Indonesia Tidak Akan Menjadi Hotspot Covid-19

  • 25 Juni 2020
  • 19:00 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1527 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Ketika masih berada dalam masa pandemi, tiba-tiba Indonesia diserang oleh sebuah media di Australia. Mereka menuduh bahwa pemerintah telah gagal mengatasi keganasan corona. Bahkan menjadi negara yang jadi hotspot Covid-19. Tuduhan ini tentu sangat menohok, karena tidak berdasarkan fakta, dan malah merenggangkan hubungan antar kedua negara.

Corona memang belum pergi dari Indonesia. Pemerintah sudah berusaha mengendalikannya dengan beberapa program seperti stay at home dan physical distancing. Namun virus covid-19 masih memakan korban jiwa. Terlebih, penyakit ini belum ada vaksinnya.

Di tengah situasi genting ini, tak ada angin tak ada hujan, media Australia tiba-tiba menunjuk Indonesia sebagai hotspot Covid-19. Penyebabnya karena jika dibandingkan dengan negara lain, jumlah pasien masih ada. Kebijakan untuk memasuki era new normal juga dikiritik oleh mereka. Padahal pemerintah tentu sudah mempertimbangkan masak-masak untuk memberlakukan kehidupan normal baru, agar roda ekonomi kembali bergulir.

Media Australia itu seakan lupa bahwa pemerintah Indonesia sudah melakukan berbagai cara untuk mengatasi virus covid-19. Selain harus stay at home dan work from home di awal pandemi, tempat-tempat umum juga banyak yang ditutup. Penyebabnya karena di sana rawan terjadi penyebaran penyakit corona. Setiap orang juga wajib memakai masker atau face shield, rajin cuci tangan, dan menjaga imunitas tubuh. Juga ada pembagian masker gratis bagi warga.

Jika ada tuduhan hotspot, maka itu tidak benar. Karena seakan-akan pemerintah mengabaikan penyakit corona dan membiarkan rakyatnya meninggal begitu saja. Padahal sudah dibangun Rumah Sakit untuk mengatasi para pasien, termasuk mengubah Wisma Atlet jadi tempat perawatan.  Jumlah pasien covid-19 bertambah karena memang tes spesimen lebih digalakkan dan ditambah frekuensinya.

Para tenaga kesehatan juga diberi tempat menginap yang sangat layak, agar bisa fokus bekerja tanpa harus takut menulari keluarganya. Mereka juga diberi intensif yang nominalnya cukup tinggi. Pemerintah menghargai kerja keras mereka yan tak kenal lelah memerangi covid-19.

Indonesia juga tidak mungkin jadi hotspot corona dan menularkannya kepada warga negara asing (termasuk Australia), karena penerbangan internasional ditutup. Jadi tidak ada penularan penyakit, karena memang orang Indonesia tidak bisa bepergian ke luar negeri. jika ada tuduhan hotspot maka sangat salah, karena kesannya orang Indonesia jadi suka menularkan penyakit ke WNA. Padahal siapa sih yang suka jika terkena corona? Apalagi menularkannya kepada orang lain.

Sebaiknya pemerintah Australia memberi teguran kepada media, agar tidak seenaknya menuduh negara lain. Apalagi jika tidak berdasarkan fakta dan tuduhan itu muncul dari rumor belaka. Pemerintah Australia juga disarankan mengurusi negaranya sendiri dan tidak ikut campur ke urusan negara lain. Karena beda negara beda kebijakan, dan jika turut campur ke kasus covid-19 di Indonesia berarti tidak menghargai presidennya.

Daripada energi pemerintah Australia habis untuk nyinyir dan ingin mengatur-atur kebijakan negara lain, lebih baik fokus pada penanganan pasien covid-19 di negrinya sendiri. Bukankah lebih baik mencari cara agar jumlah pasien berkurang dan mendorong para peneliti dan ilmuwan untuk menemukan vaksin corona? Daripada menyindir setiap saat.

Apakah pemerintah Australia lupa jika sedang mengatasi problem dari suku Aborigin? Penduduk asli di Benua tersebut menuntut persamaan hak dan juga fasilitas lain dari pemerintah, karena merasa dianaktirikan. Jadi daripada mengurusi negara lain, lebih baik mengatur rakyat di negara sendiri, karena lebih bermanfaat.

Tuduhan dari pemerintah Australia jika Indonesia adalah negar hotspot corona salah besar. Indonesia juga tidak gagal dalam mengatasi virus covid-19, karena terbukti lebih banyak pasien yang sembuh daripada meninggal dunia. Jangan asal tuduh begitu saja.

Dodik Prasetyo, Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI).


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER