidur 'melantai' yang hanya beralaskan matras tipis. Bahkan, awal memasukan matras tersebut pun Gus Adi harus berseteru dengan pihak Polres Buleleng. Yang padahal, saat memasukan pun dirinya dalam kondisi sakit akibat temoat tidur yang dianggap layaknya kandang hewan.
"Tahanan yang bukan narapidana di Lapas, semua difasilitasi sesuai aturan dan mereka pun diberikan tempat tidur layak dengan alas spon. Bahkan, di BNN (Badan Narkotika Nasional) sekalipun yang juga menyediakan Rutan, difasilitasi dengan kelengkapan mandi yang disiapkan dan bersih. Lha ini kami di Polres Buleleng kok mendapat perlakuan berbeda. Padahal sama-sama tahanan dan aturannya pun juga sudah jelas menyebutkan itu harus ada (Tempat tidur dan Fasum, red)," ujar Gus Adi yang merupakan mantan wartawan di Bali.
Senada dengan penasihat hukum Gus Adi yakni Nyoman Sunarta SH, yang dihadapan persidangan pun menyebutkan bahwa perlakuan tidak manusiawibyang dialami kliennya itu pun seharusnya menjadi pertimbangan supaya penahanan dapat dialihkan.
"Secara hukum, kami pun berhak mengajukan dan klien kami jugabsudah turut juga menyampaikan kepada majelis terkait kondisi di sel Mapolres Buleleng. Kami harap Majelis melakukan pengecekan supaya tudak terkesan Gus Adi mengada-ada atas apa yang sudah disampaikan (Perlakuan tidak manusiawi). Tapi segala keputusan ada pada majelis hakim dan apapun itu tetap harus dihornati dan dilaksanakan sebagai hukum," pungkas Sunarta. rik/nop
Komentar