Omnibus Law Ciptaker banyak Mendapat Dukungan

  • 29 Maret 2020
  • 14:10 WITA
  • Nasional
  • Dibaca: 1804 Pengunjung
google

Oleh : Edi Jatmiko

Opini, suaradewata.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus law cipta kerja telah mendapatkan dukungan dari mayoritas partai di parlemen. RUU tersebut dianggap sebagai terobosan pemerintah terhadap tumpang tindihnya peraturan perundangan guna tingkatkan kesejahteraan masyarakat.

RUU Cipta kerja diajukan sebagai strategi untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan bisnis, utamanya terkait masih banyaknya regulasi yang tumpang tindih, serta efektivitas investasi yang masih stagnan.

            RUU Cipta Kerja juga diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi tingkat pengangguran, angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja. Saat ini, jumlah UMKM cukup besar, tetapi produktivitasnya masih rendah. Hal ini tentu menjadi harapan baik bagi angkatan kerja yang belum mendapatkan pekerjaan.

            Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI Fathan Subchi menyatakan dukungan penuh terhadap pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Politikus dari fraksi PKB tersebut menilai, regulasi itu sebagai solusi untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan di tanah air.

            Fathan menjelaskan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi relatif stagnan di angka 5 persen. Meski tingkat pertumbuhan tersebut membuat kondisi ekonomi dalam negeri relatif stabil, namun tidak mampu memberikan peluang besar bagi terjadinya lompatan ekonomi.

            Salah satu hasil analisa menyebutkan bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi tersebut karena minimnya investasi jangka panjang yang masuk ke Indonesia.

            Ia menilai, sebagian besar pemodal adalah mereka yang ingin investasi dalam jangka pendek sehingga tidak berdampak pada terciptanya soliditas industrialisasi dalam negeri. Para investor juga pasti akan berpikir ulang apabila ingin menanamkan modal dalam hangka panjang di Indonesia. Menurutnya hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar mengingat berbagai indikator daya saing Indonesia tidak terlalu menggembirakan.  

            Fathan juga mencontohkan, prosedur perizinan di Indonesia yang masih berbelit-belit. Panjangnya birokrasi perizinan ini membuat terbukanya peluang terjadinya rente sehingga investor akan mengeluarkan biaya investasi dua kali lipat jika dibandingkan harus membuka usaha di negara lain.

            Selain permasalahan perizinan, Negeri ini juga masih dihantui dengan masalah mahalnya biaya memulai usaha, tingkat pendidikan pekerja yang rendah, pasar tenaga kerja yang tidak kondusif dan rendahnya tingkat inovasi.

            Rendahnya indikator daya saing usaha ini diketahui secara luas oleh dunia, hal tersebut tercatat oleh World Economic Forum (WEF) yang mencatat daya saing Indonesia hanya berada di peringkat 50 dari 141 negara.

            Konsisi ini juga telah diakui oleh Presiden RI Joko Widodo, dimana ia pernah mengatakan bahwa salah satu persoalan mendasar dalam upaya menarik investasi langsung dari luar negeri adalah ruwetnya birokrasi yang ada di tanah air.

            Oleh karena itu, Omnibus law Cipta Kerja adalah sesuatu yang dibutuhkan, karena apabila direvisi satu per satu, maka akan dibutuhkan waktu sedikitnya 50 tahun untuk menuntaskannya. Saat ini pertumbuhan ekonomi kita terancam resesi dunia akibat perang dagang dan merebaknya virus corona.

            Pada kesempatan berbeda, dukungan terhadap pengesahan RUU omnibus law cipta kerja juga datang dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Dukungan tersebut dinyatakan dalam rapat koordinasi nasional (rakornas) DPP KNPI yang dihadiri 34 pimpinan DPD Provinsi di Jakarta.

            Ketua Umum DPP KNPI Noer Fajrieansyah mengatakan, omnibus law merupakan cara pemerintahan Joko Widodo dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Visi Indonesia 2045 yang ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan besar ekonomi dunia, merupakan suatu keniscayaan dan salah satu cara untuk mencapai visi tersebut adalah dengan membuat dan mengesahkan Omnibus Law bersama DPR

            Ia menilai, saatini berbagai aturan di Indonesia dapat dinilai belum ramah terhadap investasi. Berdasarkan Ease Business Survey oleh World Bank, kemudahan perizinan usaha Indonesia sendiri berada di peringkat ke-73 dari 190 negara.

            Posisi tersebut masih berada jauh di bawah negara Asean seperti Singapura yang berada di posisi kedua, Malaysia di posisi ke-12 dan Thailand di posisi ke-21.

investasi perlu ditingkatkan sejalan dengan kenaikan daya saing Indonesia di mata Internasional. Caranya dengan menyederhanakan proses perizinan yang rumit dan harus dibuat berbasis risiko. Sehingga RUU Omnibus Law Cipta Kerja bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

* Penulis adalah pengamat sosial politik

 


TAGS :

Komentar

FACEBOOK

TWITTER