Mewaspadai Penyebaran Paham Radikal di Berbagai Bidang

  • 01 Juni 2020
  • 21:55 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1472 Pengunjung
google

Opini,suaradewata.com - Radikalisme merupakan suatu sikap yang menginginkan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis melalui kekerasan dan aksi-aksi ekstrem. Masyarakat pun diminta waspada mengingat virus Radikalisme masih terus menyebar melalui berbagai kanal media.

Virus radikal pada gejala awal menunjukkan sikap intoleran terhadap orang yang berbeda pendapat. Pada tingkatan yang tinggi, sikap intoleransi ini tidak ragu untuk mengkafir-kafirkan orang lain bahkan dengan yang se-agama sekalipun.

Sikap intoleran tersebut lantas dibarengi dengan sikap ekslusif yang menganggap apa yang diakuinya adalah sebagai kebenaran dan orang lain itu salah. Hal tersebut akan melahirkan fanatisme yang pada saat ini bisa dengan cepat menular ke berbagai kalangan.

Dulu penyebaran paham radikal masih dengan metode pengajian tatap muka, lalu distribusi buku-buku yang berisi paham-paham yang menganggap bahwa pengakuan kepada pancasila atau hormat kepada bendera merah putih adalah bid’ah.

Saat ini kecepatan akses internet menjadi keuntungan bagi kaum radikal untuk menyebarkan doktrin-doktrinnya. Keberadaan internet sangatlah mungkin menjadi media untuk menyebarkan paham radikal baik melalui artikel, maupun video.

Apalagi semua orang bisa memiliki blog dan akun sosial media secara gratis, puluhan juta masyarakat Indonesia juga sudah bisa mengakses situs berbagi video seperti youtube. Tentu saja ini menjadi jalan bebas hambatan bagi kaum radikal untuk menyajikan konten bernuansa radikal.

Propaganda yang disebarkan secara daring tidak mengakibatkan adanya interaksi secara langsung antara komunikator dengan komunikan. Informasi yang disampaikan komunikator melalui media online menjadikan pembaca menjadi pasif, artinya pembaca tidak dapat menolak realitas sosial yang dibangun oleh media. Padahal, belum tentu apa yang tampil di dunia maya sesuai dengan realitas sosial yang ada di lapangan.

Kelompok seperti ISIS misalnya, mereka sangatlah menguasai teknologi informasi dibanding kelompok lainnya, setidaknya hampir semua kelompok radikal di Timur Tengah memiliki akun media sosial untuk propaganda.

Media sosial yang populer seperti Facebook dan Twiter, digunakan oleh ISIS untuk menyebarkan konten propaganda hingga meraup dana dari para simpatisan.

Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial  (PSBPS) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyatakan, bahwa jejaring sosial Facebook masih menjadi media yang potensial untuk menyebarkan radikalisme.

Paham radikal di Indonesia menjadi sangat bermasalah di Indonesia karena berusaha memaksakan kehendak kepada semua orang untuk mendirikan negara atas dasar agama tertentu. Padahal, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama yang sangat majemuk.

Peneliti PSBPS Subkhi Ridho mengatakan, dari total 262 juta orang penduduk Indonesia, ada sekitar 132 juta orang merupakan pengguna internet dan sekitar 106 juta merupakan pengguna media sosial.

Internet tentu saja muncul untuk menawarkan beragam kemudahan dalam berkomunikasi atau mempelajari sesuatu. Misalnya untuk belajar memasak kita tidak perlu menunggu acara tutorial masak yang tayang pada jam kerja. Internet memungkinkan fleksibilitas bagi siapapun yang ingin belajar memasak pada jam berapapun.

Artinya, siapapun kini bisa mengakses konten radikal pada setiap jamnya, tidak terikat zona waktu dan bisa diakses sembari rebahan.

Pemerintah pun sudah berupaya dengan memblokir situs-situs yang berisi paham radikal, namun hal ini tidak mampu membersihkan konten radikal secara 100%, apalagi mereka masih bisa mengunggah konten tersebut di sosial media.

Untuk menangani hal ini, salah satu langkah yang bisa dilakukan adlah dengan menerapkan gerakan literasi digital. Gerakan tersebut dirancang untuk meningkatkan kontrol seseorang terhadap berbagai media yang digunakan untuk mengirim dan menerima pesan.

Literasi media bertujuan agar individu pengguna internet atau konsumen media untuk tetap sadar terhadap berbagai pesan yang disampaikan oleh media melalui analisis dari berbagai sudut pandang.

Point awal dari gerakan ini adalah pengajaran kepada masyarakat untuk bersikap skeptis terhadap konten-konten yang ada di internet, apalagi jika konten tersebut bermuatan kebencian dan intoleransi.

Jika gerakan ini digalakkan, tentu saja kita akan memberikan bekal tameng kepada masyarakat agar terhindar dari pengaruh paham radikal yang sudah jelas ingin mengganti konstitusi negara.

Jangan sampai mudahnya seseorang dalam mengakses internet membuat dirinya terjebak dalam pemahaman yang tidak sesuai dengan konstitusi negara.

Zakaria, Penulis adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER