Tipu Calon TKI, Wanita Paruh Baya Divonis 2,5 Tahun Penjara

  • 28 Mei 2020
  • 21:55 WITA
  • Denpasar
  • Dibaca: 1615 Pengunjung
suaradewata

Denpasar,suaradewata.com - Endang Sugiyanti, wanita paruh baya ini tidak juga jera dihukum pidana penipuan terhadap para calon TKI. Karena mengulangi perbuatannya,  Majelis Hakim kali ini menghukumnya 2,5 tahun penjara.

Dalam sidang virtual, Kamis (28/5) wanita berumur 50 tahun itu oleh hakim dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara," tegas Hakim Kimiarsa,SH.MH yang memimpin jalannya persidangan perkara ini.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai,SH dari Kejati Bali sebelumnya mengajukan hukuman 3 tahun, menyatakan menerima. Hal senada juga disampaikan terdakwa yang sudah dua kali melakukan perbuatan yang sama, langsung menerima.

Tindak pidana penipuan yang dilakukan terdakwa, tertuang pada berkas dakwaan terjadi pada 1 Agustus 2018 di PT Gunawan Sejahtera Abadi (GSA) di Jalan Gunung Tangkupan Perahu, Denpasar Barat. Terdakwa mengaku sebagai kepala cabang  kantor PT GSA yang bergerak dibidang penyaluran dan penempatan pekerja migran Indonesia.

Mulanya, terdakwa mendatangi kampus Lembaga Pendidikan Pariwisata Bali (LP2B)  di Jalan Kebo Iwa, Nomor 17, Gianyar. Dengan kedok sebagai pemimpin perusahaan yang bergerak dalam bidang penyalur tenaga kerja ke berbagai negara. 

Rektor LP2B yang tertarik akhirnya menyanggupi kerja sama. "Namun, perjanjian kerja sama itu tidak tertuang dalam perjanjian hitam di atas putih," jelas Jaksa Anom.

Rektor kemudian menghubungi stafnya untuk menyampaikan pada alumnus P2B yang ingin bekerja di luar negeri bisa menghubungi terdakwa. Salah satu alumnus yang dihubungi adalah saksi korban I Wayan Sulatra.

Korban yang tertarik kemudian mendatangi kantor terdakwa. Sesampainya di kantor, korban ditemui langsung terdakwa. Korban diiming-iming dengan gaji yang mengiurkan mulai Rp 18 juta hingga 28 juta perbulan. Namun dengan syaratnya harus membayar Rp 60 juta.

Pengakuannya uang itu dipakai untuk membuat paspor, visa, dan keperluan lainnya. Korban menanyakan apakah uang Rp 60 juta bisa dibayar setengahnya terlebih dulu, terdakwa mengatakan boleh.

Pada 10 Agustus 2018, terdakwa menanyakan pembayaran. Saksi korban menjawab akan diberikan pada 13 Agustus di kampus LP2B Gianyar. Singkat cerita, korban dan orang tuanya bertemu terdakwa di kampus disaksikan pihak kampus.

Kemudian pada 6 November, korban diberi tiket berangkat ke Jepang. Korban juga diberi visa, namun visa berlibur. Saat di Bandara Ngurah Rai, korban bertemu saksi I Nyoman Agus Hartono Sastrawan, calon TKI yang juga hendak berangkat ke Jepang melalui terdakwa.

Namun, sesampainya di Bandara Narita, Jepang, korban diperiksa pihak Imigrasi setempat. Setelah dicek, korban dan saksi dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi kerja di Jepang karena tidak didampingi agen. Hotel yang dipesan korban juga tidak dibayar. Sehari berselang, korban dideportasi ke Bali.

Sedikitnya ada lima korban yang bernasib sial. Setiba di Bali, para korban mendatangi terdakwa, namun kembali dijanjikan akan di berangkatkan pada bulan berikutnya. Namun karena yang dijanjikan tidak terpenuhi, para korban melaporkan ke polisi.mot/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER