Pemilik Lahan Lapor ke Polisi, Kelian Dinas Cengolo Bantah Tidak Urus Sartifikat

  • 24 Juni 2020
  • 18:50 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 2271 Pengunjung
suaradewata

Tabanan, suaradewata.com - Salah satu pemilik lahan, I Gusti Putu Alit Sudarsana asal Banjar Cengolo Desa Sudimara Kecamatan Tabanan melaporkan Kelian Dinas Banjar Cengolo Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan ke Polres Tabanan, Rabu, (24/06/2020). Dilaporkannya Kelian Dinas Banjar Cengolo tersebut atas dugaan tindak pidana penipuan terkait pengurusan proses turun waris tanah yang kini belum selesai diurus. 

Pemilik lahan dan kuasa pemilik lahan, I Gusti Putu Alit Sudarsana saat ditemui di Polres Tabanan, Rabu, (24/06/2020), mengatakan bahwa pihaknya sudah melaporkan Kelian Dinas Banjar Cengolo Desa Sudimara Tabanan atas dugaan tindak pidana penipuan ke Polres Tabanan. Pasalnya, dalam pengurusan proses turun waris tanah yang dijanjikan oleh Kelian Dinas Banjar Cengolo sampai saat ini belum diurus. Bahkan Kelian Dinas Banjar Cengolo sudah menerima uang pembiayaan pengurusan proses turun waris dari pemilik lahan sebesar Rp1.600.000 per sertifikat. Dan untuk proses pengurusan sertifikat yang hilang hingga proses turun waris sebesar Rp4.500.000 per sertifikat. 

"Sudah melaporkan ke Polres Tabanan, niki termasuk di BAP sudah, untuk selanjutnya tiyang tunggu panggilan dari kepolisian," ucap Alit Sudarsana, Rabu, (24/06/2020). 

Ia pun berharap, dengan melaporkan Kelian Dinas Banjar Cengolo ke Polres Tabanan, sehingga adanya efek jera karena ini terkait para petani.

"Harapannya ada efek jera lah untuk Kepala Dusunnya artinya petani itu tidak main main," harapnya.

Kelian Adat Banjar Cengolo, Gusti Putu Artana yang juga ikut mengawal laporan tersebut ke Polres Tabanan mengatakan dirinya selaku Kelian Adat dan adanya laporan dari petani yang masuk ke pihaknya, maka dirinya mengawal dan menindaklanjuti laporan tersebut. 

"Saya cuma sebatas mengawal dan sebagai saksi," ungkap Gusti Artana.

Ia menerangkan, dari 9 orang petani yang melaporkan, artinya nama yang masih disertifikat sudah almarhum, karena dijanjikan oleh Kelian Dinas untuk mengurus sertifikat tanah itu ke turun waris. Dan sampai saat ini tidak diurus, sehingga para petani pemilik lahan melaporkan Kelian Dinas ke Polres Tabanan. 

"Pada awal bulan Pebruari Kelian dinas berjanji mengurus, dia yang minta pembayaran 1,6 juta per satu sertifikat untuk turun waris. Sedangkan untuk sertifikat yang hilang diminta 4,5 juta, artinya sampai sekarang belum ada kejelasan," terangnya.

Lebih lanjut ia menerangkan, bahwa sekitar bulan April 2020 sudah ada negoisasi dengan Kelian Dinas dan diberikan kelonggaran sampai tanggal 8 Mei 2020. Akhirnya Kelian Dinas berjanji akan menyelesaikan surat tersebut tanpa meminta tambahan dana yang disepakati oleh petani itu sendiri. Namun pada 20 Mei 2020 kenyataannya surat itu tidak diurus, dan petani kembali memberikan tenggang waktu dari tanggal 23 Mei 2020 sampai 23 Juni 2020 untuk menyelesaikan permasalahan itu. 

"Tapi sampai tanggal 23 Juni tidak ada penyelesaian dari yang bersangkutan, sehingga petani melaporkan ke saya selaku Kelian Adat untuk membawa masalah ini ke ranah hukum dan saya selaku Kelian adat Banjar cengolo mengawal petani untuk melaporkan masalah ini ke Polres Tabanan untuk ditindak lanjuti. Dan hari ini sudah ada petani yang melapor ke Polres Tabanan dan saya ikut mengawal kasus ini," ujarnya.

Kasat Reskrim Polres Tabanan, AKP I Made Pramasetia saat ditemui di ruangannya menerangkan, bahwa terkait hal itu sudah diterima sebagai pengaduan masyarakat (Dumas) dan akan ditindak lanjuti dengan melaksanakan penyelidikan. 

"Ya masih dalam penyelidikan," ucap AKP Made Pramasetia kepada media suaradewata.com.

Sementara, Kelian Dinas Banjar Cengolo, I Gusti Kade Putra Wirawan saat dikonfirmasi terkait hal itu mengatakan dirinya selaku Kepala Lingkungan sudah menyiapkan data-data yang diperlukan dari kepolisian untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Seperti apa yang dituduhkan bahwa kami tidak mengerjakannya, bahwa dirinya sudah mengerjakannya dan berkasnya itu sudah ada di notaris. Bahkan sampai validasi pajak semuanya itu dan pemberkasan sudah selesai, hanya tinggal pendaftaran saja yang belum. 

"Karena pendaftaran dan zona akan menimbulkan biaya, karena dana mediasi dari pengembang itu belum turun itulah yang membuat saya kekurangan dana," kata Gusti Wirawan.

Gusti Wirawan menerangkan, sebelum proses ini terjadi, petani sudah menanyakan ke masing-masing lembaga bahwa petani dikenakan per SHMnya itu 12 juta sampai 15 juta per SHM untuk turun waris.

"Jadi saya waktu itu karena ada untuk perbaikan sertifikat sudah jadi 4 sertifikat kena biaya 1.300.000 tiyang proses sendiri dan kita samakan biaya itu, jika uang mediasi itu turun saya sudah ikhlas ada kelebihan keuntungan disana tiyang yang biayai semua sertifikat itu dengan uang keuntungan 5 persen tersebut," terangnya.

Untuk uang yang sudah diterima dari petani itu, kini sudah berjalan pemberkasan. Gusti Wirawan pun menuturkan, untuk kelebihan keuntungan dari pembebasan lahan 5 hektar disana ada keuntungan dan dari keuntungan itulah kami ada pembeckupan dana pembiayaan sertifikat itu.

"Saya sebagian yang mempunyai ide dan konsep semua lahan itu dan pengumpulan data semua sampai di PPJB, akhirnya uang tanda jadi sertifikat itu turun ke petani 10 juta itu, akhirnya saya sebagai penggagas dan mempunyai data sampai detik ini pun belum mendapatkan apa yang menjadi hak saya," bebernya.

Terkait dengan adanya laporan ke Polres Tabanan, dirinya siap untuk memberikan keterangan. 

"Tiyang siap untuk memberikan keterangan," ujarnya.

Dari data yang didapatkan, untuk lokasi lahan yang dimaksud, ada di wilayah Desa Sudimara Tabanan.red/asr/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER