Pelaku Perjalanan Asal Bengkel Disebut Dapat Penolakan

  • 03 April 2020
  • 20:30 WITA
  • Tabanan
  • Dibaca: 2690 Pengunjung
google

Tabanan, suaradewata.com - Masyarakat nampaknya belum memahami betul bagaimana cara penyebaran virus corona atau Covid-19. Sehingga tak sedikit warga yang menolak keberadaan pelaku perjalanan atau Orang Dalam Pemantauan (ODP) dilingkungan tempat tinggal mereka. Padahal mereka belum tentu positif Covid-19, namun memang memiliki riwayat berjalanan keluar negeri atau kontak dengan pasien positif Covid-19.

Seperti halnya yang tuturkan oleh salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya. Sumber yang tinggal di salah satu perumahan di wilayah Kerambitan, Tabanan itu mengatakan bahwa ada seorang warga asal Desa Bengkel, Kecamatan Kediri yang baru saja menempati rumah di perumahan tersebut. Usut punya usut warga tersebut merupakan pelaku perjalanan yang baru datang dari kapal pesiar. "Saat sampai di Bali katanya sudah sempat dibawa ke Bapelkes Bali lalu sekarang semestinya menjalani karantina mandiri dirumah masing-masing dan sudah bawa surat hasil periksa. Tapi karena ditolak dikampungnya maka warga ini mengontrak rumah di perumahan saya," ujarnya.

Sayangnya tak sedikit warga perumahan yang juga menolak keberadaan ODP tersebut sehingga membuat dirinya cukup iba. Ia pun berharap pemerintah bisa mencarikan solusi atas kondisi tersebut. "Mungkin kalau bisa disiapkan kawasan karantina mandiri oleh pemerintah, khususnya bagi yang mendapat penolakan, kasian juga warganya kalau begini," tandasnya.

Dikonfirmasi terpisah Perbekel Desa Bengkel, I Nyoman Wahya Biantara tidak menamfik informasi tersebut. Hanya saja ia membantah bahwa ada penolakan di Desa Bengkel. "Warga tidak menolak, hanya keluarga saja yang memutuskan untuk tinggal diluar dulu setelah rembug dengan adat. Alasannya tadi, karena pada tanggal 7 April nanti akan ada piodalan dirumahnya," paparnya Jumat (3/4/2020).

Maka dari itu yang bersangkutan untuk sementara tinggal dirumah temannya di perumahan tersebut. Namun pihaknya memberikan pemahaman kepada keluarga yang bersangkutan jika hal itu tidak bisa dilakukan karena apabila yang bersangkutan benar-benar sakit maka pihak desa tidak bisa mengawasi siapa saja yang diajak kontak. "Jadi dia harus dikarantina 14 hari di rumahnya," imbuhnya.

Sehingga pihak desa tetap meminta agar yang bersangkutan di karantina sendiri di rumah. Keluarga menyiapkan keperluan pokok selama karantina sebelum diajak pulang. Kemudian kakek dan neneknya sementara di ajak ke rumah keluarga yang lain dulu selama masa karantina. "Selama karantina agar tidak membandel keluar rumah. Jika perlu kebutuhan pokok yang lain, saya minta untuk telpon ke saya nanti akan dibantu untuk dibelikan dan langsung diantar. Itu solusi yang kita berikan, namun kita belum tahu keputusan keluarga dan adat," pungkas Biantara.ayu/nop


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER